JAKARTA, REPORTER.ID – Wacana agar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dibawah kendali TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merupakan langkah mundur terbesar. Gagasan tersebut juga berpotensi menghapus capaian reformasi Polri, yang telah diperjuangkan bertahun-tahun.
Kritik ini dilontarkan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Al Habsyi melalui keterangan tertulisnya, Ahad (1/12/2024) merespon wacana penempatan Polri dibawah TNI maupun Kemendagri.
Sebelumnya, wacana serupa sempat dilontarkan oleh anggota Komisi III DPR RI dari F-PDIP Perjuangan, Deddy Sitorus. Dia mengusulkan penempatan Polri di bawah TNI atau Kemendagri sebagai solusi atas isu netralitas.
Lebih lanjut, menurut pria yang akrab disapa Habib Aboe itu, menempatkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI, adalah langkah mundur besar. Ini bertentangan dengan tujuan reformasi yang dirancang untuk menciptakan Polri yang independen dan profesional.
Dia menekankan bahwa sejarah telah membuktikan ketidakefisienan model serupa. Polri, yang pernah berada dibawah Kemendagri hingga tahun 1946 dan tergabung dalam ABRI hingga tahun 2000, tidak mampu beroperasi secara optimal sebagai lembaga penegak hukum yang bebas dari pengaruh politik.
“Pengalaman itu cukup menjadi pelajaran. Kita tidak perlu kembali ke masa lalu yang jelas-jelas memiliki banyak kelemahan,” tegas Waki Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu lagi.
Habib Aboe juga menilai, jika terdapat masalah internal di tubuh Polri, seperti keterlibatan oknum tertentu dalam politik praktis, solusinya adalah evaluasi dan pembenahan, bukan dengan mengubah struktur kelembagaan. Masalah seperti keterlibatan politik oknum Polri itu, harus diselesaikan melalui penguatan sistem pengawasan, akuntabilitas, dan kapasitas internal, bukan dengan menempatkan Polri di bawah Kementerian/Lembaga.
“Jadi, wacana ini dapat meningkatkan risiko intervensi politik terhadap institusi Polri,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKS itu, saraya menegaskan bahwa Polri adalah alat negara, bukan alat pemerintah atau partai politik tertentu.
Jika reformasi Polri dibalik arah, masih menurut Habib Aboe, bukan hanya netralitas Polri yang terancam, tetapi juga stabilitas hukum dan demokrasi di negara ini. Untuk itu, ia mengajak semua pihak untuk menjaga pencapaian reformasi Polri.
“Langkah ke depan harus fokus pada penguatan Polri sebagai institusi penegak hukum yang mandiri dan terpercaya, bukannya menempatkan Polri dibawah Kemendagri atau TNI karena gagasan tersebut justru berisiko membawa Polri ke arah yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. Ini bukan solusi yang visioner. Kita perlu melihat ke depan, bukan kembali ke masa lalu,” pungkas Legislator PKS dari Dapil Kalimantan Selatan (Kalsel) I tersebut. ***