MENGAPA CHINA BELAJAR DARI PENGALAMAN PERANG PASIFIK

oleh
oleh

Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi (net)

 

Oleh: Ambassador Freddy Numberi

Mao Tse-Tung, seorang pemimpin revolusionir China, mengatakan: “Kita tidak boleh berpura-pura tahu apa yang tidak kita ketahui, kita tidak boleh merasa malu untuk bertanya dan belajar dari pengalaman dimasa lalu, sebelum mengeluarkan perintah”. (dimodifikasi dari William A. Cohen, PH.D., New Jersey, 2001:hal.95)

1. Pendahuluan

Nilai analitik mengapa China mempelajari tentang pengalaman Perang Pasifik antara Amerika Serikat versus Jepang. Ada banyak faktor yang membuahkan hasil bagi Amerika Serikat (AS). Ada 3(tiga) faktor yang mendorong pandangan China untuk belajar dari pengalaman Perang Pasifik, yaitu: Pertama, di tahun-tahun mendatang People’s Liberation Army (PLA) akan muncul sebagai kekuatan regional dan global.

Ini tidak akan diposisikan secara ekslusif untuk misi pertahanan di sepanjang pinggiran langsung China dan kemungkinan akan diperlengkapi untuk melakukan operasi ofensif jarak jauh dari daratan China daripada di masa lalu. Sekarang dimungkinkan untuk membayangkan masa depan dimana militer China akan dapat memproyeksi kekuatan melawan AS, seperi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.

Kedua, PLA telah mempelajari dengan cermat perang negara lain, terutama yang dilancarkan oleh AS melawan musuh yang lebih lemah selama tiga dekade terakhir. PLA akan terus naik dan dengan cepat menutup kesenjangan militernya sebanding dengan AS.

Perang Pasifik, yang menampilkan banyak karakteristik yang menyerupai keadaan strategis dan operasional yang kemungkinan akan dihadapi China di tahun-tahun mendatang. Maka pengalaman dari sejarah Perang Pasifik layak untuk China mempelajari dengan cermat.

Ketiga, ada literatur ekstensif di China tentang Perang Pasifik. Sumber-sumber China, mulai dari studi PLA otoritatif hingga karya-karya ilmiah yang ditujukan untuk khalayak umum, telah membedah asal-usul, perilaku, dan pengakhiran konflik antar dua raksasa maritim didunia dalam Perang Pasifik.

Secara eksplisit China berusaha untuk mengambil pelajaran dari Perang Pasifik, karena pengalaman Perang Pasifik berhubungan dengan PLA, khususnya Angkatan Laut China kedepan.

2. Pembahasan

Sekretaris Jenderal Xi Jinping mengungkapkan visi ambisiusnya untuk PLA pada Kongres Partai ke-19 pada bulan Oktober 2017. Pada pertemuan itu, Xi berjanji “untuk menciptakan kekuatan yang kuat untuk mewujudkan Impian China (China’s Dream) dan dibutuhkan militer yang kuat.”

Xi menetapkan jadwal bahwa PLA pada dasarnya menyelesaikan modernisasinya pada tahun 2035 dan sepenuhnya berubah menjadi militer “kelas dunia”. Pada Kongres Partai ke-20, Xi menegaskan kembali komitmennya untuk meningkatkan PLA “standar kelas dunia.”

Sementara frasa “militer kelas dunia” masih belum didefinisikan. Istilah tersebut menyiratkan kesetaraan dengan Angkatan bersenjata AS. Militer kelas dunia juga berkonotasi kapasitas untuk memproyeksikan kekuatan jauh dari daratan China.

Untuk menjadi militer kelas dunia, PLA harus mempertimbangkan berbagai kontingensi, peran dan misi yang diemban jauh lebih luas daripada masa lalu. Modernisasinya PLA selama tiga dekade terakhir telah menyediakan beragam sarana baik personil maupun peralatan tempur.

Selain kemampuan anti-akses/penolakan area (A2/AD) yang tangguh, China juga melatih personilnya untuk berbagi tugas baik dekat ke China maupun teater yang jauh. PLA akan memiliki alat untuk secara selektif memproyeksikan kekuatan dan merebut medan strategis di seluruh Indo-Pasifik dan sekitarnya.

PLA yang semakin mengglobal juga menunjukkan bahwa perang lokal tidak akan terbatas secara geografis dan dapat meningkat secara horizontal ke teater ekstra-regional.

3. Penutup

PLA akan tumbuh dalam kekuatan dan keunggulan berskala lokal di Asia serta akan mendorong China untuk mengadopsi strategi ofensif yang dirancang untuk mengalahkan negara-negara garis depan yang lebih secara tegas.

Pada saat yang sama, perencana pertahanan China akan lebih banyak pilihan dalam pertempuran potensial melawan negara adidaya seperti Amerika Serikat. Dalam krisis atau perang di masa depan, PLA tidak akan tunduk secara defensif untuk menangkal akses saingan kekuatan besar di perairan lepas pantai China.

Sebaliknya, pasukan China akan menghadapi musuh mereka di medan perang dengan persyaratan yang jauh lebih setara daripada di masa lalu. Untuk mencapai status militer kelas dunia, China akan terus melakukan inovasi teknologi dan modernisasi peralatan perangnya.

Dengan kata lain, PLA kemungkinan akan memiliki pasukan modern yang dibutuhkan untuk melakukan kampanye ofensif bersama dan merebut komando laut di dekatnya, membanjiri negara-negara garis depan di seluruh Pasifik Barat dan membuka front baru di teater yang jauh dari tanah China.

Laut dekat yang dimaksud, yaitu Laut Kuning, Laut China Timur dan Laut China Selatan. Pentagon mengakui bahwa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN), secara numerik adalah Angkatan laut terbesar didunia dengan kekuatan keseluruhan sekitar 340 kapal perang berbagai jenis pada tahun 2035.

Menurut sumber Jane’s Fighting Ship tahun 2024, saat ini China memiliki: 14 kapal selam nuklir (SSN); 3 kapal induk (CV); 42 destroyer; 49 frigates; 62 corvettes; dan 21 amphibious warfare units. Sebagian besar kapal-kapal armada modern, melakukan banyak peran, dan dilengkapi dengan persenjataan dan sensor yang canggih.

Ini adalah fondasi dimana Angkatan laut China akan terus membangun kekuatan yang lebih besar dan lebih mampu dimasa depan. Frederick The Great, German Emperor, berkata: “Perang bukanlah urusan kebetulan. Banyak pengetahuan, studi dan meditasi diperlukan untuk melakukannya dengan baik.” (sumber: William A. Cohen, PH.D., New Jersey, 2001:hal.95).

(Penulis adalah Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Menhub, mantan Menpan-RB, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Dubes Itali dan Malta, mantan Gubernur Papua, dan pendiri Numberi Center)