Ketua MPR, Basmbang Soesatyo (net)
JAKARTA, REPORTER.ID : Ketua Wanhat Advokat Muda Indonesia Djafar Ruliansyah Lubis menegaskan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Perannya untuk mengawal etika untuk menjaga kehormatan lembaga dan anggota DPR. MKD diharapkan mampu menyelesaikan perkara dengan benar tanpa menimbulkan kesan mengadu domba dan menjatuhkan martabat anggota DPR itu sendiri.
Diingatkan, tugas dan fungsi MKD sejatinya menjadi solusi agar kontrol masyarakat tidak menjadi anarkis dan tidak trial by the press. Sidang kode etik harus benar-benar menjadi klarifikasi dan menghindari kriminalisasi anggota DPR serta menjadi penjaga gawang bagi terciptanya demokrasi yang bertanggung jawab terhdap yang diwakilinya. ‘’Sehingga MKD seharusnya dalam menindaklanjuti laporan yang masuk harus menganalisa terlebih dahulu apakah laporan masyarakat terhadap anggota dewan benar masuk dalam unsur melanggar etik atau tidak dalam hukum yang berlaku. Benar atau hanya fitnah tanpa bukti. Bukan menganalisa secara politik implisit belaka,” jelas Djafar di Jakarta, Minggu (23/6).
Djafar menegaskan, MKD DPR tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa pimpinan MPR, karena ranahnya berbeda walaupun pimpinan MPR itu juga anggota DPR. “Yang berhak memeriksa Pimpinan MPR itu bersalah atau tidak, adalah badan kehormatan MPR itu sendiri. Dari sini saja sudah bisa runut bahwa laporan masyarakat terhadap Pimpinan MPR itu cacat Hukum, MKD DPR tidak boleh menabrak hirarki konstitusional,” tandasnya.
Ia mengingatkan MKD DPR lebih baik mempelajari lagi bahwa di Indonesia menganut sistem bikameral konstitusi atau 2 kamar yang berbeda yaitu DPR dan MPR sehingga Tupoksi peranannya juga masing-masing berbeda.
Dijelaska, setelah anggota DPR/MPR ditetapkan dan dilantik oleh Mahkamah Agung, seluruh anggota dewan diberikan hak kewenangan untuk menentukan sendiri pimpinan DPR dan MPR. Setelah kedua pimpinan lembaga ini dilantik dan diambil sumpah maka dalam menjalankan roda legislatif masing-masing tidak bisa bertabrakan. “Nah MKD DPR memanggil pimpinan MPR itu kapasitasnya sebagai apa? Dalam Perundang-undangannya tidak ada kewenangannya itu,” katanya.
Tidak Cermat
Terpisah, Presidium Nasional Aktivis 98 yang juga Anggota DPR terpilih dari Dapil Kepulauan Riau (Kepri), Rizki Faisal menilai, MKD DPR tidak cermat dan tidak melaksanakan tahapan-tahapan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam menangani aduan terhadap Ketua MPR, Bambang Soesatyo. Karena itu, ia mendukung penuh sikap Ketua MPR yang tidak memenuhi panggilan MKD DPR. “Sedari awal MKD tidak betul-betul memeriksa laporan yang masuk serta tidak memverifikasi sumber yang menjadi dasar laporan. MKD terlalu tergesa-gesa menindaklanjuti serta percaya begitu saja terhadap materi laporan yang masuk,” ujar Rizki Faisal di Batam, Minggu (23/6).
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Kepri ini menuturkan seharusnya setelah MKD DPR menerima laporan, memastikan apakah isi laporan tersebut fakta atau hoax. Terlebih yang dilaporkan adalah pernyataan Ketua MPR sebagai ketua lembaga tinggi negara, sehingga bukan hal yang sulit untuk memastikan, apakah laporan sesuai fakta yang terjadi atau tidak.
“Dalam laporan ke MKD Muhammad Azhari melaporkan Pak Bamsoet memuat pernyataan, “semua partai politik setuju untuk amandemen UUD 1945.” Setelah saya lihat, dalam video yang ada di media elektronik, tidak ada Pak Bamsoet menyatakan hal itu. Saya saja cukup sekali melihat rekaman pernyataan Pak Bamsoet, langsung tau bahwa yang dilaporkan oleh pelapor tidak benar atau hoax. Kok MKD malah grasah grusuh panggil Ketua MPR,” kata Rizki.
