JAKARTA, REPORTER.ID – Menko Polhukam Mahfud MD meminta DPR RI menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang merupakan RUU usul inisiatif DPR RI. Alasannya, karena pemerintah masih focus dalam penanganan Covid-19. Pemerintah menyarankan DPR memperbanyak dialog dengan semua elemen masyarakat guna menyerap aspirasi lebih mendalam.
“Terkait RUU HIP, pemerintah menunda untuk membahasnya dan meminta DPR sebagai pengusul lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi dulu dengan semua elemen masyarakat. Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkum-HAM diminta presiden untuk menyampaikan ini,” kata Menko Polhukam Mahfud MD dalam akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, Selasa (16/6/2020).
Sebelumnya diberitakan, DPR mengirimkan surat kepada pemerintah terkait persetujuan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan pembahasaan RUU HIP. Jika disetujui pemerintah, pembahasan RUU HIP akan dilanjutkan.
“RUU tersebut saat ini sudah menjadi usul inisiatif DPR dan sudah dikirimkan ke pemerintah. Sesuai UU 15/2019 tentang PPP (Penyusunan Peraturan Perundang-undangan), pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk setuju atau menolak pembahasan. Saat ini tidak ada pembahasan apa pun. Kalau nanti pemerintah setuju membahas, maka akan ditentukan di AKD mana RUU tersebut dibahas,” kata Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi saat dimintai konfirmasi, Senin (15/6/2020).
Ia mengatakan RUU HIP awalnya diusulkan oleh Fraksi PDIP. Dalam penyusunan program legislasi nasional (Prolegnas), RUU itu disepakati menjadi usulan Baleg.
“Usulan anggota fraksi PDIP, kemudian dalam penyusunan Prolegnas disepakati menjadi usul Baleg,” jelasnya.
Sementara itu PP Muhammadiyah mendesak agar pembahasan RUU HIP dihentikan. Muhammadiyah menilai RUU HIP tidak terlalu penting sehingga prmbahasannya tidak perlu dilanjutkan.
“Muhammadiyah mengatakan RUU HIP ini tidak urgen, dan berdasarkan analisis terhadap materi kami menggunakan batu uji UU 12 Tahun 2011, banyak materi dan bermuatan dan bertentangan dengan UU yang sudah ada dan bertentangan dengan UU yang ada di atasnya. Dan karena itu maka rancangan UU ini tidak perlu dilanjutkan pembahasannya pada tingkatan yang selanjutnya,” ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti di gedung PP Muhamamdiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/6/2020).
Seperti diketahui, RUU HIP menjadi polemik karena ada muatan trisila dan ekasila. Trisila yang dimaksud adalah sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan, sedangkan ekasila adalah gotong royong. RUU HIP juga menyulut kontroversi karena tak menyertakan TAP MPRS mengenai pembubaran PKI dalam konsideran ‘mengingat’ pada draf RUU tersebut.
Tap MPRS mengenai pembubaran PKI itu adalah Ketetapan MPRS RI No XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. Sejujurnya, pandangan fraksi-fraksi di DPR terhadap RUU HIP masih terbelah, belum menyatu.
Di tempat terpisah, Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta para anggota DPR RI tidak ngotot untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila. Sebab, Majelis Ulama Indonesia begitu juga organisasi masyarakat Islam seperti Muhammadiyah menolak RUU tersebut.
“DPR jangan keras kepala, semua ormas Islam dan umat Islam bahkan MUI dan Muhammadiyah sudah menolak,” kata Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif di Jakarta, kemarin.
Menurut Ma’arif, bila DPR tetap ngotot memaksakan dan melanjutkan pembahasan RUU HIP, maka alumni 212 akan mengawal maklumat MUI dengan mengajak umat untuk turun ke jalan mengepung kantor DPR dan MPR. Salah satu tuntutannya, mendesak MPR untuk memakzulkan Presiden Jokowi.
“Menuntut MPR makzulkan Jokowi karena melanggar Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang yang telah ada” kata Ma’arif. ***