HERAN, MEMASUKI USIA KE-72 TAHUN IKAHI, KOK MASIH ADA HAKIM YANG MENCORENG NAMA BAIK PENGADILAN

oleh
oleh

BAMBANG KUSTOPO, SH, MH (Ist)

 

OLEH : BAMBANG KUSTOPO, SH, MH

 

IKATAN HAKIM INDONESIA (IKAHI) memperingati hari ulang tahunnya yang ke-72, hari ini, Rabu, 23 April 2025. Meskipun tanggal tepatnya 22 Maret 2025 lalu. Sebab, IKAHI dibentuk atau lahir pada 22 Maret 1953. Usia 72 tahun itu berarti IKAHI sudah sangat dewasa bahkan sudah usur. Mestinya mampu membedakan mana yang haq dan mana yang batil, namun ternyata masih ada oknum hakim yang berbuat konyol, mencoreng nama baik badan peradilan di Indonesia.

Malu. Kenapa? Karena baru-baru ini dunia peradilan di Indonesia bukan lagi diterpa gempa bumi, tetapi megatrust. Masih segar dalam ingatan kita, kejadian di Pengadilan Negeri Surabaya beberapa bulan yang lalu, di mana Majelis Hakim membebaskan terdakwa dalam kasus meninggalnya seorang wanita bernama Dini Sera Afrianti, usia 29 tahun, atas ulah Ronald Tanur yang juga pacarnya. Setelah beberapa kali sidang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutus bebas pelakunya.

Tak lama setelah itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi, di mana Mahkamah Agung menerima kasasi Penuntut Umum tersebut dan menyatakan Ronald Tanur bersalah sehingga dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun. Baru-baru ini dunia peradilan Indonesia tersentak lagi karena adanya megatrust jilid 2 (dua). Yakni putusan lepas (onslag) dari oknum Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kasus eksport minyak goreng mentah (CPO).

Sebenarnya, putusan bebas atau lepas dari kasus tindak pidana bukan hal yang tabu asal dipertimbangkan secara matang oleh Majelis Hakim yang memeriksanya.

Ada 5 (lima) syarat agar putusan itu mencapai rasa keadilan di masyarakat, yaitu:

  1. Ethos (penuh dengan integritas).
  2. Pathos (pertimbangan yuridis yang pertama dan utama ditonjolkan).
  3. Filosofis (berintikan rasa keadilan dan kebenaran).
  4. Sosiologis (sesuai tata nilai dimasyarakat).
  5. Logos (dapat diterima akal sehat).

Dengan kejadian “megatrus” tersebut maka jadi masalah. Yaitu menyebabkan akseptabilitas masyarakat terhadap putusan Hakim semakin berkurang atau semakin rendah. Hal ini dikarenakan Hakim tersebut kurang menguasai Hukum Acara baik perdata maupun pidana dan juga kurang mengimplementasikan “AUDI ET ABTERAM PARTEM”. Artinya, “mendengar kedua belah pihak” atau biarkan pihak lain didengar”. Ini prinsip dasar dalam hukum yang menjamin keadilan dan obyektivitas dalam peradilan.

Peringatan HUT ke-72 IKAHI dilaksanakan baik di pusat Mahkamah Agung, di tingkat Daerah Pengadilan Tinggi,  dan di Cabang pada setiap peradilan tingkat pertama.

Di tingkat pusat, Ketua Mahkamah Agung dalam sambutannya beliau sampai terisak-isak, menangis atas peristiwa “megatrust” sampai dua kali tersebut. Sementara peringatan HUT ke-72 IKAHI Tingkat Daerah Jawa Timur yang dihadiri para Hakim dari Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Militer Tinggi-III Surabaya, pengurus dan anggota Dharmayuktika Rini.

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya, Dr. Marsudin Nainggolan, S. H., M.H yang juga menjabat sebagai Ketua I Pengurus Daerah IKAHI JAWA TIMUR, menyampaikan sambutan “dengan thema Hakim Berintegritas Peradilan Berkualitas”. Bukan hanya slogan saja tetapi adalah refleksi dari komitmen kita sebagai penegak hukum yang tidak hanya menguasai peraturan, akan tetapi juga menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah masyarakat.

Hakim Indonesia harus menguasai semua peraturan, dan lebih penting dari itu, hakim juga harus mengimplementasikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, putusan yang dihasilkan seorang Hakim dapat diterima seluruh rakyat Indonesia.

Masyarakat Indonesia sangat mengharapkan pada tahun 2045 nanti benar-benar terjadi masa Indonesia emas dan hal ini harus didukung oleh badan peradilan yang Agung di Indonesia.

Tanpa adanya Peradilan Yang Agung, masyarakat Internasional tidak akan percaya dengan Indonesia. Jika itu terjadi, maka masa Indonesia emas tidak akan terjadi alias mundur lagi.

Apakah Peradilan yang Agung dapat dicapai oleh Indonesia di tahun 2045 nanti ? Kami sangat yakin Peradilan yang Agung dapat dicapai sebelum tahun 2045. Asal saja para Hakim di Indonesia dalam menjalankan tugasnya sudah menguasai, mampu menerapkan serta mengamalkan 5 (lima) hal tersebut di atas. Tidak ada lagi Hakim yang bekerja berdasarkan transaksional. Bila para hakim mampu membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dalam menjalankan tugasnya, maka tidak akan timbul lagi “megatrust jilid  3”. Semoga. (Penulis adalah Humas Pengadilan Tinggi Surabaya).