JAKARTA, -REPORTER.ID – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mengaku kaget dengan kenaikan harga minyak goreng yang disebutnya cukup ekstrim di pasaran saat ini. Baik minyak goreng kemasan maupun minyak goreng curah. Bahkan kenaikan harga minyak goreng diperkirakan terjadi hingga kuartal I-2022. Harga normal Rp 18.000 per liter, menjadi Rp 22.000 per liter, dan setiap minggunya naik terus.
“Sulit untuk memahami fenomena pasar yang akan signifikan terhadap inflasi ini terjadi di negara yang memiliki perkebunan sawit terluas di dunia. Tidak mungkin ada fenomena pasar yang demikian ekstrim kecuali telah terjadi praktek Kartelisasi minyak goreng,” tegas mantan Ketua Kadin Bengkulu itu pada wartawan, Sabtu (4/12/2021).
Menurutnya, jika seperti ini, maka manajemen industri sawit dan pasar minyak goreng sama seperti yang terjadi pada industri minyak bumi dan bahan bakar minyak (BBM). Negara ini hanya mendapat manfaat sebagai penghasil CPO. Meski sudah terdapat ratusan industri minyak goreng dalam negeri.
“Walau karena CPO di pasar global sedang meningkat, seharusnya pemerintah melalui kementerian perindustrian dan kementerian perdagangan bisa mengendalikan jumlah ekspor CPO dengan kebutuhan dalam negeri. Di saat yang sama juga harus meningkatkan kapasitas dan volume tangki penampungan CPO,” tutur Sultan.
Pemerintah dan pengusaha sawit, lanjut Sultan, harus seimbang dalam mengatur suplay and demand dalam negeri. Melakukan ekapor CPO itu penting, tapi pastikan terlebih dahulu stok pasokan minyak goreng dalam negeri.
“Saya khawatir, justru para petani sawit kita juga harus menanggung beban pengeluaran yang lebih pada produk yang sumbernya berasal dari kebun mereka sendiri. Belum lagi pada sektor industri makanan dan Volatile lainnya, sehingga dampaknya akan ke mana-mana,” tambah Sultan.
Karena itu, ia menekankan pentingnya Negara harus memiliki cara untuk memaksa para konglomerat sawit dan industri minyak goreng bersedia memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri dengan harga yang telah ditetapkan, sebelum memenuhi permintaan pasar ekspor.
“Selain itu, kami minta Satgas pangan untuk aktif melakukan penelusuran dan pemantauan di setiap titik-titik produksi dan jalur distribusi Minyak goreng. Karena Sebentar lagi sudah memasuki bulan suci Ramadhan. Sehingga, Kita bisa mengendalikan trend kenaikan harga minyak goreng ini,” pungkasnya.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan kenaikan harga minyak disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah akibat produsen minyak goreng di Indonesia kebanyakan belum terafiliasi dengan kebun sawit penghasil CPO, sehingga produsen minyak goreng tergantung pada harga CPO global.
“Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng dipatok di angka Rp11.000. Saat penyusunan HET tersebut, harga CPO masih berkisar antara USD500-600 per metrik ton,” kata Oke.