Mintarsih Ungkap Banyak Perusahaan Didirikan Purnomo Prawiro Sudah Bangkrut!

oleh
oleh
Dr. Mintarsih Abdul Latief, seorang psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), sekaligus pemegang saham besar PT Blue Bird. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, REPORTER.ID – Dr. Mintarsih Abdul Latief, seorang psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), sekaligus pemegang saham besar PT Blue Bird Taxi, membeberkan berbagai perusahaan yang didirikan Purnomo Prawiro telah mengalami kebangkrutan. Ia mengungkapkan bahwa banyak perusahaan berskala internasional yang dirintis oleh Purnomo, seperti Bohlam, Botanindo, Jadico, Tiara Biru, dan Tuna Indonesia, telah gagal bertahan dan bangkrut.

“Perusahaan-perusahaan itu, meski berencana menjadi besar, ternyata bangkrut. Bahkan grup Pusaka yang dulu memiliki logo ‘telur terbang’, kini sudah tidak berwujud lagi,” ujar Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/1/2025).

Ia menambahkan bahwa dirinya tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan tersebut. Bahkan, beberapa aset dari perusahaan Pusaka diklaim telah mengambil alih sumber daya PT. Blue Bird Taxi.

“Salah satu bukti, perbedaan pengelolaan antara Blue Bird Taxi dan grup Pusaka, justru memperlihatkan konflik kepentingan yang dilakukan oleh Purnomo Prawiro sebagai direktur,” bebernya.

Gugatab Rp140 Miliar yang Menghebohkan

Selain mengungkap dugaan kebangkrutan perusahaan, Mintarsih tengah menghadapi gugatan Rp140 Miliar yang diajukan oleh Purnomo pada 2013. Gugatan tersebut mencakup pengembalian gaji, tunjangan, dan dugaan pencemaran nama baik.

Mintarsih mengkritisi putusan tersebut yang dinilai tidak logis, terutama karena gugatan dilayangkan tanpa persetujuan seluruh pemegang saham. Ia juga menyoroti bukti yang digunakan dalam kasus itu, seperti kesaksian tunggal dari sekretaris pribadi Diana Novari Dewi, yang menurutnya tidak valid.

“Buktinya sangat aneh, hanya berdasarkan satu kesaksian yang tidak relevan. Selain itu, ganti rugi atas pencemaran nama baik diputuskan tanpa pembuktian konkret,” tegasnya.

Mintarsih juga mempersoalkan bagaimana putusan ini dapat menjadi preseden buruk bagi pekerja lain, di mana perusahaan bisa meminta pengembalian gaji berdasarkan alasan yang tidak masuk akal. Gugatan ini kini telah sampai pada tahap Peninjauan Kembali atau PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), dengan sidang yang berlangsung pada 10 Januari 2025.

Kesempatan tersebut, Mintarsih menambahkan bahwa nilai saham PT Blue Bird Taxi telah mengalami penurunan drastis, yang menurutnya dapat disebabkan oleh berbagai konflik internal dan dugaan manipulasi manajemen. Ia mempertanyakan apakah perusahaan akan mampu bertahan jika hukum ditegakkan secara benar.

“Jika hukum ditegakkan dan praktik-praktik manipulatif diungkap, apakah Blue Bird dapat bertahan? Saat ini saja sahamnya sudah menurun drastis,” pungkas Mintarsih.

Seperti diketahui, kasus ini (Mintarsih dengan PT. Blue Bird), terus menjadi perhatian publik, tidak hanya karena melibatkan jumlah gugatan yang besar, tetapi juga karena dampaknya pada reputasi PT Blue Bird dan masa depan dunia usaha di Indonesia. ***