JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik Program Organisasi Penggerak Kemendikbud yang lemah dalam proses verifikasi dan validasi. Sehingga mengakibatkan penolakan dari NU dan Muhammadiyah, dua organisasi massa terbesar di Indonesia yang telah mempunyai jasa mensejarah dalam menggerakkan dan mengelola pendidikan nasional.
Karena itu, HNW meminta Kemendikbud mendengar masukan dari masyarakat, termasuk dariI NU – Muhammadiyah, yang menyatakan bahwa program dengan anggaran Rp595 miliar tersebut seharusnya melibatkan lembaga yang kredibel dan telah terbukti berkontribusi dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
“Anggaran penggerak pendidikan ini jangan sampai jadi sekedar hibah untuk pihak swasta, yang belum jelas kontribusinya di bidang pendidikan. Pemerintah harusnya lebih hati-hati soal pemakaian APBN, ini era darurat corona,” tegas HNW di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Hidayat mengingatkan bahwa 30-40% pembiayaan negara di masa Pandemi ini berasal dari Utang, dikarenakan defisit yang semakin melebar hingga lebih dari Rp1000 triliun sesuai Perpres No.72/2020. Sehingga diperlukan langkah penggunaan anggaran yang hati-hati, efisien, tepat guna dan pruden. Terutama untuk program dengan anggaran yang melimpah.
Menurutnya, anggaran untuk Organisasi Penggerak Pendidikan sebesar Rp595 miliar di Kemendikbud adalah sangat besar, dibandingkan misalnya anggaran untuk Lembaga/Ormas di Kementerian Agama yang hanya sekitar Rp75 miliar.
Karena itu, politisi PKS ini meminta Kemendikbud lebih peka dan hati-hati, apalagi ditemukan ada beberapa lembaga yang berafiliasi dengan dana CSR Perusahaan. Seperti Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation, yang malah menerima “hibah” kelas gajah dari program ini.
Untuk itu, mundurnya NU dan Muhammadiyah dari program tersebut harus menjadi evaluasi serius bahwa ada yang tidak beres dalam proses dan pengambilan keputusan Kemendikbud RI. Apalagi kabarnya dalam proses verifikasi, tidak menggugurkan satu pun dari 183 lembaga calon penerima.
Memang perlu pemerataan dan keadilan. Tapi dalam konteks itu juga, mengabaikan peran NU, Muhammadiyah, dan beberapa ormas besar lain yang telah bergerak dan terbukti sukses di bidang Pendidikan sebelum Kemendikbud berdiri, adalah ketidakbijakan yang seharusnya tidak terjadi.
“Jangan sampai peran dan pendapat mereka diabaikan, dengan track record yang mensejarah itu tidak dipentingkan, apalagi ini untuk meningkatkan kuaalitas pendidikan dan guru, dengan menggunakan anggaran tinggi di masa pandemi. Justru melibatkan organisasi besar yang telah terbukti jasa dan kinerjanya dalam menggerakkan dan memajukan pendidikan seperti NU, Muhammadiyah dan lain-lain, justru akan lebih membantu Kemendikbud untuk merealisir program-programnya, dengan menghadirkan pendidikan dan tenaga didik yang lebih baik dan lebih maju, sekalipun di era darurat kesehatan pandemi covid-19 ini, ”.pungkasnya.