Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi (net)
Oleh : Ambassador Freddy Numberi
Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan: “What preseved peace, even in Cold War Conditions, was balance of forces” (sumber: Douglas E.Schoen and Melik Kaylan, The Russia-China Axis, London, 2014: hal.11).
1. Latar Belakang
Dengan masuknya Iran sebagai anggota tetap Aliansi Militer Shanghai Cooperation Organization (SCO) pada tanggal 4 Juli 2023, berarti lengkaplah “Triple Axis” yang menghkawatirkan tatanan global, yaitu Rusia, China dan Iran. Ketiga negara ini masih memiliki arsenal nuklir yang cukup kuat. Rusia masih berkonflik dengan Ukraina, karena menginvasi dan menganeksasi Krimea. (sumber: Nino Oktorino, Jakarta, 2022: hal.109).
China masih punya kepentingan di Laut China Selatan (LCS) dan sedang berkonflik dengan beberapa negara anggota Asean, karena masalah di LCS. (sumber: Rupert Emerson, Boston, 1960: hal. 416) Iran menyerang Israel di kawasan Timur Tengah dengan mengirim rudal balistik Shahab3 dan Fatah 1 serta melumpuhkan radar Iron Dome (IMDO) milik Israel pada malam 1 Oktober 2024. (sumber: CNBC Indonesia, 2 Oktober 2024)
Amerika Serikat (AS) tidak bisa duduk pasif saja melihat porakporandanya tatanan global, “seperti seorang pria menonton dan menunggu guillotine disusun dan dijatuhkan untuk memacung kepalanya.” (sumber: Rupert Emerson, Boston, 1960: hal.228). Menurut penulis Matthew Brumer dalam bukunya “A Powerful Union, mengatakan, bahwa Rusia, China, Iran, India dan Pakistan dapat menyusun platform baru dan strategi yang kuat dalam aliansi militer SCO untuk menghadapi AS dan sekutu-sekutunya.
Rusia dan China adalah motor penggerak utama aliansi militer SCO secara regional maupun global. Rusia, China dan Iran memandang bahwa AS dengan politiknya “unilaterism” merupakan ancaman bagi kepentingan mereka secara global. (sumber: Douglas E.Schoen dan Melik Kaylan, London, 2014: hal.13).
2. Pembahasan
AS, Eropa Barat dan NATO harus meningkatkan kewaspadaan terhadap Rusia, China dan Iran (Triple Axis), karena berita koran halaman pertama di seluruh dunia adalah tentang perilaku mereka. Rusia di Ukraina, China di Laut China Selatan (LCS) dan Iran di Israel. 2 | 3 Dunia menyaksikan dengan ngeri, ketika Moskow yang keras kepala menghalangi AS dan Eropa untuk mencegah pembataian di Suriah selama bertahun-tahun. (sumber:https://www.themoscowtimes.com/2021/05/14/russian-troops-block-usmilitary-convoy-in-syria-a73890).
