KUPANG, REPORTER.ID — Dalam kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi menyampaikan apresiasi atas capaian aparat penegak hukum di wilayah tersebut, sekaligus menyoroti sejumlah isu krusial yang dinilai membutuhkan transparansi dan ketegasan.
Kepada wartawan usai pertemuan dengan jajaran Polda NTT, Kejaksaan Tinggi NTT, dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTT pada Kamis (24/7/2025), pria yang akrab disapa Habib Aboe itu memuji keberhasilan Operasi Pekat Turangga yang digelar pada Mei lalu.
Apalagi, operasi tersebut tercatat berhasil mengungkap 92 kasus premanisme dan tindak kriminal, yang menurutnya merupakan bukti komitmen kuat dalam menjaga ketertiban umum.
“Ini capaian luar biasa. Operasi Pekat Turangga adalah wujud nyata aparat dalam menjaga keamanan masyarakat,” ujar Habib Aboe lagi.
Ia juga menggarisbawahi keberhasilan Polda NTT dalam mengungkap peredaran zat berbahaya jenis poppers, dengan barang bukti mencapai 14.000 botol. Bagi Aboe, penemuan ini menjadi alarm bahwa wilayah NTT bukan sekadar jalur transit, melainkan telah menjadi salah satu target distribusi narkotika.
“Tindakan tegas seperti ini patut kita dukung penuh. Peredaran zat berbahaya di wilayah timur Indonesia tak bisa dianggap remeh,” katanya.
Namun demikian, dalam forum yang sama, Habib Aboe menyampaikan keprihatinan atas kasus dugaan penyalahgunaan narkoba oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP FWLS, yang dinyatakan positif narkoba berdasarkan hasil tes urine. Ia menuntut kejelasan dari Polri terkait tindak lanjut proses hukum terhadap kasus tersebut.
“Ini soal integritas lembaga. Tidak boleh ada pembiaran. Transparansi dan penegakan hukum harus ditegakkan, tak peduli siapapun yang terlibat,” tegasnya.
Isu lain yang disorot Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan I itu adalah penyitaan tanah seluas hampir 100.000 meter persegi milik keluarga Konay oleh Kejaksaan Tinggi NTT. Menurutnya, lahan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap melalui putusan pengadilan sejak 1997. Ia mempertanyakan dasar hukum penyitaan tersebut, apalagi jika terjadi pergeseran perkara dari ranah perdata ke pidana.
“Saya ingin tahu, apakah proses penyitaan ini sudah sesuai prosedur? Sudahkah Kejati menghormati putusan pengadilan yang inkrah? Ini menyangkut prinsip supremasi hukum,” ucap Habib Aboe lagi.
Ia juga mempertanyakan koordinasi antara Kejati NTT dengan instansi lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Jika tanah itu disebut milik Kemenkumham, di mana buktinya? Apakah DJKN sudah mengeluarkan konfirmasi bahwa itu termasuk dalam Barang Milik Negara? Jangan sampai tindakan hukum ini jadi preseden buruk,” ungkap Habib Aboe.
Kunjungan kerja Komisi III DPR RI jni merupakan bagian dari fungsi pengawasan parlemen terhadap institusi penegak hukum di daerah. Habib Aboe menekankan bahwa akuntabilitas, transparansi, dan kepatuhan terhadap prosedur hukum merupakan kunci menjaga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. ***





