JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah menilai ada tiga persoalan mendasar yang harus diperbaiki oleh Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di periode kedua ini. Salah satunya adalah dapur pemerintahan yang tampak kacau karena tidak adanya sinkronisasi data yang akurat soal pemerintahan.
“Dapur pemerintahan saat ini semakin berantakan, masih kacau. Kalau dapurnya itu kuat, maka masakannya itu pasti nikmat. Tapi karena ini dapurnya nggak bener, maka baunya tidak sedap. Apalagi kalau dicicipi, maka akan berantakan itu,” kritik Fahri Hamzah dalam diskusi online bertajuk “Persepsi Publik Atas Kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf; Siapa Layak Direshuffle?”, Kamis (25/6/2020).
Mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu pun menyarankan agar Jokowi berkaca dari periode sebelumnya, sebab Jokowi dinilai sudah memiliki pengalaman yang mumpuni. Untuk itu, ia harus memilih jajaran orang terdekatnya yang tepat mulai dari lingkaran Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden.
“Kalau dapur bekerja baik, maka akan harum. Apalagi ini periode kedua, seharusnya Pak Jokowi sudah berpengalaman di periode pertama,” samnbungnya.
Hal demikian juga berlaku bagi operator. Menurut Fahri, operator ini berada pada tingkat Menko. Meski tidak berada dalam Undang-undang, akan tetapi jabatan ini diberikan presiden melalui Keppres. Fahri mengatakan seorang Menko harus bertanggungjawab sepenuhnya atas sektor yang dibawahinya.
“Seorang Menko ditugaskan mengkoordinir sektor, sehingga sektor ini deliver semua. Misalnya Menko Kesra, isu Covid-19 ini ada di tangan Menko Kesra, dia bertanggungjawab penuh atas sektor kesehatan, kemiskinan, atau kementerian sosial dan pendidikan dan semua sektor-sektor yang berat efeknya diterima negara pasca Covid-19. Tapi kita tidak melihat inisiatif yang kuat dari Menko Kesra ini,” kata Fahri.
Terakhir, Fahri mengatakan bahwa Presiden memerlukan adanya Penasehat. Di masa sekarang ini, ia menilai Presiden Jokowi hendaknya memfungsikan wakilnya Ma’ruf Amin menjadi penasehatnya di bidang agama. Dengan adanya penasehat ini, Presiden akan lebih tenang dan mampu bijak dalam mengambil sebuah kebijakan. Fahri menekankan, posisi ini layak diberikan kepada Ma’ruf Amin, terlebih merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia dan memiliki basis umat Islam terbesar di Indonesia.
“Presiden memerlukan penasehat agama, ketenangan jiwa, tausiyah pada orang itu. Presiden harusnya mengaktifkan KH Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia. Ini yang bisa menjadikan Presiden tenang, dan membuat keputusan dengan tenang juga,” pungkasnya. ***