Oleh: Ambassador Freddy Numberi, Laksamana Madya TNI (purn)
Rear Admiral Alfred Thayer Mahan, U.S. Navy, mengatakan: “Kekuatan laut pertama-tama terdiri dari Angkatan Laut dan Armada yang memadai; namun untuk memelihara Angkatan Laut, kita harus memiliki tempat yang sesuai di mana Angkatan Laut dapat berlindung dan diperbaiki maupun diperbaharui.” (Nalanda Roy, 2013: hal. 22)
1. Latar Belakang
China adalah negara besar dari Euroasia, yang panjang garis pantainya dari zona tropis hingga zona beriklim sedang. Negara ini memiliki salah satu posisi geografis yang paling menguntungkan didunia, dari sudut padang geopolitik. (Christopher Findlay, et.al., 2021: hal. 47)
Di ujung Selatan China, terdapat kawasan Laut China Selatan (LCS), yang luasnya 3 juta km2 dan yang dilalui oleh perdagangan dunia. LCS adalah laut marginal semi tertutup di Samudera Pasifik, yang berbatasan dengan China, Taiwan, Filipina, Brunai, Indonesia, Singapura dan Vietnam.(Yoshifumi Tanaka, 2019:hal. 2)
Jalur laut ini melewati Laut China Selatan dan menghubungkan Selat Malaka serta Singapura di Asia Tenggara dengan China, Jepang dan Korea Selatan, negara- negara industri pengimpor minyak utama di Asia Timur Laut. Jalur laut ini juga sering digunakan oleh Angkatan Laut terkemuka, terutama Amerika serikat (AS) dan semakin banyak digunakan oleh Angkatan Laut dan Coast Guard China. (Rudolf C. Severino, 2009: hal. 5) LCS merupakan pusat transportasi utama yang dilalui pengiriman barang dari dan ke Asia Timur. Rata- rata antarbenua 90% perdagangan dilakukan melalui jalur laut tersebut.
Secara khusus sumber daya energi menjadikan jalur tersebut sangat penting bagi Asia Timur dan jalur tersibuk didunia menghasilkan 3 triliun USD perdagangan setiap tahunnya. (Richard Q. Turcsanyi, 2018: hal. 32)
Selain untuk perdagangan laut, laut yang di LCS merupakan “rumah” bagi penangkapan ikan yang kaya dan potensi minyak dan gas bawah laut yang cukup besar. (Nalanda Roy, 2013: hal. 83)
China menglaim hampir seluruh kawasan laut di LCS dengan merujuk “nine-dash line” (sembilan garis putus-putus) pada peta resmi yang dicetak tahun 1948. (Rudolf C. Severino, 2009: hal. 13). Pada saat partai Komunis China (CCP) berkuasa di China pada tahun 1953, Chiang Kai-shek (1947-1998) melarikan diri ke Taiwan, kemudian Partai Komunis China di akhir tahun 1953 mengukuhkan dan mempertahankan serta mengubahnya menjadi bentuk “U” tidak terputus “U-shaped line”. (Nalanda Roy, 2013: hal. 96)
Salah satu isu yang paling sulit dan berdampak pada klaim kedaulatan dan sengketa di LCS adalah “nine-dash line” pada peta China, berasal dari tahun 1948. Garis ini juga dikenal sebagai “U-shaped line” atau “nine-dotted line”. (Nalanda Roy, 2013: hal.53).
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), menetapkan bahwa aturan delinasi untuk klaim teritorial yang tumpang tindih tidak berlaku bagi alasan historis atau keadaan khusus lainnya, yang membatasi laut teritorial kedua negara dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan dalam konvensi ini. (Nalanda Roy, 2013: hal. 83).
