PERNYATAAN BERSAMA INDONESIA DAN CHINA 9 NOVEMBER 2024 BANYAK MENUAI KONTROVERSI DI INDONESIA

oleh
oleh

Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi (net)

 

Oleh : Ambassador Freddy Numberi

 

1. Umum

Atas undangan Presiden China Xi Jinping, Presiden RI Prabowo Subianto melakukan kunjungan kenegaraan ke China pada tanggal 8-10 November 2024. Ini adalah keluar negeri yang pertama kali dilakukan oleh H.E. Prabowo Subianto setelah dilantik menjadi Presiden Indonesia.

Momentum kunjungan ini menunjukkan persahabatan yang mendalam dan saling percaya antara politik tingkat tinggi Indonesia dan China. Selama kunjungan ini, Presiden Xi Jinping dan Presiden Prabowo Subianto mengadakan pembicaraan dalam suasana ramah dan bersahabat. Kedua Presiden, bertukar pandangan tentang hubungan bilateral, serta isu-isu regional maupun internasional yang menjadi kepentingan bersama.

Kawasan Laut China Selatan (LCS) adalah tempat berpusatnya masalah teritorial mayoritas negara-negara ASEAN, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam. Hampir semua negara di kawasan ini memiliki sengketa wilayah, satu atau lebih dengan negara tetangganya. Kondisi ini semakin meruncing dan memburuk, ketika China mengklaim serta mereklamasi pulau-pulau termasuk karang-karang yang ada di kawasan laut LCS.

Presiden Filipina yang baru dilantik tanggal 6 Juni 2022, yaitu Ferdinand Marcos Jr. pada Jumat tanggal 8 November 2024, menandatangani 2 (dua) Undang-undang yang mendefinisikan perairan laut negara Filipina dan memberlakukan jalur tetap bagi kapal-kapal dan pesawat terbang asing.(Kompas.com, tgl 10/11/2024) Kebijakan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., telah memicu reaksi tajam dari China, yang kemudian memanggil Duta Besar Filipina yang berada di Beijing.

Kementerian Luar Negeri mengatakan, bahwa pemerintah China telah membatasi dan mengumumkan garis dasar laut teritorial China yang berdekatan dengan Huangyan Dao, nama China untuk Scarborough Shoal.

Pada tahun 2012, China telah mengambil alih Scarborough Shoal dari Filipina. Padahal Scarborough Shoal merupakan wilayah yang paling dekat dengan Filipina. China telah mengesampingkan keputusan Mahkamah Arbitrase Antar bangsa(PCA) bahwa klaimnya atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan (LCS) tidak memiliki dasar hukum sama sekali.

Pantas jika pengamat Tom Miller mengatakan: “yang benar adalah bahwa klaim kedaulatan kuno China di Laut China Selatan sebagian adalah omong kosong sejarah” (Tom Miller, China’s Asean Dream, London,2017:hal.158) Pernyataan bersama Indonesia-China banyak menuai kontroversi di Indonesia, antara lain :

  1. The Jakarta Post, tanggal 12 November 2024, Dewi Fortuna Anwar, salah satu pendiri Foreign Policy Community of Indonesia(PCI), mengatakan bahwa meskipun kementerian luar negeri Indonesia dapat membantu meredakan kekhawatiran didalam dan luar negeri, pernyataan tersebut masih merupakan “kesalahan serius”.
  2. The Jakarta Post, tanggal 13 November 2024, mengatakan: “Will Prabowo emulate Duterte’s approach to South China Sea?”
  3. BBC News, tanggal 13 November 2024: “Mengapa pernyataan bersama Indonesia-China soal Laut China Selatan dianggap analis sebagai blunder dan kemunduran”;
  4. Pakar Hukum Internasional dari UI, Hikmahanto Juwana pada tanggal 13 November 2024, menyoroti butir ke-9 dan mengatakan: “Kedua belah pihak mencapai kesepakatan bersama yang penting terkait pembangunan bersama di area klaim yang bertumpang tindih (overlapping claims)”.

Selanjutnya Hikmahanto mengatakan, Indonesia selama ini tegas menolak klaim China di Laut China Selatan, setelah Mahkamah Arbitrase Antar bangsa atau Permanent Court of Arbitration(PCA) di Den Haag pada tahun 2016 menegaskan klaim “Nine Dash Line” oleh China, tidak dikenal dalam UNCLOS 1982.

