JAKARTA, REPORTER.ID – Jeirry Sumampow Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) menyayangkan Pendaftaran Pasangan calon kepala daerah (Cakada) mayoritas mengabaikan protokol kesehatan. Sebab, jika hal itu dibiarkan justru akan menambah klaster baru penularan Covid-19.
“Paslon seolah tak merasa ini sebagai satu persoalan serius yang perlu dipatuhi. Sehingga kita tak mendengar ada paslon yang melarang pendukung untuk hadir. Malah berkilah bahwa para pendukung datang secara sukarela,” tegas Jeirry, Selasa (8/9/2020).
Karena itu, ia berharap ada perbaikan dan penegasan agar itu tak terjadi dalam tahapan kampanye dalam waktu dekat ini. Apalagi tak difasilitasi dengan APD. “Ini harus menjadi catatan evaluatif bagi semua pihak yang punya kewenangan terkait protokol Covid-19, bukan hanya Penyelenggara Pemilu,” ujarnya
Menurut Jeirry,
ketidakpedulian Paslon terhadap protokol kesehatan dari pendukungnya menunjukkan bahwa Paslon tak peduli dengan keselamatan pendukung. Paslon tak peduli apakah pendukungnya sendiri terkena Covid-19 atau tidak.
“Yang penting pendaftaran mereka harus rame untuk membentuk image bahwa mereka layak dipilih, karena didukung oleh massa yang banyak. Ini bisa jadi ukuran kapasitas dan kepedulian Paslon terhadap persoalan rakyat banyak. Bagi saya, paslon yang tak peduli protokol keselamatan pendukungnya tak layak dijadikan kepala daerah,” jelas Jeirry.
Ditambah lagi kepedulian penyelenggara pemilu terhadap protokol Covid-19 juga masih kurang. Seolah Protokol Covid-19 itu bukan tanggung jawabnya. Sehingga tak bisa tegas melakukan tindakan, mauoun sanksi. “Siapa yang sebenarnya yang punya kewenangan menegakkan aturan dalam Pilkada? Lalu, bagaimana menegakkannya? Ini yang perlu diperjelas ke depan. Sebab, jika tidak maka Pilkada akan menjadi kluster penularan Covid-19, yang membahayakan keselamatan pemilih,” ungkap Jeirry.
Karena itu, ia minta pendaftaran itu menjadi evaluasi bersama semua pihak terkait dengan disiplin protokol Covid-19. Sehingga perlu segera dilakukan pertemuan evaluasi antara KPU, Bawaslu, Kemendagri, Satgas Covid-19, dan Kepolisian untuk membicarakan hal ini.
“Harus diperjelas bagaimana menerapkan aturan terkait protokol Covid-19, Siapa yg harus melaksanakannya dan bagaimana menerapkan itu secara tegas dalam tahapan pilkada. Jika tidak maka Pilkada ini akan gagal total karena secara langsung jadi ajang penularan Covid-19 secara masih,” kata Jeirry.
Menurut Jeirry, Pilkada harus tetap berjalan. Dan tak etis mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus pencalonan. Apalagi rakyat berada dalam ancaman bahaya Covid-19. “Jadi, ke depan yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran pemilih untuk patuh dan disiplin menggunakan APD dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk jika mereka mau berpartisipasi dalam Pilkada. Selama kesadaran itu terbangun, maka Pilkada akan sehat dan berjalan baik,” pungkasnya.