SETARA: Kunjungan Paus Fransiskus, Momentum Refleksikan Toleransi

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Paus Fransiskus melakukan kunjungan bersejarah ke Indonesia. Perjalanan apostolik Paus ke nusantara mengangkat tema yang luhur dan sangat relevan dengan kebinekaan Indonesia, yaitu ‘Faith-Fraternity-Compassion’ (Iman-Persaudaraan-Belarasa). Kehadiran Paus di Indonesia merupakan momentum baik, bukan hanya untuk umat Katolik di Indonesia, namun bagi seluruh rakyat Indonesia.

Terkait kunjungan bersejarah Paus ke Indonesia, Halili Hasan Direktur Eksekutif SETARA Institute dan Harkirtan Kaur, Peneliti KBB SETARA Institute pada Rabu (4/9%2024) menyampaikan beberapa pernyataan berikut:

Pertama, SETARA Institute menyambut sangat baik dan mengucapkan “Selamat Datang” kepada Paus Fransiskus. Kami juga berterimakasih kepada Paus Fransiskus yang memilih Indonesia sebagai salah satu tujuan perjalanan apostolik. Agenda-agenda pastoral beliau diharapkan akan bermakna bagi pemajuan toleransi dan hubungan baik antaragama di Indonesia.

Kedua, kunjungan Paus ke Indonesia akan memberikan dampak positif bagi perluasan pemahaman mengenai toleransi dan harmoni antaragama di Indonesia. Kunjungan Paus dan penerimaan baik dari seluruh unsur di Indonesia akan menjadi laboratorium yang baik bagi forum-forum untuk memajukan toleransi di Indonesia, terutama dengan memperbanyak agenda-agenda perjumpaan lintas identitas keagamaan (cross religious identity encounter).

Hal tersebut krusial untuk menekan diskriminasi dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) di Indonesia yang dalam satu dekade terakhir menunjukkan adanya stagnasi. Studi terbaru KBB tahun 2023 yang diproduksi oleh SETARA Institute dari sisi jumlah peristiwa, tindakan, aktor, dan korban menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, kita hanya berpindah dari satu stagnasi ke stagnasi yang lain.

Ketiga, kunjungan Paus diharapkan akan mendorong akselerasi elemen pemerintah dan inisiatif masyarakat untuk memajukan toleransi. Masalah intoleransi di Indonesia bagi kelompok minoritas, secara umum, terletak pada dua lapisan masalah, yaitu di tingkat negara dan di tingkat masyarakat. Di tingkat negara, terdapat beberapa masalah utama, yaitu: banyaknya peraturan yang intoleran dan diskriminatif di tingkat pusat dan daerah, tata kelola keragaman yang belum baik, kapasitas aparatur negara yang rendah dalam melindungi hak-hak kelompok minoritas, dan lemahnya proses penegakan hukum dalam kasus-kasus pelanggaran atas hak minoritas, terutama atas KBB.

Sementara itu, di tingkat masyarakat, terdapat beberapa masalah kunci, berupa literasi lintas agama yang rendah, meluasnya segregasi sekaligus menyempitnya ruang perjumpaan, menguatnya konservatisme, dan peningkatan kapasitas koersif warga untuk mengekspresikan intoleransi, diskriminasi, dan pelanggaran terhadap keyakinan agama, bahkan dalam bentuk kekerasan.

Keempat, SETARA Institute mendorong seluruh pihak untuk menjadikan kunjungan Paus sebagai momentum untuk meningkatkan kepemimpinan toleransi. Melalui studi Indeks Kota Toleran (IKT), SETARA Institute sebelumnya telah mendorong penguatan kepemimpinan sebagai “pengubah permainan” (game changer) dalam praktik dan promosi toleransi di Indonesia dengan menguatkan ekosistem toleransi yang ditopang oleh kepemimpinan politik (political leadership), kepemimpinan birokrasi (bureaucratic leadership), dan kepemimpinan masyarakat (societal leadership).