2. Negara-negara yang klaim di kawasan LCS

a. Kepulauan Senkaku

Diklaim oleh China dan Jepang. Wilayah ini merupakan rivalitas kedua negara tersebut. Masing-masing negara berkali-kali menugaskan kapal perangnnya untuk berpratroli dikepulauan itu. China malah lebih provokatif lagi dengan mengumumkan bahwa Kepulauan Senkaku menjadi bagian dari zona identifikasi penerbangan sipil mereka di kawasan LCS, seolah-olah menegaskan bahwa kepulauan itu merupakan bagian dari zona eksklusif mereka. Di bulan Agustus dan September 2012 ketegangan diantara dua negara meningkat. Ditandai dengan gelombang unjuk rasa anti-Jepang di China, termasuk didepan Kedutaan Besar Jepang di Beijing.

b. Kepulauan Spartly

Wilayah ini kaya dengan gas dan minyak, sehingga menjadi sengketa antara China, Filipina, Malaysia dan Brunei Darusalam. Negara-negara tersebut turut mengklaim wilayah perairan kepulauan ini.

c. Dangkalan Scarborough

Laut diwilayah ini sangat kaya dengan ikan, meskipun lokasinya lebih dekat dengan Filipina dibandingkan dengan China tetap saja diklaim oleh Beijing sebagai wilayah China. Pada April 2012 terjadi “insiden kecil” antara Filipina dan China terkait Dangkalan Scarborough.

d. Kepulauan Paracel

Wilayah yang kaya minyak ini menjadi eskalasi antara China dan Vietnam. Pada saat itu perusahaan minyak China CNOOC, memindahkan anjungan minyak raksasa miliknya di wilayah yang diklaim Vietnam sebagai Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) mereka. Kapal perang kedua negara tersebut sering kali berpatroli didekat anjungan minyak tersebut. Tindakan China itu dianggap sebagai ancaman serius bagi hubungan bilateral kedua negara. Kedua negara belum menyepakati garis batas wilayah itu.

e. Kepulauan Pratas

Wilayah ini diklaim Taiwan dan China meskipun dasar China mengklaim bahwa Taiwan secara keseluruhan adalah bagian dari wilayah China. Di kepulauan ini terdapat markas terluar militer Taiwan, sekaligus terdapat bandara sipil.

f. Kepulauan Natuna

Wilayah Kepulauan natuna ini berpotensi menjadi sengketa antara Indonesia dan China. Hal ini bisa terjadi karena China tetap menggunakan patokan “NineDash Lines” (sembilan garis putus) mereka, berpotongan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Kepulauan Natuna.

3. Penutup

Menurut Yanyan Mochammad Yani dan Ian Montrama, segala macam bentuk kerjasama, apakah itu wujud aliansi, koalisi, komunitas keamanan dan kemitraan strategis itu taboo bagi Indonesia. Selama ini, Indonesia menyatakan “politik luar negerinya bebas aktif”. (Quo Vadis Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, 2017:hal.8.).

Hal ini dibuktikan dengan disepakatinya kemitraan strategis dengan enam negara dalam bentuk kemitraan komprehensif strategis, yaitu Australia(2005), China(2005), Jepang(2006), Korea Selatan(2006), Amerika Serikat(2010), Jerman(2012).

Keseluruhan kemitraan khusus diatas adalah bentuk ketidak-konsitenan Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri bebas aktif yang bebas dari alignment. Kecuali politik luar negerinya diubah. Termasuk perjanjian kerjasama pertahanan yang ditanda tangani pada tanggal 24 Agustus 2024, menodai Indonesia yang menjadi panutan negara-negara ASEAN.

Ada 6 negara berdaulat yang klaimnya tumpang tindih di Laut China Selatan. Hal ini membuat negara-negara ASEAN lemah, karena klaim kedaulatan batas wilayah yang belum selesai sampai dengan tahun 2024 ini. Peter Hobson dan Lewis Jackson pada tanggal 12 November 2024 kepada media Reuters di Canberra, Australia, mengatakan: “Bahwa Filipina adalah korban agresi China”.

Dengan adanya keputusan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. yang menyatakan bahwa jalur pelayaran Filipina bebas bagi kapal-kapal dan pesawat asing tentunya sejalan dengan pihak Amerika Serikat (AS) bahwa jalur laut di LCS adalah “freedom for navigation” sesuai ketentuan internasional UNCLOS 1982. Hal ini harus diikuti oleh semua negara-negara yang tergabung dalam ASEAN dengan menyatakan Laut China Selatan adalah alur pelayaran yang bebas bagi kapal-kapal dan pesawat terbang asing. (Penulis adalah Mantan Menhub, Mantan Menpan-RB, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Dubes Italia merangkap Malta, mantan Gubernur Papua, dan Pendiri Numberi Center).