JAKARTA, REPORTER.ID – Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memblokir ribuan nomor telepon yang digunakan oleh penagih utang atau Debt Colector/DC dari layanan pinjaman online (pinjol) ilegal mendapat dukungan luas. Namun, langkah tersebut dinilai baru permulaan dari pekerjaan panjang membenahi ekosistem keuangan digital yang semakin kompleks.
Konsultan keuangan dari Dahlan Consultant, Asep Dahlan saat dihubungi Selasa (14/5/2025) menyebut pemblokiran tersebut sebagai tindakan penting untuk meredam ancaman psikologis dari praktik penagihan ilegal.
“Ini langkah yang sangat dibutuhkan, mengingat teror dan intimidasi dari penagih pinjol ilegal sudah mengganggu kesehatan mental dan keamanan masyarakat,” katanya.
Meski demikian, Asep Dahlan menekankan bahwa permasalahan utama tak terletak semata pada nomor kontak yang digunakan debt collector, melainkan pada sistem digital yang masih membiarkan entitas ilegal menjangkau masyarakat dengan mudah.
“Jadi, selama aplikasi pinjol ilegal bisa diakses hanya lewat tautan di media sosial atau grup WhatsApp, pemblokiran nomor akan jadi solusi jangka pendek. Yang dibutuhkan adalah pembersihan sistematis di level platform, serta kolaborasi lebih erat dengan perusahaan teknologi,” ujarnya lagi.
Pria yang akrab disapa Kang Dahlan ini juga menyoroti rendahnya literasi keuangan sebagai celah yang kerap dimanfaatkan layanan pinjol ilegal. Menurutnya, sebagian besar korban berasal dari kelompok yang tidak terjangkau layanan keuangan formal atau kurang memahami risiko pinjaman daring.
“Literasi keuangan harus jadi prioritas nasional. Edukasi publik tak bisa hanya jadi program tambahan, tapi harus melibatkan sekolah, tempat ibadah, hingga komunitas lokal secara berkelanjutan,” tegasnya seraya mendorong OJK agar tidak sekadar bersikap reaktif, tetapi mulai menginisiasi regulasi proaktif, termasuk sistem verifikasi digital yang mampu memisahkan sejak dini antara entitas legal dan ilegal.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkap bahwa Satgas PASTI telah mengajukan pemblokiran terhadap 2.422 nomor kontak penagih pinjol ilegal kepada Kementerian Komunikasi dan Digital RI.
“Nomor-nomor ini sangat meresahkan karena digunakan dalam praktik penagihan tidak etis dan melanggar hukum,” kata Friderica. Ia menambahkan, selain pemblokiran nomor, OJK juga telah menghentikan 1.123 entitas pinjol ilegal dan mengungkap 209 penawaran investasi ilegal.
Sepanjang 1 Januari hingga 30 April 2025, OJK menerima 2.323 pengaduan terkait entitas keuangan ilegal, dengan 1.899 di antaranya berkaitan langsung dengan pinjaman online ilegal, sisanya menyangkut investasi bodong.
Sebagai bentuk penegakan hukum dan pengawasan terhadap pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), OJK telah menjatuhkan 55 peringatan tertulis kepada 49 PUJK, serta 23 sanksi denda kepada 22 PUJK dalam periode yang sama. Sanksi tersebut diberikan atas pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen, khususnya dalam penyampaian informasi yang tidak sesuai di iklan layanan keuangan.
Friderica juga menyebutkan bahwa sebanyak 93 PUJK telah melakukan penggantian kerugian konsumen selama periode Januari hingga April 2025, dengan total nilai ganti rugi mencapai Rp17,68 miliar dan 3.281 dolar AS. Langkah ini menunjukkan keseriusan kami dalam menjaga integritas industri keuangan dan melindungi hak-hak konsumen.
“Termasuk dalam aspek pengawasan pasar (market conduct), kami juga telah menginstruksikan penghapusan iklan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Tindakan ini dilakukan baik melalui pengawasan langsung maupun tidak langsung, guna memastikan PUJK mematuhi peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Program SICANTIK
Di sisi lain, OJK juga memperkuat upaya literasi dan inklusi keuangan, khususnya dalam sektor keuangan syariah. Salah satu inisiatif yang kini digalakkan adalah program Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS), yang melahirkan Duta Literasi Keuangan Syariah di berbagai daerah.
“Pemberdayaan masyarakat melalui edukasi keuangan berbasis nilai syariah menjadi prioritas kami, agar seluruh lapisan masyarakat mampu mengakses layanan keuangan dengan aman dan bijak,” tutup Friderica. ***