SETARA: Penggerebekan Pengedar Narkoba oleh Koramil di Bima Melanggar Hukum

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Penggerebekan pengedar Narkoba di Bima oleh Komando Rayon Militer (Koramil) 1608-04/Woha dan Unit Intelijen Kodim 1608/Bima menuai polemik dan mengundang kontroversi di ruang publik. Tindakan yang dilakukan oleh TNI tersebut melanggar hukum, sebab pemberantasan Narkoba secara yuridis bukanlah yurisdiksi TNI.

UU TNI, KUHAP, dan UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memberikan kewenangan apapun kepada TNI untuk melakukan penegakan hukum dalam pemberantasan narkoba. Penegakan hukum dalam pemberantasan Narkoba merupakan kewenangan kepolisian, BNN, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui koordinasi dengan Kepolisian dan BNN. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan oleh Komando Rayon Militer 1608-04/Woha dan Unit Intelijen Kodim 1608/Bima melanggar hukum.

Demikian dikatakan Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute di Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Dengan demikian, lanjut Hendardi, harus ada koreksi atas pelanggaran hukum tersebut agar tidak merusak tertib hukum (legal order). Dewan Perwakilan Rakyat dengan kewenangan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan seyogyanya memberikan teguran keras dan atau Panglima TNI. “Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan juga mesti melakukan tindakan yang dibutuhkan kepada Panglima TNI agar jajarannya tidak melakukan tindakan di luar kewenangan. Bukan kali ini saja TNI melakukan tindakan di luar kewenangan,” ujarnya.

Menurut Hendardi, Banalitas dan normalisasi pelanggaran hukum dalam bentuk tindakan ekstra yudisial oleh TNI, selain akan mengacaukan tertib hukum dan merusak tatanan negara hukum (nomocracy) juga akan melegitimasi tindakan elemen negara untuk melampaui hukum (beyond the law). “Jika aparatur negara dibiarkan mengambil tindakan di luar hukum, maka hal itu menjadi pendidikan publik yang buruk untuk mengabaikan hukum dan main hakim sendiri,” jelas Hendardi.

Di sisi lain kata Hendardi, alasan bahwa tindakan TNI untuk melakukan tindakan penggerebekan didasarkan pada laporan masyarakat, hal itu mesti mendorong Kepolisian RI (Polri) untuk melakukan otokritik dalam pelaksanaan penegakan hukum secara profesional untuk melayani dan mengayomi masyarakat serta mewujudkan keadilan.

“Partisipasi masyarakat merupakan elemen kunci dalam pemolisian demokratis _(democratic policing)_. Kepercayaan mereka terhadap institusi kepolisian harus terus dijaga dan ditingkatkan,” pungkasnya.