BARA YANG TAK KUNJUNG PADAM DI JANTUNG LAUT CHINA SELATAN

oleh
oleh

Laksamana Madya TNI (Purn)  Freddy Numberi,

 

Oleh: Ambassador Freddy Numberi,

Laksamana Madya TNI (Purn)

 

“If you want peace, prepare for war”. (Christopher Coker, 2013)

1. Pendahuluan

Adagium Romawi kuno ini, membuat China lebih agresif untuk mereklamasi LCS dalam rangka membangun pertahanannya. United Nations Convetion on the Law of the Sea (UNCLOS), menetapkan bahwa aturan delinasi untuk klaim laut teritorial yang tumpang tindih “tidak berlaku, karena alasan hak historis”, untuk membatasi laut teritorial negara dengan cara yang bertentangan dengan konvensi ini. (Nalanda Roy, 2013: hal.83).

Note Verbal yang dikirimkan China kepada PBB pada tahun 2016, terkait klaim China atas Laut China Selatan (LCS) termasuk dokumen penting yang memuat argumentasi dan posisi hukum China mengenai LCS. Note Verbal tersebut merujuk pada tanggapan China terhadap gugatan Filipina di Permanent Court of Arbitration (PCA) di Den Haag, Belanda.

Note Verbal dengan No: CML/8/2016, menyatakan bahwa China tidak mengakui Yuridiksi Tribunal dan menegaskan klaimnya atas “nine-dashed line” sebagai hak historis China. (Yoshifumi Tanaka, 2019: hal.152). Sebuah peta Laut China Selatan dengan “nine-dashed line” dilampirkan sebagai bagian dari Note Verbal tersebut.

Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, China secara resmi menggunakan “nine-dashed line” untuk mempertahankan klaim atas Laut China Selatan pada tahun 2016. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) sangat penting untuk sengketa teritorial di Laut China Selatan, karena digunakan sebagai hukum tandingan terhadap “nine-dashed line” yang diklaim China sebagai hak historisnya di LCS. China telah meratifikasi UNCLOS dan menandatangani pada 15 Mei 1996.

2. China mereklamasi Kep. Paracel dan Kep. Spratly

China secara sepihak mereklamasi pulau-pulau dan karang-karang di LCS untuk pertahanannya.  (1) Pulau Woody (Kep. Paracel). Mulai dibangun landasan pesawat terbang yang pertama sepanjang 2.400 mtr , dan tangki penimbunan minyak sedang dibangun,tanggal 16 April 2014. (2) Gaven Reefs (Kep. Spartly). Reklamasi sudah selesai dan dibangun infrastruktur, tanggal 27 Mei 2015. (3) Hughes Reef ( Kep. Spratly). Reklamasi sudah selesai dan dibangun infrastruktur, tanggal 27 Mei 2015.

(4) Cuarteron Reef (Kep. Spartly). Reklamasi sudah selesai dan dibangun infrastruktur, serta menara suar yang besar (largest lighthouse installed), tanggal 30 Mei 2015. (5) Johnson South Reef (Kep. Spratly) Reklamasi sudah selesai dan dibangun infrastruktur, serta menara suar yang besar (largest lighthouse installed), tanggal 10 Juni 2015. (6) Subi Reef ( Kep. Spartly). Reklamasi terus dilakukan dan landasan pesawat terbang kedua dibangun sepanjang 3000 mtr serta infrastruktur sedang dalam pembangunan, tanggal 3 September 2015.

(7) Fiery Cross Reef (Kep. Spartly). Reklamasi sudah selesai. Landasan pacu pesawat terbang ketiga sepanjang 3000 mtr sedang dibangun dan infrastruktur pendukung lainnya, serta pelabuhan, tanggal 3 September 2015. (8) Mischief Reef (Kep. Spartly). Reklamasi diteruskan. Direncanakan landasan pesawat terbang ke-empat sepanjang 3000 mtr akan dibangun dan infrastruktur pendukung lainnya, tanggal 8 September 2015.

