JAKARTA, REPORTER.ID – Proses rekrutmen pendampingan Program Keluarga Harapan (PKH) harus dilakukan secara adil, terbuka, dan bebas dari kepentingan politik. Sebab, program PKH adalah program pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga, sangat tidak bijak jika dimasuki oleh kepentingan politik temporal.
“Pendamping PKH itu sangat strategis. Tidak bisa dipungkiri selama ini sering dipergunakan sebagai alat. Alat untuk merekrut para pemilih. Yang didampingi itu kan masyarakat tidak mampu. Kalau dikasih bantuan bulanan melalui dana APBN, pastilah mereka akan patuh pada para pendamping. Jika pendamping mengarahkan untuk memilih satu partai tertentu, tentu itu bisa dilakukan, tegas Plt Ketua F-PAN DPR Saleh Partaonan Daulay, Rabu (5/8/2020).
Dalam konteks ini, seleksi pendamping PKH diharapkan dilakukan secara terbuka. Semestinya, tidak boleh ada kader partai politik yang mendaftar. Sebab, anggaran yang dipakai adalah anggaran APBN. “Masalahnya, ini menterinya kan dari partai politik. Bagaimana kita mau tahu bahwa seleksinya itu adil? Ini yang harus diperhatikan oleh semua pihak,” kata anggota Komisi IX DPR itu.
Menurut Saleh Daulay, tidak etis jika semua partai politik yang lolos ke parlemen meminta jatah pendamping PKH. Jika pun dianggap etis kata dia, pendamping itu dibagi secara proporsional disesuaikan dengan jumlah kursi hasil pemilu 2019.
“Pemenang pemilu itu kan tidak hanya yang suaranya terbanyak. Pemenang pemilu bisa juga diartikan yang lolos ambang batas parlemen. Jadi, yang lolos ke Senayan mestinya berhak juga dapat jatah pendamping PKH. Itu kalau mau dan rela PKH dimasuki kader partai. Kalau tidak, ya tidak usah ada intervensi dari partai politik. Biarkan saja seperti yang sudah jalan selama ini. Partai politik tinggal mengawasi pelaksanaannya,” pungkasnya.