Pada tanggal 7 Mei 2009, China mengajukan Nota Diplomatik kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam hal ini Mahkamah Arbitrase yang berada di Den Haag, Belanda. Dalam Nota Diplomatik tersebut, pemerintah China sekali lagi menyatakan: China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas pulau- pulau di LCS dan perairan yang berdekatan, dan menikmati hak-hak kedaulatan dan yurisdiksi atas perairan yang dilingkup serta dasar laut dan lapisan tanah di sana. Penjelasan di atas secara konsisten dipegang oleh pemerintah China dan diketahui oleh masyarakat internasional. (Yoshifumi Tanaka, 2019: hal. 50)
Yoshifumi Tanaka, mengatakan: “Nine-dash line” hanyalah serangkaian sembilan garis putus-putus; tidak memiliki koordinat geografis tepat dan tidak terdistribusi secara seragam. Deskripsi geografis dari “nine-dash line” menjadi lebih rumit lagi karena urutan dan lokasi garis putus-putus bervariasi tidak sesuai dengan peta 1948 yang konsultasikan kepada Permanent Court of Arbitration /PCA. (Yoshifumi Tanaka, 2019: hal.52)
China Sendiri tidak bisa mengklarifikasi lanjut tentang hak historisnya yang terdapat dalam dokumen yang memuat “nine-dash line” pada tahun 1948 di LCS. Nota Diplomatik pada tahun 2016, China tidak mengakui Yurisdiksi Tribulal bahkan menolak keputusan yang diambil oleh Tribunal. (Gourdon Houlden, at.al, 2021: hal. 66-67)
Permanent Court of Arbitration (PCA) yang berada di Den Haag, Belanda, pada tahun 2016, menegaskan kembali bahwa klaim “nine-dash line” atau “U-shaped line” maupun “nine-dotted line” tidak dikenal dalam UNCLOS. Dalam kasus sengketa perbatasan di Laut China Selatan, peta-peta hanya merupakan informasi yang keakuratannya berbeda-beda dari satu kasus ke kasus lainnya dan tidak dapat dijadikan sebagai hak kepemilikan laut teritorial. (Yoshifumi Tanaka, 2019: hal.15)
Yoshifumi Tanaka, selanjutnya menjelaskan bahwa: UNCLOS tidak berisi ketentuan mengenai “hak historis”, juga tidak memberikan ketentuan apapun sehubungan dengan “Perairan Bersejarah”. Meskipun istilah “bersejarah” mengacu pada Pasal 15 dan 298 (1) dari UNCLOS, konvensi tidak memberikan ketetapan sehubungan dengan “hak historis” tersebut. (Yoshifumi Tanaka, 2019: hal.53-54)
2. Rangkuman Khusus
Pada awal pemerintahan Xi Jinping mengutarakan gagasan politik luar negeri China dalam hubungannya dengan Amerika Serikat (AS). Hubungan kedua negara dalam pandangan Xi Jinping harus didasarkan pada model baru hubungan antar negara besar di abad ke-21. Semangat dasar dalam hubungan internasional antara China dengan AS, meliputi:
a. Pengertian timbal balik disertai dengan kepercayaan strategis;
b. Menghormati dan menghargai kepentingan utama masing-masing pihak;
c. Kerja sama yang bermanfaat bagi kedua pihak;
d. Memperluas kerja sama dan koordinasi dalam masalah-masalah internasional
dan isu-isu global yang berkembang.
Model ini mendorong masing-masing negara untuk menghormati dan menghargai serta mengatasi tantangan global yang terus berkembang. Arah politik luar negeri China memasuki era pergeseran dari politik yang bersifat moderat menjadi politik yang lebih agresif, sebagaimana disampaikan Presiden China Xi Jinping dalam kongres partai komunis ke-19 pada bulan Oktober 2017. (Christopher Findlay, et.al., 2021: hal.42)
Dengan agresivitas China ini, Nalanda Roy berkata: China telah lama mengamati “Laut dekat” (Teluk Bohai, Laut Kuning, Laut China Timur dan Laut China Selatan) sebagai wilayah yang memiliki kepentingan strategis. Penetapan publik China baru-baru ini terhadap Laut China Selatan sebagai “kepentingan nasional inti”. (Nalanda Roy,2013: hal. 8)
Selain itu dari perspektif China, Laut China Selatan adalah satu-satunya laut yang mudah diakses dan perairannya yang relatif dalam, dengan demikian cocok untuk operasi kapal selam yang ekstensif. Oleh karena itu, kendali atas LCS merupakan prasyarat bagi China untuk dapat memproyeksi kekuatan militernya ke lautan terbuka. (Richard Q. Turcsanyi, 2018: hal. 33-34).
