KPK Minta Kepala Daerah Tak Poles Citra dengan Dana Covid-19

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID –  Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan dari sejumlah oknum kepala daerah yang mengambil kesempatan untuk meningkatkan citra diri di hadapan masyarakat dengan ‘membonceng’ penggunaan dana Covid-19 dari pemerintah pusat.

Dana penanganan Covid-19 dijadikan sarana sosialisasi diri atau alat kampanye, seperti memasang foto mereka pada bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat terdampak pandemi ini.

“Tidak sedikit informasi perihal oknum kepala daerah petahana yang hanya bermodalkan selembar stiker foto atau ‘spanduk raksasa’, mendompleng Bansos yang berasal dari uang negara, bukan dari kantong pribadi mereka,” tegas Ketua KPK Firli Bahuri, Sabtu (11/7/2020).

Selain tidak elok dilihat, hal itu tentu telah mencederai niat baik dan kewajiban pemerintah membantu rakyat di masa sulit ini.

Untuk itulah kata Firli diperlukan kehadiran penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sejak dini untuk mengingatkan dan memberi sanksi para petahana yang menggunakan program penanganan Covid-19 seperti bansos untuk pencitraan diri yang marak terjadi jelang pilkada serentak ini.

Padahal sanksinya bisa sampai pembatalan sebagai calon seperti termakjub pada Pasal 71 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang berbunyi, “Kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih,” jelas Firli.

Menurut Firli, demokrasi yang sesungguhnya mesti menyediakan ruang adu program untuk meraih suara pemilih, bukan memainkan segala cara untuk meraih kemenangan.

Penyalahgunaan juga bisa dilihat dari besar kecilnya permintaan anggaran penanganan Covid-19, di wilayah atau daerah yang ikut menyelenggarakan pilkada serentak.

Beberapa kepala daerah yang berkepentingan untuk maju, dipastikan mengajukan alokasi anggaran Covid-19 yang cukup tinggi. Padahal, kasus di wilayahnya sedikit.

Ada juga kepala daerah yang mengajukan anggaran penanganan Covid-19 rendah, padahal kasus di wilayahnya terbilang tinggi. Hal itu terjadi karena sang kepala daerah sudah memimpin di periode kedua sehingga tidak berkepentingan lagi untuk maju.

“Saya ingatkan, jangan main-main. Ini menjadi perhatian penuh KPK. Terlebih dana penanganan Covid-19 sebesar Rp905,1 triliun dari APBN maupun APBD, adalah uang rakyat yang harus bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *