Ketua MA Minta Seluruh Jajaran Peradilan Tidak Lakukan Perbuatan Tercela

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua MA, Prof. Dr. HM Syarifuddin, SH, MH mengingatkan seluruh jajaran peradilan jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang tercela, karena imbasnya akan ditanggung oleh seluruh warga peradilan yang lain.

Mereka, ujarnya, telah bekerja dengan ikhlas dan sepenuh hati, mereka telah berjuang melawan godaan dengan selalu menjaga integritasnya, mereka telah merelakan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk kemajuan lembaga, mereka telah rela berpisah dengan anak, istri, dan sanak saudaranya demi menjalankan tugas pengabdian di tempat-tempat terpencil yang jauh dari ibu kota, akhirnya harus turut menanggung akibat atas perbuatan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

‘’Ada sebuah pepatah yang mengatakan “jika tidak bisa menghasilkan madu yang bisa menyehatkan, janganlah membuat racun yang dapat mencelakakan.” Pepatah tersebut mengandung makna, jika kita tidak mampu menjadi sebab untuk timbulnya kebaikan, janganlah menjadi sebab bagi munculnya keburukan, karena keburukan itu bisa berdampak bagi orang lain yang tidak berdosa,’’ katanya dalam acara Pembinaan Teknis dan Administrasi Peradilan secara luring dan daring bagi Pimpinan, Hakim, dan Aparatur Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan di seluruh Indonesia di Banjar Baru, Kalsel, Senin (28/8/2023).

Ia menyampaikan 6 hal penting kepada semua jajaran badan peradilan se-Indonesia. Yakni, soal pemeriksaan perkara praperadilan, tentang perhitungan nilai kerugian negar, soal upaya hukum kasasi dan PK secara elektronik, tentang implementasi panggilan dan pemberitahuan menggunakan surat tercatat, tentang lima aplikasi baru MA, dan soal pernguatan sistem pengawasan.

Ketua MA menghimbau para hakim di lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Syar’iyah yang juga memiliki kewenangan mengadili perkara praperadilan agar konsisten pada batas-batas kewenangan yang telah ditentukan oleh UU supaya kepastian hukum tetap dapat terjaga dengan baik, tanpa mengurangi kebebasan para hakim untuk berkreasi dan menuangkan pemikirannya dalam penyelesaian suatu perkara. ‘’Hal ini penting saya sampaikan, karena lembaga praperadilan saat ini menjadi tumpuan bagi para pencari keadilan untuk memperjuangkan haknya atas tindakan pro justitia dalam proses penegakan hukum pidana. Agar tidak menimbulkan disparitas dan perlakuan yang berbeda antara satu perkara praperadilan dengan perkara praperadilan yang lain, para hakim harus tetap menjaga konsistensi pada ruang lingkup kewenangan pemeriksaan praperadilan yang telah digariskan dalam undang-undang dan Putusan Mahkamah Konstitusi,’’ ujarnya.

Para hakim juga harus membaca putusan-putusan praperadilan yang pernah dijatuhkan sebelumnya untuk memberikan referensi dalam mengadili perkara yang serupa, agar ada konsistensi dan kesatuan hukum dalam mengadili perkara praperadilan, karena semakin banyak perbedaan sikap dan pendirian dari pengadilan terhadap suatu perkara yang sama akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencari keadilan.

Setiap hakim memiliki kebebasan untuk memutuskan perkara sesuai dengan keyakinannya, namun jangan sampai putusan yang kita jatuhkan dapat menimbulkan kebingungan bagi masyarakat dan para pencari keadilan akibat mengandung inkonsistensi serta melanggar hukum acara yang berlaku.

‘’Saya perlu ingatkan, lembaga praperadilan, selain menjadi sarana untuk memperjuangkan hak asasi tersangka terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum juga bisa dijadikan alat oleh pihak tersangka untuk menghindar dari proses penegakkan hukum pidana, sehingga para hakim harus cermat, teliti, dan hati-hati dalam menangani setiap perkara praperadilan, sebab undang-undang hanya memberikan waktu yang sangat singkat, yaitu 7 hari untuk melakukan proses pemeriksaan. Oleh karena undang-undang telah mengatur jangka waktu pemeriksaan yang cepat, maka jika terpaksa harus diundur persidangannya, tetap harus dalam waktu yang singkat jangan diundur sampai bermingguminggu,’’ katanya lagi.

Syarifuddin dalam sambutannya juga menyinggung soal aplikasi Satu Jari, yakni sistem pemantauan kinerja pengadilan terintegrasi. Dikatakan, aplikasi ini dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum yang berfungsi untuk melakukan pemantauan kinerja pada 416 satuan kerja pengadilan di seluruh Indonesia secara terintegrasi terhadap penanganan perkara, sumber daya manusia, realisasi anggaran, dan informasi yang menarik perhatian masyarakat.

Semua itu, ujarnya, dapat diketahui dan dipantau secara real time oleh Ditjen Badilum menggunakan aplikasi Satu Jari. Dengan aplikasi ini, Ditjen Badilum dapat melakukan pembinaan dan pengawasan, serta berkomunikasi secara intens terhadap satuan kerja yang mengalami kendala dalam pemberian pelayanan publik, sehingga arahan dan solusi penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi dapat diberikan secara cepat dan tepat, bahkan untuk satuan kerja terluar sekalipun. Aplikasi semacam ini juga dapat dibangun di lingkungan peradilan yang lain, jika memang belum dibangun, namun jika sudah dibangun, dapat saling bertukar informasi untuk bisa saling menyempurnakan. (HPS)