Sivitas Akademikia UI Bacakan Deklarasi Kebangsaan (net)
Isu menarik pagi ini, protes kalangan kampus terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi semakin meluas. Setelah UGM dan UII Yogyakarta, sivitas akademika UI, UNAND, UNHAS, dan Muhammadiyah rame-rame bikin Petisi Penyelamatan Bangsa, Jumat (2/2) kemarin. Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, sivitas akademika UI merasa resah dan geram atas sikap dan tingkah laku para pejabat, elite politik, dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi yang memuncak menjelang Pemilu.
Aliansi sivitas akademika Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, mendesak Presiden Jokowi menghentikan “cawe-cawe” dan intervensi politik pada Pilpres 2024. Para guru besar Unhas Makassar mengingatkan Presiden Jokowi dan semua pejabat negara, aparat hukum dan aktor politik yang berada di kabinet untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial. Forum Rektor PTMA mendorong penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu menjaga integritas dan netralitas agar pemilu benar-benar berjalan luber dan jurdil. Berikut isu selengkapnya.
1. Protes kalangan kampus terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi semakin meluas. Setelah UGM dan UII Yogyakarta, sivitas akademika UI, UNAND, UNHAS, dan Muhammadiyah rame-rame bikin Petisi Penyelamatan Bangsa, Jumat (2/2). Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo membacakan Deklarasi Kebangsaan bertajuk Genderang Universitas Indonesia Bertalu Kembali di Rotunda UI, Kota Depok, Jumat (2/2).
Harkristuti mengatakan, sivitas akademika UI merasa resah dan geram atas kondisi Indonesia yang digerus korupsi menjelang Pemilu 2024. “Kami resah dan geram atas sikap dan tingkah laku para pejabat, elite politik, dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi yang memuncak menjelang Pemilu,” kata Harkristuti.
Keresahan menjadi semakin mengkhawatirkan karena kesewenang-wenangan telah menghilangkan etika bernegara dan bermasyarakat hingga menghancurkan kemanusiaan, serta merampas akses keadilan kelompok miskin. “Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi, kolusi, dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, serta merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup,” tegas Harkristuti.
Pada seruan deklarasi kali ini terdapat empat poin yang mendorong Pemilu 2024 berlangsung demokratis dan damai. “Kami berdiri di sini, mengajak warga dan alumni Universitas Indonesia, untuk segera merapatkan barisan, guna mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi, menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan,” ujarnya. Selain itu, Harkristuti juga mengungkapkan agar pemilu terbebas dari paksaan memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
2. Sivitas akademika Universitas Indonesia menyampaikan empat poin tuntutan agar pelaksanaan Pemilu 2024 berlangsung jujur dan adil. Salah satu poin yang ditekankan adalah soal netralitas ASN maupun TNI dan Polri. “Menuntut agar semua ASN, pejabat pemerintah, TNI, dan Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon,” kata Harkristuti Harkrisnowo. Ia menegaskan, sivitas akademika UI mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi.
Mereka menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan sehingga Pemilu berlangsung secara jujur dan adil. “Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh Tanah Air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing,” katanya. Dalam tuntutan tersebut, sivitas akademika UI merasa terpanggil untuk memulihkan demokrasi yang sudah terganggu akibat kecurangan dalam perebutan kuasa yang nihil etika.
3. Sivitas akademika Universitas Indonesia mengajak semua perguruan tinggi di Indonesia turut mengawal ketat proses pelaksanaan Pemilu pada 14 Februari 2024. “Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh Tanah Air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing,” kata Harkristuti Harkrisnowo. Selain itu, sivitas akademika UI mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi.
Mereka menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan tanpa ketakutan sehingga Pemilu berlangsung secara jujur dan adil. “Menuntut semua ASN, pejabat pemerintah, TNI, dan Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon,” katanya. Sivitas akademika UI mengaku prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi Indonesia.
4. Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, sivitas akademika di Indonesia berkomitmen untuk menjamin pemilu 2024 berlangsung demokratis. Menurut dia, demokrasi sudah lama terpupuk di Indonesia sehingga harus tetap dijaga. Oleh karena itu, segala tindakan yang merusak demokrasi harus dilawan. “Kita juga tidak mau pada 2024 ini, demokrasi kita dirusak oleh perbuatan yang tidak sesuai dengan etika-etika bernegara,” ujarnya.