Ketua MKGR Kepri ini meminta MKD DPR RI melakukan koreksi internal karena pemanggilan yang dilakukannya berdasarkan hal-hal yang tidak benar akan merusak marwah pimpinan dan lembaga MPR. Rizki mendukung apapun langkah yang diambil Ketua MPR untuk menjaga Marwah MPR serta menjaga amanah yang diberikan rakyat dan Partai Golkar. “Semoga ada langkah kongkrit dari pimpinan DPR RI agar kejadian ini tidak lagi terulang. Terkait pelapor yang jelas menyebarkan berita bohong, bisa dijerat dengan pasal menyebarkan berita bohong atau hoax yang diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” pungkas Rizki.
Tidak Memiliki Dasar Hukum
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD) merangkap Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Hariara Tambunan menilai, pemanggilan MKD DPR terhadap Ketua MPR Bambang Soesatyo tidak memiliki dasar hukum dan argumentasi yang kuat. Laporan yang disampaikan ke MKD pun sumir dan tidak sesuai dengan bukti serta fakta peristiwa yang terjadi. Sehingga, tepat bila Ketua MPR RI Bambang Soesatyo tidak memenuhi panggilan.
“Sudah saya lihat langsung rekamannya, Bambang Soesatyo tidak menyatakan seperti yang dituduhkan. , Kalimat yang diucapkan Bamsoet adalah kalau seluruh partai politik setuju,” ujar Hariara Tambunan di Jakarta, Sabtu (22/6).
Ditegaskan, pernyataan langsung Bambang Soesatyo tidak mutlak, tapi bersyarat, yakni kalau seluruh partai politik setuju. Artinya, jelas belum ada kesepakatan oleh semua partai politik. Sehingga pernyataan Bamsoet tersebut semestinya tidak bisa dipermasalahkan. “Pernyataan asli yang dikeluarkan Bamsoet jelas berbeda dengan yang dilaporkan atau dituduhkan kepada Bamsoet melalui MKD DPR,’’ ujarnya.
Menurut Hariara, MKD DPR tidak berwenang memanggil pimpinan MPR karena dua lembaga tersebut berbeda. Apalagi pemanggilan itu terkait dengan tugas-tugas pimpinan MPR dan tidak terkait dengan status kedudukannya sebagai anggota DPR ex officio anggota MPR, sebagaimana dimaksud dalam konstitusi dan UU MD3. Selain pernyataan tersebut dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan wewenang yang bersifat atributif. “Kok bisa ya anggota MKD yang ahli hukum dan hebat-hebat itu, tiba-tiba disorientasi. Jangan-jangan ada yang mengatur ‘permainan’ ini untuk menjatuhkan reputasi Ketua MPR,” tandas Hariara.
Langkah Tepat
Wakil Sekjen Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila mendukung langkah Ketua MPR Bambang Soesatyo yang tidak memenuhi panggilan MKD DPR. Menurutnya, Langkah Bamsoet sudah tepat karena MKD DPR tidak dapat memanggil Ketua MPR yang kedudukannya tidak ex officio sebagai anggota DPR.
“MKD harusnya mempelajari dan memahami dahulu aturan perundangan yang berlaku sebelum melakukan pemanggilan terhadap Ketua MPR. Pemanggilan tersebut jelas menunjukkan bahwa MKD bertindak memalukan dan tidak paham undang-undang. Selain membuktikan MKD juga tidak paham akan posisi serta kedudukan tiga lembaga negara dalam sistem parlemen Indonesia yang terpisah antara MPR, DPR dan DPD,” tegas Hari Purwanto di Jakarta.
Direktur Studi Demokrasi Rakyat ini menuturkan dalam pasal 81 Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) disebutkan, kewenangan MKD dibatasi hanya menyangkut kewajiban pelaksanaan tugas sebagai anggota DPR. Sementara MPR terdiri dari unsur anggota DPR dan anggota DPD.
“Artinya, MKD DPR tidak dapat memeriksa pimpinan MPR dan anggota MPR saat mewakili lembaga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sekali lagi sangat aneh dan memalukan jika MKD DPR tidak memahami tupoksinya sendiri. Pemanggilan Ketua MPR terkesan dipaksakan dan mengada-ngada Jangan sampe MKD justru malah menciptakan konflik antar lembaga tinggi,” kata Hari.
Ketua Umum Generasi Muda FKPPI, Sandi Rahmat Mandela juga menilai keputusan Ketua MPR Bambang Soesatyo tidak menghadiri panggilan MKD DPR merupakan langkah yang tepat. Menurut Sandi, MKD DPR tidak memiliki wewenang yang cukup untuk meminta klarifikasi dari pimpinan MPR RI dalam jalankan tugas dan fungsinya mewakili institusinya. (HPS)