Dr. A. Effendy Choirie (Ist)
Oleh : Dr. A. Effendy Choirie
(Ketua Umum DNIKS)
Pendahuluan
Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, untuk mengenang jasa besar para ulama dan santri dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan. Momentum ini bukan sekadar seremoni, tetapi peringatan akan kontribusi nyata pesantren sebagai pejuang agama, pengusir penjajah, penjaga negara, dan kini menjadi pegiat kesejahteraan umat.
Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan keagamaan, melainkan juga pusat pergerakan sosial, politik, dan ekonomi yang berakar kuat dalam sejarah bangsa.
1. Pesantren sebagai Pejuang Agama
Pesantren berdiri atas semangat dakwah dan pendidikan Islam. Para ulama seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Idris Jamsaren, KH Mahfudz Termas, dan KH Khalil Bangkalan mendirikan pesantren untuk menjaga kemurnian akidah umat. Pesantren melahirkan ulama pejuang yang tidak hanya mengajar di ruang kelas, tetapi terjun ke masyarakat, menjadi pemimpin moral dalam melawan kebodohan dan ketidakadilan sosial.
2. Pesantren sebagai Pengusir Penjajah
Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari dan para ulama Nahdlatul Ulama mengeluarkan Resolusi Jihad yang menyerukan kewajiban mempertahankan kemerdekaan. Fatwa itu menegaskan bahwa membela tanah air dari penjajah adalah fardhu ‘ain bagi setiap Muslim Indonesia. Seruan ini memicu Perang 10 November di Surabaya. Ribuan santri dari pesantren Lirboyo, Tebuireng, dan Tremas membentukLaskar Hizbullah dan Sabilillah, berjuang dengan semangat jihad kebangsaan.
3. Pesantren sebagai Penjaga Negara
Pasca kemerdekaan, pesantren menjadi penjaga keutuhan bangsa. Ulama pesantren meneguhkan Pancasila sebagai dasar negara yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Mereka mengajarkan moderasi beragama (wasathiyyah), menolak ekstremisme dan liberalisme, serta menjadi peneguh moralitas bangsa di tengah polarisasi politik dan sosial.
4. Pesantren sebagai Pegiat Kesejahteraan Umat Kini pesantren juga berkiprah di bidang ekonomi dan sosial. Melalui Baitul Maal, koperasi santri, dan UMKM pesantren, lahir gerakan Santripreneur yang memperkuat kemandirian ekonomi umat. Pesantren mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf produktif untuk pendidikan gratis, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan masyarakat. DNIKS melihat pesantren sebagai mitra strategis dalam mewujudkan visi ‘Sejahtera untuk Semua’.
5. Tantangan dan Harapan Pesantren ke Depan
Modernisasi dan globalisasi menuntut pesantren beradaptasi dengan teknologi, ekonomi kreatif, dan literasi digital tanpa kehilangan jati diri keislaman. Santri masa depan harus menjadi ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama — menguasai ilmu agama dan ilmu dunia untuk membangun Indonesia Emas 2045 yang beriman, adil, dan sejahtera.
Penutup
Pesantren adalah akar kekuatan spiritual bangsa — pejuang agama, pengusir penjajah, penjaga negara, dan pegiat kesejahteraan umat. Melalui semangat Hari Santri Nasional, marilah kita meneguhkan kembali komitmen membangun bangsa dengan iman, ilmu, dan amal. Sebagaimana pesan KH Hasyim Asy’ari: ‘Jangan tinggalkan pesantrenmu, ilmumu, dan cintamu kepada tanah air.’ Pesantren adalahmercusuar peradaban menuju Indonesia yang sejahtera untuk semua.(Penulis adalah Ketua Umum DNIKS, Anggota DPR dari FPKB 1999–2013)





