MEMPERSOALKAN “SEMBILAN GARIS PUTUS CHINA” Di LCS

oleh
oleh

Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numbero (net)

 

Oleh : Ambassador Freddy Numberi

 

Abraham Lincoln (1809-1865), Presiden AS ke-16 mengatakan: “Anda dapat membohongi semua orang beberapa saat ; Anda bisa menipu sebagian orang sepanjang waktu ; tetapi Anda tidak bisa membodohi semua orang sepanjang waktu”. (sumber : Clinton Illnois , 1858)

1.Latar belakang

Di pagi hari tanggal 23 Mei 2014, Le Thi Tuyet Mai naik taksi ke gerbang depan Istana Reunifikasi di Kota Ho Chi Minh. Lokasi di mana Perang Vietnam berakhir pada 30 April 1975, Le Thi Tuyet Mai menyiram dirinya dengan bahan bakar dan membakar dirinya sendiri. Penjaga istana memadamkan api dalam beberapa menit, tetapi pria berusia enam puluh tujuh tahun itu sudah mati. Di samping mayatnya yang terbakar, polisi menemukan spanduk dengan slogan-slogan tulisan tangan yang mengecam tindakan China di Laut Cina Selatan (LCS), yang isinya: “Tuntut persatuan untuk menghancurkan rencana invasi China”. Bunuh diri Le Thi Tuyet Mai terjadi seminggu setelah protes anti-China dan kerusuhan mematikan menyebar ke seluruh Vietnam.

Pabrik-pabrik dengan karakter China di papan nama mereka diserang, dijarah dan dibakar, termasuk banyak yang dimiliki oleh perusahaan Taiwan. Ratusan orang China dan Taiwan melarikan diri dari negara itu, khawatir akan nyawa mereka. Protes dipicu oleh keputusan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) untuk memarkir anjungan kilang minyaknya 120 mil laut dari perairan Vietnam. Perairan ini masih dalam sengketa antara Vietnam dan China. Kilang minyak yang dijuluki Haiyang Shiyou (Ocean Oil) seharga USD 1 miliar dan mulai mengebor minyak pada tanggal 2 Mei 2014.

Vietnam mengirim kapal perang dan perahu nelayan untuk mengganggu operasinya kilang minyak tersebut. Mereka ditabrak oleh kapal-kapal perang China yang mengawal pengoperasian rig tersebut. Ini adalah insiden paling serius dalam sengketa teritorial yang sudah berlangsung lama antara China dan Vietnam sejak Pertempuran Karang Selatan Johnson Reef pada tahun 1988. Saat itu tujuh puluh tentara Vietnam yang tewas. Selama ini menjadi menjadi pemicu perasaan anti-China di Vietnam.

  1. Rangkuman khusus

Rig milik CNOOC ditempatkan 17 mil laut di lepas pantai barat daya Kepulauan Paracel, sekelompok 130 pulau karang, terumbu karang, dan gundukan pasir yang kirakira berjarak sama dari garis pantai China dan Vietnam. Kepulauan Paracel ini diklaim oleh China, Taiwan dan Vietnam. Tetapi setelah pasukan Vietnam kalah dalam pertempuran tahun 1974, sejak itu dikendalikan oleh China. Pada tahun 1980, Beijing telah menggelontorkan uang untuk memperkuat posisinya di Kepulauan Paracel, yang terletak sekitar 350 km tenggara Pulau Hainan.

Pulau Hainan sendiri adalah pangkalan utama kapal selam China. Di Pulau Woody, yang terbesar di Kepulauan Paracel, China telah membangun dermaga besar dan landasan pacu yang mampu mengoperasikan pesawat tempur dan pesawat penumpang kecil. Sejak Juli 2012, pulau itu secara resmi berfungsi sebagai pusat administrasi Sansha, sebuah kota setingkat prefektur provinsi Hainan yang mengelola klaim teritorial China di LCS. Beijing berupaya untuk mengubah pulau yang dulunya tidak berpenghuni menjadi bagian yang secara de facto tidak terbantahkan dari wilayah yang diklaim dalam sengketa di LCS. Beberapa ratus kilometer ke selatan terletak Kepulauan Spratley, itu juga diklaim oleh China dan diduduki.