Menurut dia, anak-anak muda mulai dari milenial hingga generasi Z harus turut serta mengawal demokrasi, terutama bagi yang baru pertama kali berpartisipasi dalam pemilu tahun ini. Dalam deklarasi kebangsaan itu, Harkristuti juga menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan. “Mereka semua harus melawan apabila ada upaya untuk mengintimidasi,” ujarnya seraya menegaskan, aksi yang mereka lakukan bukan lah untuk menyerang pejabat atau lembaga tertentu dalam hal politik. “Kita ini gerakan moral, bukan gerakan politik. Kita berharap para pejabat, yang politisi maupun bukan politisi, mendengar seruan kami,” tegasnya.
5. Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo mengungkapkan, beberapa guru besar menerima intimidasi melalui pesan singkat karena menggelar acara Deklarasi Kebangsaan untuk mendesak pemilu berjalan demokratis. “Kami sudah agak diintimidasi juga lewat pesan di WhatsApp dari salah seorang mahasiswa kami yang sudah alumni,” kata Harkristuti di Lapangan Rotunda UI, Depok, Jumat (2/2). Menurut Harkristuti, pengirim pesan tersebut mengaku seorang alumni Fakultas Hukum UI, namun tidak menyebutkan identitasnya.
Harkristuti berujar, pesan singkat itu berisi kekecewaan kepada UI yang turut serta membuat acara deklarasi seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII). “Dia berusaha agar kami tidak menjalankan apa yang kami lakukan hari ini. Isi pesannya kayak, ‘Kenapa kok UI ikut-ikutan UGM dan UII. Seharusnya kita bisa pergi ke pejabat yang berwenang dan menyampaikan ide-ide’ tapi kita tidak mau,” ujar Harkristuti.
6. BEM UI menyebut peran rakyat seolah hanya sebagai penonton dari pertunjukan drama pada elit. Rakyat hanya dijadikan komoditas politik lima tahunan sebagai kebutuhan elektoral belaka.
Rakyat diluar sana yang tulus menyerahkan suaranya, justru dikhianati melalui proses yang tak mendidik dan mendegradasi demokrasi. “Rakyat dipertontonkan dinamika demokrasi yang sakit dan jauh dari semangat pemilu yakni, jujur dan adil,” ucap Ketua BEM UI Uziel dalam keterangannya, Jumat (2/2).
Ditegaskan, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sudah semestinya mendapatkan panggung paling megah untuk bersuara. Kenyataannya, penguasa tak sungkan menunjukkan keberpihakannya, narasi politik identitas, diutamakannya kepentingan para elit. “Serta narasi dengan pesan perpecahan semakin terasa menghiasi Pemilu 2024,” ucap Verrel.
Menurut Verrel, Pemilu 2024 akan berjalan jujur dan adil jika rakyat diberikan ruang yang cukup untuk berpikir dengan kritis. “Dengan memberikan kebebasan ini, diharapkan setiap suara yang terdengar dalam Pemilu mencerminkan kehendak murni rakyat, mendorong terbentuknya kebijakan yang responsif dan memastikan terwujudnya sistem demokratis yang sejati dan inklusif,” ujarnya.
7. Aliansi sivitas akademika Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, mendesak Presiden Jokowi menghentikan “cawe-cawe” dan intervensi politik pada Pilpres 2024. Hal itu disampaikan sivitas akademika Unand di depan Convention Hall Unand, Jumat (2/2). Gerakan ini sebagai manifesto atau pernyataan sikap untuk menyelamatkan bangsa. Peristiwa yang paling disoroti adalah intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), ketidaknetralan penyelanggara pemilu, dan tidak independennya pejabat publik dari tingkat kementerian hingga kepala desa menjadi pemandangan ironis dalam tatanan demokrasi.
Pengajar dari Fakultas Ilmu Budaya Unand, Hary Efendi Iskandar dalam orasinya mengatakan, turunnya kampus-kampus termasuk Unand, sebagai bukti sivitas akademika punya sinyal batin yang sama yakni negara sedang tidak baik-baik saja. “Ini adalah respons spontan bahwa kami para guru, pendidik, mahasiswa, betul-betul nyata merasakan kegelisahan. Itu yang membuat sikap kampus menyatakan keprihatinannya. Menyatakan sikap idealismenya, menyatakan sikap moralnya bahwa bangsa kita sedang dilanda krisis institusional, dalam proses transisi demokrasi yang hampir berjalan 30 tahunan,” ujar Hary. “Kita ingatkan kepada presiden untuk berhenti cawe-cawe politik, untuk berhenti melakukan intervensi politik, kembalilah Presiden Jokowi, kembali untuk melaksanakan aturan kenegaraan dengan rule of low dan konstitusi,” katanya.