Blok NATO, AS dan Eropa Barat harus menghadapi kemungkinan Perang Dunia III (PDIII), jika mereka tidak berani intervensi terhadap Triple Axis tersebut. (sumber: Douglas E.Schoen dan Melik Kaylan, London, 2014: hal. 305). Menurut Douglas E.Schoen dan Melik Kaylan (London, 2014), Amerika Serikat harus membangun aliansinya di seluruh dunia untuk menata kembali tatanan global yang sedang menuju kehancuran, melalui langkah-langkah sebagai berikut :
(1) AS dan Uni Eropa harus menyelesaikan negosiasi tentang Kemitraan Perdagangan dan Investasi Trans-Atlantik, menciptakan Zona perdagangan bebas. AS dan Eropa harus menyatukan visi bersama dan berkomitmen pada hubungan yang erat dan saling menguntungkan;
(2) AS harus mendorong negara-negara anggota NATO untuk memperkuat kehadiran militernya di benua Eropa dan wilayah NATO lainnya. Secara bergilir, untuk mencegah para agresor;
(3) Tindakan AS yang kuat di Suriah, seperti meningkatkan upaya untuk pencegahan pengiriman senjata Iran ke Assad, akan menyakinkan sekutu-sekutu AS yang sedang konflik, seperti Turki dan Arab Saudi. AS harus mencegah Iran mendominasi wilayah Sunni dan lain-lain;
(4) Aliansi adalah pengganda kekuatan bagi AS terutama di wilayah Asia. Aliansi militer melalui sekutu-sekutunya di Asia, yaitu Jepang, Korea Selatan, Australia, Filipina dan Thailand merupakan landasan keamanan dan stabilitas di Asia-Pasifik. Terutama langkah-langkah menuju remiliterisasi yang bertanggung jawab dan AS harus mendukung sekutu-sekutunya di Asia-Pasifik dengan kekuatan militer yang tangguh dan kuat;
(5) Jepang dan Korea Selatan memiliki kepentingan bersama dalam memastiksa bahwa perairan teritorial dihormati oleh Angkatan Laut China yang berkembang pesat dan tidak menghormati serta memperhatikan masalah perbatasan suatu negara yang berdaulat dan diakui secara internasional. AS harus berperan sebagai fasilitator bagi Jepang dan Korea Selatan untuk mengkoordinasikan strategi Angkatan Laut bersama dan membangun kepercayaan diantara kedua negara, hingga mereka merasa nyaman untuk bekerja sama satu sama lain secara bilateral;
(6) Jepang dan Korea Selatan memiliki kepentingan yang sama dalam melindungi diri dari agresi Korea Utara. AS harus mengizinkan Jepang dan Korea Selatan untuk mengembangkan sistem pertahanan rudal gabungan mereka sendiri;
(7) AS harus memasang sistem pertahanan rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan yang punya kemampuan untuk mencegah rudal balistik, hal ini untuk melawan agresi Korea Utara dan menyeimbangkan kekuatan militer China yang terus meningkatkan kemampuan nuklir dan rudalnya.
3. Penutup
Negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS) tidak boleh menutup mata dan diam, seperti “pria menonton dan menunggu guillotine disusun dan dijatuhkan untuk memacung kepalanya”. Hampir 80 tahun yang lalu, sebuah tatanan dunia baru lahir dari reruntuhan Perang Dunia II (PDII), yang dibangun oleh kekuatan AS.
Hari ini tatanan dunia itu menunjukkan tanda-tanda kerentanan, dan bahkan mungkin runtuh. Krisis Rusia-Ukraina dan Suriah, konflik antara Iran vs Israel dan kepentingan China di Laut China Selatan (LCS) serta respons dunia yang suam-suam kuku membuat tatanan global menjadi porak poranda.
Rangkaian tujuan yang baru dan luas, harus mengubah kebijakan orientasi luar negeri Amerika Serikat, dalam menghadapi tiga “theater” sekaligus, yaitu: (1) Rusia di Ukraina, Eropa; (2)Iran di Timur Tengah; dan (3) China di Asia-Pasifik.
Pandangan Mark Hitchcock (2015), menegaskan bahwa rakyat AS menginginkan AS melakukan “pre-emptive attack” dalam menghadapi “Triple Axis” tersebut bila ada ancaman militer. Strategi baru tersebut, mengharuskan keterlibatan AS yang konstan dan meluas di masa depan dalam urusan tatanan global.
AS tidak boleh membiarkan “Triple Axis” berkoarkoar lagi, atau AS akan mengikuti jalan tragis yang sama lagi, yaitu jalan menuju Perang Dunia III (PD III). Presiden Barack Obama pada bulan Mei 2010, dalam National Security Strategy, mengatakan: “Memperkuat dan mengembangkan aliansi dan kemitraan global”.
Ini adalah landasan keamanan dan stabilitas AS dengan sekutu-sekutunya di seluruh dunia untuk membangun tatanan global yang baik dan terukur di masa depan. Seperti kutipan peribahasa Romawi kuno: “If you want peace, prepare for war (si vis pacem, para bellum)”. (Penulis adalah Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Menhub, mantan Menpan-RB, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Dubes Itali dan Malta, mantan Gubernur Papua, dan pendiri Numberi Center).