Pencurian Data Meningkat, DPR Optimis RUU PDP akan Selesai Tahun Ini

oleh

JAKARTA, -REPORTER.ID – Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Iqbal (FPPP) dan Muhammad Farhan (F-NasDem) sama-sama membantah jika alotnya pengesahan RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi) yang berlarut-larut pembahasannya di Komisi I DPR ini akibat masalah ‘rebutan’ anggaran. Melainkan masalah konsep lembaga pengawasan itu sendiri.

“Baik lembaga pengawas independen maupun lembaga pengawas di bawah Menkominfo RI sama-sama membutuhkan anggaran. Hanya saja kalau independen yang langsung bertanggungjawab kepada presiden itu akan lebih kuat,” tegas Iqbal.

Hal itu disampaikan Iqbal dalam forum legislasi ‘Nasib RUU PDP’ bersama anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan dan Staf Ahli Menkominfo RI Henri Soebijakto di Gedung DPR FI Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2021).

Dibentuknya lembaga pengawas independen itu agar tak ada intervensi dari manapun, mengingat tantangan yang dihadapi bersifat global. “Lembaga ini untuk jangka panjang dan pada masa sidang ini optimis akan selesai,” ujarnya.

Menurut Iqbal, apakah perlu waktu yang lama dan biaya besar itu tidak masalah demi melindungi data pribadi rakyat. “Bayangkan sebanyak 230.000 data covid-19 dicuri, 19 juta dari Tokopedia, 21 juta dari BRILife dan masih banyak lagi. Ini berarti bukan lagi krisis, tapi darurat penyelamatan data pribadi. Karena itu diperlukan UU PDP ini agar tidak dihacker, dicuri dan penyalahgunaan, ada sanksi pidananya,” ungkapnya.

Farhan menegaskan bahwa lembaga pengawas di bawah Menkominfo ini akan langsung bisa bekerja, tidak perlu proses lama, dan biayanya ringan. “Kalau lembaga baru prosesnya panjang, pembemtukan strukturnya, SDM-nya butuh waktu lama. Seperti PT. Freeport untuk bisa mengembalikam saham hingga 51 persen ini butuh waktu 11 tahun,” jelasnya.

Farhan ingin UU PDP ini memiliki induk seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan), KPK dan lain-lain. Sebab, bicara data ini tak ada habisnya. Sehingga harus diatur pengelolaan, penyimpanan, dan penyalahgunaannya ada sanksi pidana. “Itu berdasarkan hasil kajian akademis seperti di Eropa, meski ada pragmatisme dan skeptisisme,” katanya.

Maka, yang paling realistis lembaga itu ada di bawah Kemenkominfo RI. Hal itu karena lembaga ini agar langsung bisa bekerja dan butuh waktu cepat. “Jadi, dua pandangan ini antara pragmatisme dan idealisme. Kita harap lembaga itu bisa efektif dan efisien untuk membangun kredibilitas internasional,” jelas Farhan lagi.

Henri mengatakan, BSSN mencatat serangan cyber saat ini naik 5 kali lipat dibanding sebelumnya. Yang setiap harinya bisa mencapai 3 juta serangan (mallware dan atau prozzan). Seperti BPJS sebanyak 279 juta, tokopedia 91juta, BRILife 2juta, dan lain-lain. “Kita perlu lembaga yang kuat karena berhadapan dengan tantangan global. Dimana untuk infrastriktur saja butuh Rp15 triliun, maka kembalikan hak itu pada Presiden RI (Prrsidensil),” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *