JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid berharap pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang tetap berlangsung lancar, damai, sehat, menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas dan partisipasi masyarakat yang meningkat. Kalau tidak, maka hanya incumbent, petahana yang diuntungkan.
“Ini pilkada di masa darurat pandemi, sehingga partisipasi masyarakat dikhawatirkan menurun. Karena itu, penyelenggara pemilu, partai politik, dan semua petugas harus mendukung dengan melakukan mobilisasi masyarakat ke TPS secara arif bijaksana,” tegas Gus Jazil – sapaan akrab Waketum DPP PKB itu.
Hal itu disampaikan dalam diskusi 4 Pilar “Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada 2020 Demi Selamatkan Demokrasi” di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (23/11/2020) bersama anggota Bawaslu RI Mochamamd Afifuddin, dan peneliti Perludem Nurul Amalia.
Lebih lanjut, Jazil mengakui jika pilkada tetap harus dilaksanakan di era pandemi covid-19 ini, karena konsekuensinya juga besar jika ditunda dengan akan adanya kekosongan 270 kepala daerah di 21 provinsi. “Jadi, mewujudkan kedaulatan rakyat dan menjaga keselamatan jiwa masyarakat sama-sama menjadi prioritas. Karena itu, pilkada harus dilakukan dengan disiplin proktokol kesehatan,” tambahnya.
Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura dan lain-lain juga tetap menggelar pemilu di era pandemi ini. Gus Jazil mengusulkan jika nanti ada TPS yang berpotensi menjadi klaster baru pandemi, maka bisa dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga. “Pola apapun harus dilakukan demi partisipasi pemilih,” ungkapnya.
Afifuddin juga mengakui jika banyak pelanggaran dalam proses kampanye pilkada sekarang ini, terlebih masyarakat menganggap kampanye tatap muka masih menjadi primadona. Ribuan surat peringatan sudah disampaikan sampai pembubaran kampanye, namun kata dia, Bawaslu tak memiliki kewenangan untuk mendiskualifikasi. “Bawaslu hanya bisa memperingatkan. Tapi, jika ada kerumunan tak terkait pilkada, itu urusannya satpol PP dan aparat kepolisian,” tambahnya.
Yang pasti kata Nurul Amalia menjelang 17 hari pilkada ini politik uang atau money politics meningkat di tengah melemahnya ekonomi, banyak pelanggaran netralitas ASN oleh Sekda setempat, intimidasi, iklan di media sosial di luar kontrol, rekrutmen KPPS yang kurang, kurangnya akses informasi bagi pemilih sehingga 43 persen pemilih tidak tahu jejak rekam calon, dan masih adanya keraguan masyarakat datang ke TPS.
“Kami merekomendasikan komitmen partai, KPU, dan Bawaslu untuk patuh pada protokol kesehatan, kampanye sesuai peraturan yang berlaku. Sebab, pilkada di era pandemi ini bukan saja menjadi tanggungjawab penyelenggara, tapi juga masyarakat pemilih,” pungkasnya.