Tapi hal ini sangat diragukan. Kepulauan Spratley terdiri dari lebih 750 pulau, terumbu karang dan atol yang terletak dilepas pantai selatan Vietnam, Malaysia dan Filipina. James Shoal, yang merupakan “titik paling selatan wilayah China”, telah diklaim juga oleh China. Menurut negara-negara Vietnam, Malaysia dan Filipina menunjukkan betapa lucunya klaim oleh China ini. Jauh dari formasi daratan asli, James Shoal adalah gundukan pasir yang titik tertinggi terletak 22 meter penuh di bawah laut. James Shoal ini terletak lebih dari 1.500 km dari Pulau Hainan.

Sebaliknya pantai Malaysia, hanya berjarak 80 km. Namun Beijing mengatakan klaim historisnya mengalahkan letak geografi James Shoal ini dari pantai Malaysia. Menurut Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS), sejak tahun 2014 China telah membangun lebih dari 3.000 hektar pulau buatan di LCS. China memfokuskan upaya reklamasi daratannya yang paling intensif di Kepulauan Spratley dan membangun tujuh pulau kecil baru di sana pada tahun 2014-2015. Di Fiery Cross, pulau paling penting di Kepulauan Spratley, China telah membangun fasilitas pelabuhan, instalasi radar, dan landasan udara yang cukup panjang bagi pesawat angkut besar.

Meskipun Beijing mengklaim sebagian besar konstruksi adalah untuk tujuan penerbangan sipil. Dari pantauan foto satelit pihak AS mengetahui bahwa China berniat untuk meningkatkan kemampuan Angkatan Laut dan Angkatan Udaranya. China bahkan mengakui bahwa mereka membutuhkan kehadiran pertahanan yang lebih kuat di Kepulauan Spratley, karena mereka sangat jauh di daratan China.

  1. Penutup

Pada tahun 1975, Den Xiaoping mengatakan kepada mitranya dari Vietnam Le Duan, bahwa pulau-pulau di Laut China Selatan (LCS) telah “menjadi milik China sejak zaman kuno.” Sejak pembicaraan itu, telah muncul dalam dokumen resmi yang tak terhitung banyaknya untuk mendukung klaim China atas kawasan perairan LCS. Beijing menopang kebijakan klaimnya dengan peta yang menunjukan sembilan garis terputus-putus yang membentuk U (nine-dashed line U shape). China mengatakan peta itu menunjukan kepemilikan historis China atas seluruh kawasan LCS, tetapi tidak pernah menjelaskan dengan benar dasar sejarahnya.

Tom Miller dalam bukunya, China’s Asean Dream. mengatakan : “The truth is that China’s claims of ancient sovereignity in the South China Sea are mostly historical nonsense – Yang benar adalah bahwa klaim kedaulatan kuno China di Laut China Selatan sebagian besar adalah omong kosong sejarah” (London,2017:hal.158). Bagi tetangganya di Asia Tenggara, perilaku China di kawasan LCS merupakan kebijakan ekspansionisme yang jelas.

Di sini, “Impian Cina” Xi Jinping yang banyak dibanggakan terlihat lebih seperti mimpi buruk. Sun Tzu, seorang panglima besar di daratan China 500 tahun sebelum Masehi, mengatakan :”There are no eternal friends; There are only eternal interests – Tidak ada teman yang abadi; Hanya ada kepentingan yang abadi”. Hal ini adalah bagian dari kultur China yang bersemi hampir 3000 tahun lamanya dan mengakar dalam perjalanan budaya selama ini.

Pada Februari 2016, Pentagon mengkonfirmasi bahwa China telah mengerahkan rudal permukaan-ke-udara yang canggih di Pulau Woody dan menempatkan rudalnya di Kepulauan Spratley juga. Banyak pengamat mengatakan kekhawatiran mereka akan meningkatnya militerisasi di kawasan LCS. “Perairan kawasan LCS dapat menjadi garis depan militer China dalam beberapa dekade mendatang”, tutur Robert Kaplan salah satu pengamat dan analis keamanan di Pentagon.

Namun masih ada ketakutan yang sangat besar, bahwa ekspansionisme China di Laut China Selatan adalah bagian dari strategi besar Beijing untuk menggantikan Amerika Serikat sebagai “Super Power” di Asia-Pasifik.  (Penulis adalah Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Menhub, mantan Menpan-RB, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Dubes Itali dan Malta, mantan Gubernur Papua, dan pendiri Numberi Center)