Hary mengatakan, perilaku pemerintah semakin hari semakin tidak malu-malu menyatakan keberpihakan serta terang-terangan menyatakan dukungan politik. “Sehingga kita berharap desakan moral ini mudah-mudahan mengingatkan presiden, pemerintah dari pusat hingga daerah benar-benar menyelenggarakan proses Pemilu secara adil. Kalau Pemilu sudah dianggap tak kredibel di awal, tentu berbahaya dalam konteks legitimasi di kalangan kontestan. Ini tentu bahaya, ibaratnya pertandingannya tidak benar, tidak lagi fair,” ujar Hary. Selain Unand, sejumlah sivitas akademika UGM, UI, dan UII, juga mengkritik Presiden Jokowi karena dinilai menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu calon presiden yang tengah berkontestasi.
8. Sivitas Akademika Unand menolak segala bentuk praktek politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi. Penggagas aliansi civitas akademika Unand, Hary Effendi Iskandar mendesak Presiden Jokowi tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan Pemilu. “Kami menuntut KPU dan Bawaslu menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu, serta menjalankan tugas sesuai amanah reformasi konstitusi,” katanya di kampus Unand Limau Manis Padang, Jumat (2/2).
Hary mendesak pemerintah mengembalikan marwah perguruan tinggi sebagai institusi penjaga nilai dan moral yang independen tanpa intervensi dan politisasi elit. Ia mengajak masyarakat bersikap kritis dan menolak politisasi bansos untuk kepentingan politik status quo/kelompok tertentu dalam politik elektoral, kekerasan budaya, pengekangan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat serta penyusutan ruang sipil.
“Kami menyaksikan dengan keprihatinan bagaimana peran perguruan tinggi sebagai pilar utama pembangunan intelektual dan moral, perlahan menyusut bahkan hampir menghilang selama satu dekade terakhir,” kata Hary. Penyimpangan kekuasaan, sambung Hary, telah merajalela di seluruh lini kehidupan masyarakat dan menggoyahkan fondasi nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.
9. Para guru besar Unhas Makassar yang tergabung dalam Forum Guru Besar dan Dosen menyampaikan petisi terkait sikap mereka terhadap pelaksanaan Pilpres 2024. Petisi tersebut dibacakan anggota Dewan Profesor Unhas Prof Triyatni Martosenjoyo di depan kantor Rektorat Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Jumat (2/2). Ada empat poin yang disampaikan dalam petisi yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Pertama, Forum Guru Besar dan Dosen Unhas meminta Pancasila dan UUD 1945 dijaga dan dipertahankan dalam pelaksanaan pemilu sebagai instrumen demokrasi.
“Kedua, mengingatkan Presiden Jokowi dan semua pejabat negara, aparat hukum dan aktor politik yang berada di kabinet untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi,” jelas Triyatni.
Poin ketiga, meminta KPU, Bawaslu, DKPP selaku penyelenggara pemilu bekerja secara profesional sesuai peraturan berlaku. Penyelenggara pemilu, senantiasa menjunjung tinggi prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.
Poin keempat, masyarakat dan elemen bangsa diimbau ikut mewujudkan iklim demokrasi yang sehat dan bermartabat untuk memastikan pemilu berjalan secara jujur, adil, dan aman. “Agar hasil pemilu dan pemilihan presiden/wakil presiden mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat,” demikian kata Triyatni.
10. Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) mengeluarkan pernyataan sikap politik dalam mengawal pilpres 2024. Pertama, Forum Rektor PTMA akan lakukan pengawalan, sekaligus pengawasan terhadap jalannya proses masa kampanye pemilu hingga penghitungan dan penetapan suara di KPU. “Pengawalan tersebut dilakukan demi memastikan pemilu terbebas dari berbagai tindakan pelanggaran maupun kecurangan,” kata Sekretaris Umum Forum Rektor PTMA, Prof Dr Ma’mun Murod Al-Barbasy dalam keterangan tertulis, Jumat (2/2).
Kedua, Forum Rektor PTMA mendorong penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu hingga jajarannya di tingkat TPS untuk menjaga integritas dan netralitas petugasnya agar pemilu benar-benar berjalan sesuai asas luber dan jurdil. Ketiga, menyerukan warga Muhammadiyah, terutama mahasiswa, dosen, dan karyawan di lingkungan PTMA untuk menjadi pengawas independen di masing-masing TPS. Mereka diminta melaporkan ke pengawas TPS dan Bawaslu jika terjadi pelanggaran dan kecurangan.
