JAKARTA,-REPORTER.ID – Kabar bahwa China akan membeli vaksin dari negara lain perlu didalami. Pasalnya, kabar tersebut bisa berdampak secara sosiologis di tengah masyarakat.
“Ada kesan bahwa vaksin produk China tidak dipakai negaranya. Malah, China menghabiskan anggaran yang cukup besar untuk mengimport vaksin dari negara lain. Kan agak aneh ya. Mereka punya vaksin sendiri, tapi beli ke tempat lain. Dari sisi keamanan dan keuangan, tentu itu kurang menguntungkan,” demikian anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, Jumat (18/12).
Namun demikian, pendalaman terhadap masalah ini harus dilakukan secara fair. “Bisa saja, import vaksin yang dilakukan China adalah juga bagian dari kerjasama akademik yang sudah ditetapkan sebelumnya. Ini tentu tidak begitu sulit untuk ditelusuri jika rekam jejak masing-masing produsen vaksin yang ada dapat diungkap,” kata Plt Ketua FPAN DPR itu.
Kalau bentuknya kerjasama lanjut Saleh, bisa saja dilakukan. Sama seperti kerjasama antara Biofarma dan Sinovac. “Kita akan memproduksi sendiri vaksin merah putih. Namun, pada saat yang sama kita akan mengimport vaksin dari China untuk kebutuhan nasional. Import vaksin dilakukan mengingat jumlah dosis yang dibutuhkan sangat besar,” tambahnya.
Selain masih menunggu waktu yang agak lama menurut Saleh, kapasitas produsen vaksin untuk memproduksi vaksin pun terbatas. “Itu yang menjadi dasar pemerintah kita menjalin kerjasama dengan produsen vaksin dari berbagai negara,” jelasnya
Dalam konteks seperti ini, menurut Saleh, masyarakat tidak perlu terlalu curiga. Silakan saja ditelusuri lebih jauh kerjasama China tersebut.
“Harapannya, asumsi-asumsi negatif dapat dihindari. Sehingga, tingkat kepercayaan pada vaksin produksi China tetap dapat dipertahankan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan perusahaan farmasi China, Shanghai Fosun Pharmaceutical Group Co Ltd, berencana membeli 100 juta dosis vaksin COVID-19 buatan Pfizer dan BioNTech.
Vaksin Pfizer, yang 95 persen efektif dalam uji klinis, akan digunakan di China daratan pada 2021 jika vaksin Corona tersebut telah mendapat persetujuan untuk digunakan sebagai senjata dalam melawan Virus Corona.
Dikutip dari situs berita Nikkei Asia pada Kamis, 17 Desember 2020, untuk pasokan awal 50 juta dosis vaksin COVID-19 Pfizer, Fosun akan melakukan pembayaran di muka kepada BioNTech sebesar 250 juta Euro atau setara dengan Rp4,3 triliun pada 30 Desember 2020.
Sedangkan sisanya akan dilunasi setelah adanya persetujuan terkait regulasi.
Ketua dan CEO Fosun Pharma, Wu Yifang mengaku senang lantaran dapat mencapai kesepakatan pasokan vaksin COVID-19 dengan BioNTech.