Di samping itu klaim China juga masuk dalam Exclusive Economic Zone Indonesia, dalam hal ini di Kepulauan Natuna Utara. China juga secara sepihak memperluas dan memperkuat pangkalan Angkatan Lautnya di Laut China Selatan. Sumber: Ministery of Defense U.S.A., December 22, 2015. Juga perkembangan Ekspansi Angkatan Laut China di LCS. sumber: dimodifikasi dari Brent Droste Sadler, U.S. Naval Power in the 21st Century, Naval Institute Press, Annapolis, Maryland,2023 : hal.139

  1. Zhanjiang South Sea Fleet HQ. Ekspansi yang signifikan untuk penambahan kapal dan fasilitas pendukung pantai. 2. Yulin Submarine Base. Perluasan dermaga dan fasilitas pantai; untuk mengakomodasikan kapal selam tambahan dan kapalkapal dari kelompok tempur kapal induk. 3. Fiery Cross Reef. Pembangunan landasan pacu sepanjang 3000 mtr dan pelabuhan dengan panjang dermaga 1300 mtr, fasilitas pendukung logistik yang dilengkapi dengan senjata tetap (fixed weapon positions).
  2. Subi Reef. Pembangunan landasan pacu sepanjang 3000 mtr dan pelabuhan dengan panjang dermaga 1300 mtr, fasilitas pendukung logistik; ditambah dengan senjata tetap (fixed weapon positions). 5. Mischief Reef. Pembangunan landasan pacu sepanjang 3000 mtr dan pelabuhan dengan panjang dermaga 1900 mtr, fasilitas pendukung logistik yang dilengkapi dengan senjata tetap (fixed weapon positions).

Dengan China membangun “secara sepihak” di LCS dalam “nine-dashed line” tersebut, sesuai klaim “hak historisnya”, pada tahun 2016 yang diajukan China kepada PCA sesuai Note Verbal No.:CML/8/2016 menyatakan: (1) China tidak mengakui Yuridiksi Tribunal; dan (2) China menegaskan klaimnya atas “nine-dashed line” sebagai “hak historis China”. “Pusat gravitasi” sekarang berada di LCS, karena China punya kekuatan keuangan, kinerja kepemimpinan, kompetensi manajerial dan kemampuan militer. (Yuwono Sudarsono, 2013)

3. Perkembangan Militer

China memulai modernisasi kekuatan militernya dengan peningkatan anggaran militer yang signifikan menjadi sekitar 140 miliar dolar AS, yang digunakan untuk memodernisasi peralatan militer dan biaya pelatihan tentara.

Bahwa dengan pengeluaran kolosal seperti itu, China telah membuat pencapaian yang cukup besar dalam memiliki senjata berteknologi tinggi dan canggih, kemajuan yang nyata dalam pembuatan kapal selam, kapal induk, dan rudal balistik antar benua. (Imam Zarkachi, 2023). Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa dengan memperkuat kemampuan militernya, China menjadi lebih tegas di kawasan LCS ini sebagai negara kekuatan besar.

Di sisi lain, hal ini akan meningkatkan tingkat kekhawatiran negara tetangganya dan memicu potensi konflik dengan Amerika Serikat (AS). China telah berhasil mengembangkan postur militernya selama beberapa dekade dan kemungkinan besar akan terus berkembang. Namun demikian, kebangkitan sebuah negara menjadi kekuatan besar seharusnya tidak menyangkal tantangan di sekitarnya.

Oleh karena itu, kebangkitan China telah menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara tetangga, antara lain Jepang, Korea Selatan, ASEAN, Australia dan terutama AS (Waldron, 2005). Hal ini terutama karena China memproyeksi kekuatannya di LCS untuk menentang dominasi yang dipimpin oleh AS di Asia serta aliansinya, dalam hal sengketa teritorial kawasan LCS.

