Menagih Janji Bersih-Bersih Menteri BUMN

oleh
oleh
Kantor Meneg BUMN.

Namun, sejak dilantik jadi menteri pada Oktober 2019, hingga saat ini Menteri Erick Thohir setidaknya telah mengangkat 9 0rang tokoh parpol sebagai komisaris BUMN, mulai dari Pertamina, Bank Mandiri, BRI, Pelindo I, Hutama Karya, Telkom, hingga PLN. Ada sejumlah parpol yang sejauh ini mendapat jatah kursi komisaris BUMN. Ini adalah preseden buruk dalam pengelolaan BUMN.

Kedua, Menteri BUMN juga telah mengabaikan azas kompetensi dan prinsip pembagian kekuasaan dengan memasukkan unsur-unsur aktif TNI, Polri, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan, Kehakiman, serta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai komisaris BUMN. Penunjukkan semacam ini menurut saya telah mengacaukan sistem, baik sistem meritokrasi di dalam perusahaan negara, maupun mengacaukan sistem tata negara modern yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan.

Menurut data Ombudsman RI, saat ini ada 27 orang komisaris BUMN yang berasal dari TNI aktif, 13 orang dari Polri, 12 orang dari Kejaksaan, 10 orang dari BIN, dan 6 orang dari BPK.

Apa relevansinya tentara, polisi, jaksa, dan hakim yang masih aktif berdinas dijadikan komisaris BUMN?

Lagi pula, penunjukkan semacam itu juga melanggar undang-undang. UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 47 ayat (1) dengan jelas yang menyatakan bahwa tentara hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan, menurut temuan Ombudsman, mayoritas TNI yang menjabat komisaris BUMN status kedinasannya masih aktif. Hal serupa juga berlaku bagi anggota polisi, sebagaimana diatur oleh UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menariknya, hampir semua aparat penegak hukum tadi dijadikan komisaris di perusahaan-perusahaan migas dan tambang, seperti Pertamina, Bukit Asam, atau Aneka Tambang.

Ketiga, terjadinya rangkap jabatan komisaris BUMN secara massif dan kolosal. Akhir bulan lalu Ombudsman merilis temuan soal 397 kasus rangkap jabatan yang terjadi di kursi komisaris BUMN, serta 167 kasus rangkap jabatan yang terjadi di anak perusahaan BUMN. Angka itu jelas masif dan kolosal.

Dari angka tersebut, menurut Ombudsman, 254 di antaranya merangkap jabatan di kementerian, 112 orang merangkap jabatan di lembaga non-kementerian, dan 31 orang merangkap jabatan sebagai akademisi. Menurut catatan Ombudsman, ada lima kementerian yang pegawainya mendominasi rangkap jabatan komisaris BUMN, yaitu Kementerian BUMN (55), Kementerian Keuangan (42), Kementerian Pekerjaan Umum/Perumahan Rakyat (17), Kementerian Perhubungan (17), Kementerian Sekretariat Negara (16), dan Kementerian Koordinator (13).

Menanggapi temuan Ombudsman tersebut, saya baca Menteri BUMN hanya berkilah semua itu sudah lama terjadi. Pernyataan semacam itu tentu saja sangat mengecewakan. Apalagi bagi orang yang pernah berjanji hendak melakukan bersih-bersih BUMN.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *