JAKARTA, REPORTER.ID – Beberapa pihak kembali meminta pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda. Padahal Pilkada 2020 merupakan bagian dari agenda konstitusi UUD 1945. UUD 1945 menentukan Pilkada diselenggarakan secara demokratis. Pilkada yang demokratis mensyaratkan kepastian hukum tahapan penyelenggaraan (predictable procedures).
“Jika tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 tidak pasti, maka otomatis pemilu yang dilaksanakan tidak berlangsung secara demokratis, dan menunda Pilkada 2020 setelah tahapan pendaftaran yang sebentar lagi penetapan nomor urut itu sebagai pelanggaran konstitusional,” tegas praktisi hukum Ahmad Irawan, Senin (21/9/2020).
Menurut Irawan, sesungguhnya dari aspek konstitusional, tidak terdapat alasan konstitusional untuk menunda Pilkada 2020. Sehingga Pilkada 2020 tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan yang diatur oleh KPU selaku regulator dan dilakukan penegakan hukum serta terus menerus melakukan sosialisasi pelaksanaan pemilu pada masa pandemik.
Selain itu kata Irawan, menunda pilkada menurut penalaran yang wajar membuat politik lokal berada dalam situasi yang tidak pasti dan rentan konflik. Dimana pasangan calon juga mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena tidak adanya kepastian hukum.
“Jadi, hak memilih dan dipilih wajib dilindungi oleh Negara. Negara dan kita semua tidak boleh melupakan itu semuanya. Tidak bermaksud menyederhanakan resiko penularan covid-19, keputusan Pilkada 2020 pada bulan Desember merupakan keputusan konstitusional yang secara sadar telah kita ambil sebelumnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari penghormatan terhadap negara hukum dan demokrasi, menurut Irawan Pilkada pada bulan Desember harus tetap dilaksanakan.
Pasangan calon harus mendapatkan kepastian hukum dan tidak dibuat bingung serta terombang ambing dalam wacana penundaan Pilkada 2020. “Mereka harus mendapat kepastian menyambut tahapan kampanye Pilkada 2020. Mungkin Mahkamah Konstitusi (MK) jadi ruang yang perlu untuk menguji norma penundaan Pilkada 2020,” pungkasnya.