JAKARTA,REPORTER.ID – Wakil Ketua MPR RI H. Jazilul Fawaid (Gus Jazil) menegaskan kalau pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) semacam Garis-Garis Haluan Negara (GBHN) sampai hari ini belum ada titik temu atau masih terjadi pro dan kontra antara dibentuk dalam konstitusi atau cukup UU.
“Sampai hari belum ada titik temu. Rekomendasi MPR RI itu sudah disampaikan ke fraksi-fraksi MPR dan Kelompok DPD, namun belum ada dorongan yang kuat pembentukan PPHN tetsebut. Baik apakah dalam konstitusi atau UU,” demikian Gus Jazil.
Hal itu disampaikan Gus Jazil dalam diskusi 4 Pilar MPR RI “Urgensi Pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara,” bersama pakar hukum tata negara Prof Dr Juanda di Gedung MPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (19/3).
Sememtara itu, pasca amandemen ke-4, MPR RI hanya memiliki kewenangan menjalankan rekomendasi. Diantaranya amandemen terbatas. Persoalannya kata Gus Jazil, amandemen terbatas itu, DPD juga mengusulkan penguatan kewenangan dan lain-lain.
Namun demikian lanjut Wakil Ketua Umum DPP PKB itu, kalau desakan rakyat kuat untuk amandemen konstitusi, atau pembentukan PPHN itu bisa saja dilakukan. Setelah itu MPR membentuk panitia kerja (Panja) dan selanjutnya diproses sampai pengambilan keputusan di MPR RI yang harus dihadiri oleh 1/3 anggota MPR dan disetujui minimal 50 persen plus satu.
“Jadi, kalau rakyat menghendaki bisa. Termasuk Presiden harus bertanggung jawab kepada siapa? Persoalannya sekaranh ini presiden dipilih rakyat. Bukan dipilih MPR RI dan presiden tak lagi menjadi mandataris MPR. Tapi, di sinilah terjadinya kebuntuan dan pro kontra itu,. Alhasil selama belum ada kehendak rakyat yang kuat, maka PPHN itu terus menjadi bahan kajian MPR,” jelas Gus Jazil.
Menurut Juanda, kalau benar PPHN itu urgen dan layak, lalu basisnya apa? “Kalau dalam bemtuk UU ada plus minusnya yaitu tak harus amandemen UUD NRI 1945 dan bisa mengikuti dinamika politik dan terjadinya politisasi ini yang nantinya menjadi kelemahannya. “Sehingga kalau tak ada kepentingan politik tak diubah dan sebaliknya,” ungkap Juanda.
Hanya saja kata Juanda, kalau PPHN itu masuk ke dalam UUD NRI 1945 maka konsekuensinya tidak main-main. Siapapun presidennya harus mengikuti haluan negara sebagai konstitusi. Dan, berlaku untuk semua lembaga negara, bukan hanya presiden. “Dengan begitu, maka PPHN itu untuk kepentingan negara. Kalau presiden dinilai menyimpang, MPR bisa jewer. Begitu juga lembaga negara lainnya,” tambahnya.
Hanya saja kalau tak ada sanksinya, cukup pertanggungjawaban moral, padahal tahun 1999 Gus Dur tak terbukti bersalah malah dilengserkan. “Jadi, kalau PPHN itu dibuat MPR harus ada konsekuensi yuridisnya, tak boleh mendua, yang justru bisa.mendistorsi kewibawaan MPR RI,” kata Juanda.