China tetap dengan pendiriannya dan melanjutkan dengan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengejar kepentingannya di LCS. Misalnya, memperkuat strategi militer “anti-akses/penolakan wilayah (A2/AD)” dari ancaman eksternal dengan mengerahkan lebih banyak Pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF) bersama dengan persenjataan berteknologi tinggi, dan melakukan latihan militer yang cukup besar dengan mengirimkan kapal perang ke Taiwan (Jung & Lee, 2017;Heath, 2017). Jika ketegangan meningkat dan China tidak dapat mengendalikan tindakan agresifnya dalam menangani sengketa ini, maka konflik militer kemungkinan besar akan terjadi.

Selain itu, tantangan lainnya adalah sengketa Laut China Selatan, yang dinyatakan sebagai isu yang paling panas dan konfliktual secara global (Rosyidin,2017) menyelidiki bahwa ketegangan di LCS yang disengketakan ini tidak semata-mata tentang potensi sumber daya alam yang ada di bawah laut, namun lokasi geografis yang strategis juga menjadi pertimbangan.

4. Penutup

Hingga tahun 2024, China memandang Laut China Selatan (LCS) sebagai perairan China, sehingga Beijing merasa berhak melakukan apa saja di kawasan yang sedang berada dalam sengketa internasional tersebut. ( Prof. Bambang Cipto MA,Yogyakarta,2018:hal.145). Deklarasi ASEAN tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan ditandatangani pada tahun 2002 oleh 10 negara ASEAN dan oleh China.

Tujuan deklarasi itu adalah untuk meredakan ketegangan, meminta semua negara yang terlibat untuk “menyelesaikan sengketa teritorial dan yurisdiksi mereka dengan cara damai” menahan diri dari menggunakan kekuatan. Deklarasi itu meminta pembentukan kode etik untuk “lebih mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah ini”, yang bagaimanapun, tidak pernah ditulis.

Kelemahan utama dari perjanjian tersebut adalah kenyataan bahwa perjanjian itu tidak mengikat, dan oleh karena itu dalam beberapa tahun terakhir banyak negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan telah menggunakan kekuatan bantuan militer. Kunjungan kapal perang AS di kawasan LCS(freedom of navigation) dinilai China sebagai upaya AS untuk melecehkan China dan militernya di LCS yang dianggap sebagai miliknya.

Beberapa analis percaya bahwa China sedang mengulur waktu, setelah memiliki militer yang kuat untuk menegakkan kedaulatan dan mengontrol sumber daya alam di LCS atas klaimnya itu, kemudian akan bernegosiasi dengan negara penggugat lainnya yang memiliki kekuatan militer lemah. Untuk saran solusi membangun pemicu (pelatuk) di kawasan Laut China Selatan, sangat penting untuk mengakhiri perselisihan.

Namun, tugas ini sulit dicapai karena organisasi Dewan Keamanan PBB, dimana China memiliki hak veto. 6 | 6 Memang benar bahwa China kemungkinan akan menolak resolusi yang tidak menjamin kedaulatan China atas semua wilayah dalam LCS, tetapi juga benar bahwa fokus utama dari semua negara adalah untuk mengurangi ketegangan yang tercipta dalam beberapa tahun terakhir, dan oleh karena itu, melalui negosiasi, semua pihak yang terlibat akan dapat mencapai kesepakatan.

Kepulauan di Laut China Selatan, dapat dibagi di antara para pihak yang bersengketa dengan berbagai cara, tetapi yang paling penting adalah memutuskan apakah klaim berbasis sejarah atau perjanjian hukum internasional lebih valid dalam menentukan kedaulatan, suatu negara atas suatu wilayah.  (Penulis adalah mantan Menhub, mantan Menpan-RB, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Dubes Indonesia di Italia merangkap Malta, mantan Gubernur Papua, dan Pendiri Numberi Center).  Jakarta, 12 Desember 2024