
Oleh: Edi Homaidi (Ketua Umum Kaukus Muda Indonesia – KMI)
KOMISARIS Jenderal (Komjen) Polisi Listyo Sigit Prabowo telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI sebagai Kapolri pengganti Jenderal Pol Idham Aziz yang akan pensiun awal Feburai nanti, setelah melalui fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan yang digelar Komisi III DPR RI. Jenderal bintang tiga yang saat ini masih menjabat Kabareskrim Polri itu, kini tinggal menunggu dilantik dan diambil sumpahnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kabarnya, sebagaimana dijelaskan Sekjen DPR RI Indra Iskandar saat mengantar Surat Persetujuan DPR RI Nomor PW/009-58/DPR/1 Tahun 2021 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kapolri, kepada Presiden Jokowi, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, pelantikan serta pengambilan sumpah Kapolri sebelum tanggal 30 Januari 2021, sesuai batas masa tugas Jenderal Pol Idham Azis sebagai Anggota Polri.
Nama mantan Kapolda Banten itu memang dinilai layak untuk menggantikan posisi Idham Azis, karena sangat populer di jagat maya, bahkan kerap diperbincangan banyak orang karena sikap dan keberaniannya membongkar sejumlah kasus kakap. Bahkan, Sigit kerap disorot publik lantaran sikapnya yang berani dan tak pandang bulu dalam menegakan hukum.
Jauh sebelum menjabat Kabareskrim, sosok Listyo Sigit memang memiliki rekam jejak (track record) dan prestasi yang menonjol. Bahkan, track record, jam terbang, serta reputasinya tak dapat diragukan untuk melakukan pendobrakan reformasi secara radikal di tubuh Polri.
Sejak menjabat Kabareskrim (Badan Reserse dan Kriminal) Polri, kinerja Sigit terbukti berhasil menjawab keraguan publik, karena dinilai berhasil mengembalikan marwah institusi Kepolisian yang kerap dipersepsikan sebagai institusi “buruk rupa”. Sepak terjang Listyo Sigit, belakangan memang mencuri perhatian publik. Keberhasilannya menangkap buronan kelas kakap kasus BLBI, Djoko Tjandra menuai pujian dan apresiasi dari pelbagai pihak. Tak tanggung, Sigit juga berani mengungkap petinggi Polri yang terlibat dalam kasus kakap tersebut tanpa pandang bulu. Karena itu, publik banyak berharap Listyo Sigit terpilih menahkodai Kops Bhayangkara.
Sigit bukan saja melakukan lompatan imajinal, tetapi berhasil menjawab kegelisihan dan pesimisme publik atas penegakan hukum yang carut-marut. Mantan ajudan Jokowi itu tak hanya meyakinkan publik dengan retorika, tetapi berhasil meyakinkan publik dengan kinerja yang berprestasi. Ditambah dengan kemampuan komunikasi dan pendekatan Sigit dalam menangani pelbagai kasus ‘kakap’ telah teruji dan berhasil melewati uji verifikasi di lapangan. Di bawah kepemimpinan Sigit, Bareskrim Polri kian terang, dan sinarnya memantulkan banyak harapan dan optimisme akan masa penegakan hukum di Indonesia.
Tantangan Reformasi dan Penegakan Hukun
Di tengah membuncahnya skeptisme dan pesimisme publik atas institusi Polri, Komjen Listyo Sigit tampil sebagai antitesa atas keraguan publik. Kinerja dan prestasi apik Listyo Sigit sebagai Kabareskrim setidaknya berhasil melawan stigma negatif yang melekat pada institusi Polri. Stigma bahwa institusi Polri kerap paradoks, tebang pilih, dan pandang bulu adalah sederet persoalan yang merusak citra institusi Kepolisian.
Belakangan ini, citra institusi Kepolisian di mata publik terkesan buruk, bahkan krisis kepercayaan sehingga banyak yang pesimis bahwa masa depan penegakan hukum di Indonesia ‘buram’. Tentu tidak mudah mengembalikan marwah tersebut kecuali ada sosok pemberani seperti Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo. Integritas dan kemampuan Sigit telah teruji sebagai sosok yang mumpuni dan dinilai banyak kalangan mampu menjawab tantangan reformasi dan penegakan hukum. Karena itu, memilih Kapolri jangan sampai seperti membeli kucing dalam karung, tetapi pilihlah sosok yang mumpuni tanpa harus melihat ras, suku, dan agama yang sebetulnya tidak substansial.
Dalam negara demokrasi yang terbuka, memunculkan sentimen SARA itu dapat merusak harmoni kebangsaan. Sentimen SARA dapat menimbulkan perpecahan yang berujung pada retaknya harmoni keberagaman kita, dan itu keluar dari falsafah atau pedoman hidup berbangsa dan bernegara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam konteks ini, mencari sosok Kapolri sebaiknya tidak perlu memunculkan hal-hal yang tidak prinsif serta substansial, tetapi yang terpenting adalah mencari sosok yang punya prestasi dan mampu memimpin institusi Kepolisian. Pada titik inilah, publik juga diharapkan ikut andil mencegah bangkitnya sektarianisme politik dan narasi SARA yang bertujuan merusak harmoni kebangsaan. Ikhwal, jika ras, suku, dan agama dijadikan senjata pamungkas untuk mendeligitimasi sudah pasti akan memunculkan api perpecahan. Untuk itu, mari kita kawal bersama pergantian orang nomor satu di tubuh Polri ini, dengan harapan Kapolri terpilih mampu menyelesaikan pelbagai problem penegakan hukum di republik ini. ***