“Keempat, meminta semua aparat keamanan, kepolisian, militer, ASN, untuk bersikap netral selama proses pemilu dan pilpres 2024,” tegas Prof Ma’mun Murod. Kelima, meminta presiden, wakil presiden, gubernur, wakil gubernur, bupati/walikota serta wakil bupati/wakil walikota untuk bersikap proporsional dengan mengedepankan etika selama proses pemilu dan pilpres 2024. Keenam, memilih pemimpin yang memiliki komitmen kuat dalam pembuatan kebijakan yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, mengedepankan kepentingan serta kemaslahatan masyarakat, mempunyai kepedulian terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia, dan berkomitmen melakukan pemberantasan korupsi hingga menjamin kebebasan berpendapat.
11. Presiden Jokowi mengatakan, merupakan hak demokrasi dan hak setiap orang untuk berbicara dan berpendapat. Hal ini disampaikan Kepala Negara saat ditanya awak media terkait dengan munculnya petisi atau seruan dari sejumlah universitas di Tanah Air yang mengkritik pemerintahannya. ”Ya, itu hak demokrasi, setiap orang boleh berbicara, berpendapat. Silakan,” kata Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media di sesi keterangan pers seusai membuka Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/2).
Secara terpisah, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana saat diminta tanggapannya soal seruan keprihatinan dari sejumlah kampus di Indonesia terhadap jalannya kontestasi pada Pemilu 2024 menuturkan, dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi, ataupun kritik harus dihormati. ”Kemarin Bapak Presiden juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi,” ujar Ari melalui keterangan tertulis.
Ari menuturkan, kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di Indonesia. Demikian pula perbedaan pendapat, perbedaan perspektif, perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi. Apalagi, di tahun politik menjelang pemilu, menurut Ari, pertarungan opini pasti terjadi.
”Akhir-akhir ini terlihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik. Namun, ada baiknya, kontestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang substantif dan perdebatan yang sehat,” kata Ari lagi.
12. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto merespons kritik yang disampaikan civitas akademika dari sejumlah universitas kepada Presiden Jokowi. Menurut dia, kritik yang ramai-ramai disampaikan itu dibuat oleh tokoh tertentu dengan mengatasnamakan kampus. “Itu kan tokoh yang memakai kampus, memakai nama Bulaksumur,” ujar Airlangga kepada wartawan di Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (2/2). Namun, Airlangga tak menjelaskan lebih lanjut soal tokoh yang dimaksud. Airlangga hanya menegaskan, dirinya juga bagian dari Bulaksumur, selaku alumni Universitas Gadjah Mada (UGM). “Saya juga dari Bulaksumur,” kata Airlangga sambil berjalan masuk ke mobilnya.
Sebelumnya diberitakan sebelumnya, sivitas akademika UGM yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni menyampaikan petisi Bulaksumur. Petisi tersebut dibacakan oleh Prof Koentjoro sebagai perwakilan sivitas akademika UGM di Balairung UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (31/1). Mereka merasa prihatin dengan tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini, dan dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip moral, demokrasi, kerakyatan, serta keadilan sosial.
13. Jaleswari Pramodhawardani yang baru saja mengundurkan diri dari jabatan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) menuturkan, keputusannya mundur dari KSP didasari etika dan keyakinan yang dia pegang. “Sebetulnya posisi simultan saya baik di TPN dan KSP clean and clear, namun saya menyadari ada aspek lain yang perlu saya pegang teguh, yakni etika dan keyakinan saya bahwa benar secara hukum saja tidak cukup. Namun, saya harus melakukan hal yang pantas dan patut secara moral,” kata Jaleswari, Jumat (2/2).
Saat menyampaikan pengunduran diri kepada Presiden Jokowi, Jaleswari mengaku memilih jalur persuratan sesuai mekanisme birokrasi. Hal tersebut karena dia menilai banyak agenda penting dan mendesak yang menjadi fokus Jokowi saat ini.
Perempuan yang akrab disapa Dani ini mengungkapkan apa yang menjadi keresahan terbesar terhadap pemerintah hari-hari belakangan. Menurut dia Indonesia kini tengah dihadapkan pada ujian peradaban demokrasi. “Apakah kita akan bergerak linear mengunggulkan demokrasi kita sebagai amanat reformasi dan konstitusi, atau justru kita ingin menggulung kembali seluruh pencapaian yang sudah kita capai, melalui berbagai siklus pemilu di masa lalu?” ucapnya. (HPS)