JAKARTA, REPORTER.ID — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyelesaikan analisis terhadap 122 juta rekening bank tidak aktif atau dormant yang sebelumnya diblokir. Seluruh rekening tersebut kini telah dikembalikan ke masing-masing bank. Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan terhadap penyalahgunaan rekening untuk tindak pidana keuangan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa pemblokiran dilakukan bukan untuk merampas dana nasabah, melainkan melindungi masyarakat dari risiko kejahatan keuangan seperti jual beli rekening, penggunaan nominee, transaksi narkoba, hingga tindak pidana korupsi.
“Proses analisis PPATK sudah selesai karena target awal kita memang Juli. Setelah mendapat 122 juta rekening, kita targetkan rampung bulan ini,” kata Ivan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Ivan juga mengingatkan masyarakat agar tidak memperjualbelikan rekening atau identitas pribadi. Menurutnya, praktik jual beli rekening kini makin marak di marketplace dan kerap digunakan untuk pencucian uang, termasuk dalam jaringan judi online (judol).
“Jangan sampai identitas atau rekening yang dimiliki dijual dan disalahgunakan oleh pelaku kejahatan,” tegas Ivan.
Apresiasi Langkah PPATK
Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Alhabsyi, menilai langkah PPATK tidak melanggar aturan dan justru menjadi upaya perlindungan bagi pemilik rekening. Ia menjelaskan bahwa proses pemblokiran tidak dilakukan sembarangan, melainkan melalui verifikasi status dormant yang diajukan oleh pihak bank.
“Yang diblokir itu rekening berisiko tinggi. Ini demi melindungi dana nasabah. Pemblokiran pun hanya sementara dan bisa dikembalikan bila tidak ada masalah,” ujar politisi PKS yang akrab disapa Habib Aboe itu.
Ia mencontohkan, jika seseorang dengan latar belakang petani atau pegawai biasa memiliki aliran dana mencurigakan hingga ratusan miliar, tentu layak untuk ditelusuri lebih lanjut. Habib Aboe juga menyinggung kasus di Ciamis, Jawa Barat, tahun 2024 lalu, di mana seorang tersangka berinisial TCA memiliki lebih dari 200 rekening yang dibeli dari masyarakat untuk menampung dana judi online senilai Rp356 miliar. Rekening-rekening itu kemudian dibawa ke luar negeri, seperti Kamboja, untuk keperluan tindak pidana.
“PPATK bersama OJK harus terus menjaga agar rekening dormant yang tak digunakan selama bertahun-tahun tidak dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Habib Aboe, kebijakan PPATK ini mampu menekan aktivitas judi online hingga 70 persen. Ia juga menyebut, dari data yang dihimpun, terdapat sekitar satu juta rekening yang terindikasi terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan 150 ribu di antaranya telah berhasil diidentifikasi. ***