China telah mengejar 3 (tiga) tujuan penting dalam LCS yaitu, integrasi regional, kontrol sumber daya, dan peningkatan keamanan. (Nalanda Roy, 2013: hal. 21)
3. Penutup
Laut China Selatan (LCS) telah menjadi salah satu titik paling bermasalah dalam politik internasional dewasa ini, dan telah menjadi pemicu konflik berskala dunia antara Amerika Serikat dan China. Titik kritis ekonomi dunia dalam geopolitik kawasan Asia-Pasifik, dan tempat bertemu ekonomi dalam geopolitik.
Pentingnya kawasan LCS bagi ekonomi global yang dikombinasikan dengan situasi kompleks dari klaim tumpang tindih laut teritorial antara enam aktor utama yang terlibat langsung. (Richard Q. Turcsanyi, 2018: hal. 38)
Nalanda Roy, mengatakan: Dasar laut LCS mengandung minyak dan gas, serta pulau- pulau kecil yang strategis untuk pertahanan jalur laut baik untuk kekuatan besar maupun kecil. LCS secara umum, dan kepulauan Spratly dan Paracel pada khususnya, sangat penting secara strategis. Kedua pulau tersebut menawarkan potensi untuk kehadiran maritim yang kuat serta tempat berlindung dan melengkapi kembali pasukan Angkatan Laut didaerah tersebut”. (Nalanda Roy, 2013: hal. 22)
Jika ZEE di LCS ditutup untuk kapal-kapal militer, AS akan kehilangan akses ke pangkalan-pangkalannya dan sekutu-sekutunya di sekitar Asia. (Bill Hayton, 2014: hal.213)
Peta-1
Dengan China memperluas dan memperkuat pangkalan Angkatan Lautnya di LCS akan mempersulit Angkatan Laut AS, berlayar melalui jalur laut LCS, mengejar waktu berlayar ke pangkalan-pangkalan dan aliansinya di seluruh dunia(lihat Peta-2). Sebagai contoh, waktu berlayar dari suatu Gugus Tempur KapaL Induk AS dengan kecepatan rata-rata 15 knots dari San Diego ke Pearl Harbour adalah 6 (enam) hari. Dari Pearl Harbour ke Guam 9 (sembilan) hari, kemudian berlayar 5 (lima)hari meliwati LCS dan terus ke Selat Hormus memakan waktu 9 (sembilan) hari. Dari Baltimore ke Celah GIUK 8(delapan) hari.
Kunjungan kapal perang AS yang beroperasi di kawasan LCS sebagai pertanda kebebasan bernavigasi(freedom of navigation) sesuai UNCLOS Pasal 8, dinilai Beijing sebagai upaya AS melecehkan China dan militernya di kawasan LCS. (Leszek Buszynsky and Do Thanh Hai, The South China Sea,2020:hal,143)
Bill Hayton,mengatakan:”Jika JEE di LCS ditutup bagi kapal-kapal perang, AS akan kehilangan aksesnya ke pangkalan-pangkalan dan aliansi militernya disekitar Asia. (Bill Hayton, 2014:hal.213)
Robert Kaplan, salah satu pengamat militer di Pentagon, menyatakan bahwa perairan kawasan LCS dapat menjadi garis depan (perimeter) militer China beberapa dekade ke depan. Namun masih ada ketakutan yang sangat besar, bahwa ekspansionisme China untuk merebut “super power” di Asia-Pasifik, menggantikan Amerika Serikat.
China telah melanggar Declaration on the Conduct of the Parties in the South China Sea antara ASEAN dan China, yang ditandatangani di Pnom Penh, Kamboja, pada tanggal 4 November 2002.( Nalanda Roy, 2013: hal.69-70)
Dengan mereklamasi pulau-pulau dan karang-karang di LCS(lihat Peta-1), China juga telah melanggang kode etik dalam rangka “menahan diri” dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Perjanjian Persahabatan dan kerja sama di Asia Tenggara antara ASEAN dan China. (Brent Droste Sadler, 2023:hal.139)
Abraham Lincoln(1809-1865), Presiden AS ke-16, mengatakan: “Anda dapat membohongi semua orang beberapa saat; Anda bisa menipu sebagian orang sepanjang waktu; tetapi Anda tidak bisa membodohi semua orang sepanjang waktu. (Clinton Illnois,1858)
Jakarta, 02 Desember 2024