LaNyalla Berharap DPD RI Bisa Mengusung Capres di Pemilu 2024

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan bahwa saat ini partai politik menjadi satu-satunya instrumen yang dapat mengusung calon pemimpin bangsa dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi satu-satunya yang dapat memutuskan undang-undang yang mengikat seluruh warga negara. Sedangkan DPD RI tak punya kewenangan tersebut.

Demikian LaNyalla saat membuka diskusi nasional kerja sama DPD RI dengan UIN Sunan Ampel Surabaya bertajuk “Urgensi Amandemen UUD 1945 Dalam Rangka Menuju Indonesia Maju”, di Gedung DPD/MPRV RI Senayan Jakarta, Senin (13/12/2021).

Padahal, lanjut LaNyalla DPD RI sebagai wakil dari daerah, wakil dari golongan-golongan dan wakil dari entitas-entitas civil society yang non-partisan, tidak memiliki ruang dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini.

Hadir Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Masdar Hilmy, Staf Ahli Jaksa Agung, Jan S Maringka, dan pakar hukum tata negara Refly Harun.

Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Masdar Hilmy mengatakan, bahwa amendemen bukanlah sebuah aib. Karena selama tercatat sudah 4 kali terjadi amendemen. Dimana proses amandemen sebagai sebuah proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya dia mendukung amendemen yang diwacanakan oleh DPD RI itu karena untuk kepentingan bangsa dan negara.

“Dalam konteks agama, sesungguhnya dalam konteks Islam, kita mengenal kemashalatan umum yang mendorong untuk selalu terjadinya perubahan-perubahan untuk menuju yang lebih baik. Termasuk dalam pelaksanaan amendemen, adanya perubahan, bukan sebagai sesuatu yang aib,” jelas Masdar.

Staf Ahli Jaksa Agung, Jan S Maringka juga mengatakan bahwa Kejaksaan sendiri telah menyerukan adanya amendemen konstitusi yang dapat mengatur posisi dan kedudukan dari lembaganya. Ia berharap, melalui amendemen, akan menghasilkan pengaturan yang lebih jelas mengenai Kejaksanaan dalam konstitusi, seperti yang adanya ketentuan mengenai lembaga-lembaga peradilan dan hukum lainnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Refly Harun menegaskan bahwa presidential treshold harus dihapuskan. Menurutnya, keberadaan presidential threshold 20 persen merupakan upaya dari oligarki dalam mempertahankan kekuasaan. Menurutnya, presidential threshold juga cara elite-elite politik untuk mendapatkan rente dari politik dengan cara menyewakan perahu kandidasi dalam pilpres.

“Ini adalah demokrasi kriminal, demokrasi yang dikuasai oleh para cukong, demokrasi yang berbiaya mahal. Ini yang membuat demokrasi kita demokrasi kriminal. Kita harus mengakhiri hal ini dengan mengajukan agar presidential threshold dinolkan, demikian juga di daerah,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *