Gayus Lumbuun : Putusan PN Jakpus Itu Sah, Harus Dihormati

oleh
oleh

Mantan Hakim Agung Prof. Gayus Lumbuun (net)

JAKARTA, REPORTER.ID – Putusan PN Jakpus Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang antara lain menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000,00 dan tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 menjadi perdebatan sengit antara mantan Hakim Agung Prof. Gayus Lumbuun dengan Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari dalam diskusi di Indonesia Lawyer Club (ILC) yang dimoderatori Karni Ilyas, Kamis (9/3) lalu.

Dalam debat tersebut, Feri Amsari beranggapan, PN Jakpus tidak berhak mengadili gugatan Partai Prima karena gugatan itu seharusnya diajukan ke PTUN. Di sisi lain, Prof. Gayus berpendapat, Pengadilan Negeri (dalam hal ini PN Jakpus, red) adalah  court of justice (pengadilan yang mengadili keadilan), sedangkan PTUN adalah court of law, yakni hanya mengadili produk undang-undang yang cocok untuk diputuskan.

Menurut Gayus, putusan PN Jakpus sah dan tidak ada yang salah dalam putusan itu, karena menyangkut rasa keadilan yang tidak diperoleh Partai Prima. ‘’Karenanya, Majelis Hakim memutuskan ada biaya pergantian yang harus dibayarkan oleh negara sebesar Rp500 juta. Dalam putusan ini artinya, sifat perkaranya inter parties (dua belah pihak), di mana Partai Prima merasa dirugikan oleh pihak lain yakni, KPU,’’ujar Prof Gayus.

Gayus menjelaskan, gugatan yang diajukan Partai Prima karena ada perbuatan melanggar hukum (PMH) yang dilakukan penyelenggara Pemilu yakni, KPU. Namun, terkait putusan tidak melanjutkan tahapan pemilu yang berimbas pada penundaan pemilu 2024, Prof Gayus memandang perlu diperjelas apakah itu ultra petita maupun ultra vires atau bagaimana?

Guru Besar Fakultas Hukum Unkris ini menjelaskan, ultra petita adalah suatu putusan yang melebihi tuntutan, sementara ultra vires adalah suatu tindakan yang dilakukan pihak melebihi kewenangannya. “Namun bila untuk kepentingan orang banyak, putusan ultra petita maupun ultra vires pun tidak bisa dipersalahkan karena pertimbangan hakim menyebutkan bahwa terjadinya penolakan pendaftaran oleh KPU telah menimbulkan kerugian bagi Partai Prima. Dengan gagalnya memenuhi syarat pendaftaran dikarenakan sistem yang disediakan KPU tidak berkualitas dan terjadi error, sementara KPU hanya memberikan waktu 24 jam, membuat banyak cabang-cabang Partai Prima tidak bisa memperbaiki data-data sebagaimana waktu yang ditentukan,” imbuh Prof Gayus.

Amsari nampaknya tidak puas dan mengeluarkan ‘jurus-jurus’ sejumlah Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Dia menyimpulkan, segala bentuk PMH yang berkaitan dengan kebijakan penyelenggara negara harus dialihkan ke PTUN, karena berkaitan dengan tindakan dan kebijakan badan penyelenggara negara. “Hak Partai Prima tidak boleh mengganggu hak ratusan juta warga negara Indonesia untuk memilih 5 tahun sekali,” kata Amsari.

Dengan bijak Prof Gayus menuturkan, “Hak seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh keadilan di pengadilan tidak bisa dihalangi. Dalam perkara ini, tepatnya di peradilan umum, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.’’

Gayus yang punya segudang pengalaman itu menjelaskan, Perma tidak cukup mengatur soal Pemilu saja, dengan mengesampingkan ketentuan lain yang ada dalam sebuah Undang-Undang. Semisal, pada Pasal 1365 UU KUHPerdata, yang dikarenakan kesalahan/kelalaian KPU sebagai lembaga pemerintahan. Sehingga wajar bila para pihak diadili oleh PN Jakpus untuk memperoleh keadilan. “Ini baru materi awal, belum masuk pada substansi perkara. Dan lagi, gugatan itu dilayangkan karena Partai Prima menilai bahwa upaya mereka mendaftar melalui sistem informasi partai politik (SIPOL) gagal karena error. Artinya, kesalahan ada pada pihak KPU. Karena itu, KPU harus memberi ganti rugi kepada Partai Prima, sesuai amar putusan majelis hakim,” jelas Prof Gayus.

Politisi PDIP ini lantas menyebut Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi, “Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya”. ‘’Itu yang digugat oleh Partai Prima,’’ tegas Gayus lagi.

Gayus yang mantan anggota Komisi III DPR ini menegaskan, putusan PN Jakpus terkait gugatan Partai Prima sah dan harus dihormati semua pihak, tanpa kecuali. Kalaupun ada perbedaan pendapat, itu sah-sah saja. Tidak perlu khawatir bagi yang memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan peraturan-peraturan khusus, seperti Perma dan lainnya. Masih ada upaya yang sudah diatur melalui instrumen hukum, yakni banding, kasasi, dan upaya selanjutnya yakni peninjauan Kembali atau PK,” tegas Prof Gayus.

Sebagai contoh, ujarnya, Balai Lelang Negara atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) seringkali digugat di PN dengan adanya kerugian yang timbul akibat kelalaian dan kesalahannya, yang menimbulkan kerugian bagi debitur dan kreditur. Gugatan terhadap pelaksanaan lelang sebagian besar karena perbuatan melawan hukum (PMH).

Senada dengan Prof Gayus, Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin dengan tegas meminta semua pihak untuk menghormati putusan PN Jakpus tersebut. Menurut dia,  putusan PN Jakpus tersebut hal yang biasa terjadi. Pengadilan negeri merupakan salah satu lembaga resmi negara sehingga apapun putusan yang dikeluarkan tetap harus dihormati. “Itu sih biasa saja ya. Pengadilan negeri merupakan salah satu lembaga resmi negara sehingga apapun putusan yang dikeluarkan tetap harus dihormati. “Apabila ada pihak yang tidak puas atau merasa dirugikan atas putusan dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum yang ada,” ujarnya. (HPS)

 

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id