JAKARTA,REPORTER.ID – Direktur PT Sino Indo Mutiara, Melliana Dewi, meminta perlindungan hukum di antaranya ke Ketua Komisi III DPR, Kapolri, Menko Perekonomian, Menteri Hukum, Menteri Kelautan dan Perikanan serta Gubernur Nusatenggara Barat (NTB).
Melliana ditetapkan jadi tersangka oleh Ditpolairud Polda NTB pada 10 Februari 2025 atas aktivitasnya sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang bergerak dalam bidang budidaya mutiara (pembesaran mollusca laut) di Perairan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam keterangannya kepada wartawan di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Senin (24/3/2025), Melliana mengatakan penetapan tersangka kepada dirinya janggal.
“Kami adalah perusahaan Penanamwn Modal Asing ( PMA). Sebagai perusaan PMA semua perizinan dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Kordinasi Penanaman Modal / Kementrian Investasi. Kami juga sudah punya izin dasar, seperti NIB, PKKPRL, izin dermaga dan beberapa izin lain seperti PBG dalam proses dan untuk izin lingkungan pejabat berwenang sudah turun ke lapangan melakukan survei ” jelas Melliana.
“Kami pun sudah patuh dan telah membayar pajak berupa PKKPRL untuk pemanfaatan ruang laut sebesar Rp1,3 M sesuai ketentuan,” kata Melliana.
Melliana mengaku, penetapan tersangka kepada dirinya sangat diskriminatif. Padahal seperti sudah beredar di pemberitaan, antara lain diketahui 90 persen tambak udang di NTB izinnya tidak lengkap seperti kami. “Di NTB ada perusahaan asing diduga izinnya juga izinnya tidak lengkap” katanya.
Menurut Melliana, ada perusahaan budidaya laut bahkan sudah diberikan Peringatan I,II,III oleh Dinas Kelautan dan Perikanan NTB yang ilegal. “Jelas-jelas dalam pemberitaan perusahaan itu dikatakan ilegal tetapi tidak ditindak oleh Ditpolairud,” ungkap Melliana kecewa.
“Sementara perusahaan kami belum pernah mendapat teguran sekali ditegur langsung dijadikan tersangka, saya minta keadilan, ” jelasnya.
Sejalan dengan itu investor perusahaan tersebut menduga ada indikasi oknum Ditpolairud yang meminta uang Rp500 juta dan meminta bagian (saham) di perusahaan. “Permintaan itu disampaikan lewat perantara beberapa kali,” ujarnya.
Melliana mengaku, kini operasional perusahaan terganggu. Dari sekitar 360 karyawan, kini tinggal sekitar 120 orang diantaranya terpaksa dirumahkan.
Untuk itu, demi kelangsungan usaha dan upaya mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, pihak perusahaan meminta keadilan dan perlindungan hukum kepada Kementerian dan Lembaga serta Kapolri dan Ketua Komisi III DPR RI.
“Untuk kepentingan mengurus perizinan, kami sampai merekrut asisten manajer khusus menangani perizinan berusaha sebagaimana ketentuan. Kami berusha patuh, karena kami ingin membuka lapangan kerja untuk masyarakat NTB dan juga mendukung hilirisasi dalam bidang bididaya laut seperti Asta Cita Pak Prabowo. Kami meminta keadilan,” pungkasnya.