MPR: ASN Wajib Lulus dan Memahami Wawasan Kebangsaan

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Wawasan Kebangsaan bagi rakyat Indonesia khususnya aparatur sipil negara (ASN), TNI dan Polri adalah sangat penting dan fundamemtal bagi bangsa ini. Sebab, ketiga golongan itu merupakan kekuatan terdepan dalam mengendalikan tujuan dan arah pembangunan Indonesia ke depan. Baik terkait program, pelayanan publik, anggaran, dan prioritas pembangunan itu sendiri dari pusat hingga daerah.

“Jadi, bagi ASN tes wawasan kebangsaan itu harus dan semua harus mendukung. Hanya saja tes itu tidak dijadikan satu-satunya penilaian lulus tidaknya bagi seseorang yang akan menjadi ASN, karena ada penilain dari materi lain yang perlu dipertimbangkan,” demikian Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan.

Hal itu disampaikan anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu dalam diskusi 4 pilar MPR RI ‘Pentingnya Wawasan Kebangsaan bagi ASN’ bersama anggota FPKB MPR RI/Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin, dan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto (Cak Nanto) di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (7/6/2021).

Lebih lanjut Syariefuddin Hasan mengusulkan perlunya dibentuk semacam skoring dari materi yang akan diteskan bagi calon ASN. Selain wawasan kebangsaan, soal loyalitas, integritas, dan prestasi lain sesuai yang dibutuhkan oleh institusi terkait. “Dengan begitu, maka nilai lulus tidaknya dilakukan secara akumulatif – skoring. Sehingga tak bisa hanya dijustifikasi dari satu materi saja,” ungkapnya.

Dan, akan lebih baik kata Syariefuddin Hasan, kalau materi yang akan diujikan itu disosialisasikan terlebih dahulu. Bisa kerjasama dengan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dan lain-lain. “Sesuai dengan UU No.17 tahun 2014 kalau di MPR RI sesuai dengan tugas dan fungsi MPR RI. Pada prinsipnya wawasan kebangsaan itu harus dihidupkan kembali,” ujarnya.

Yanuar Prihatin menilai yang namanya wawasan kebangsaan itu hakiki, fundamental, dan seharusnya menjadi perilaku kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Khususnya bagi ASN, TNI/Polri, dan baru masyarakat. “Anehnya kenapa baru ribut sekarang? Apa karena 75 calon pegawai KPK tak lulus? Padahal wawasan kebangsaan itu harus terus kita gali dan kembamgkan bersama,” tuturnya.

Menurut Yanuar, wawasan kebangsaan itu terkait erat dengan ASN. Sebab, ASN itu yang akan memegang sekaligus mengendalikan pemerintahan, baik terkait dengan program maupun anggaran pembangunan dari pusat (APBN) hingga daerah (APBD). Demikian pula TNI Polri. “Kalau ketiga golongan itu tidak memahami wawasan kebangsaan (Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI) ya wassalam, akan banyak problem besar Indonesia ke depan,” jelas Yanuar.

Karena itu, Yanuar meminta kalau wawasan kebangsaan itu kemudian menjadi polemik di KPK, tentu semua harus melihat sesuai fakta.yang terjadi di internal KPK sendiri. Selama ini masyarakat tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya di KPK. “Kalau hanya 75 dari ribuan karyawan tak lolos, kan normal saja. Kalau dikira ada yang tak beres ya kita awasi bersama. Kita tak tahu apa yang terjadi di intetnal KPK dan kenapa ke 75 karyawan itu mengadu ke luar? Padahal itu masalah intetnal KPK. Bahkan kalau bisa setiap ASN yang akan naik jabatannya harus dites wawasan kebangsaannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi,” jelas Yanuar.

Bahwa wawasan kebangsaan itu sangat penting terkait hubungan antarlembaga dari pusat hingga daerah. Misalnya, jangan sampai terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam pelayanan publik dan sebagainya. “Pesta demokrasi yang bernama Pemilu, Pilpres, Pilkada dan semacamnya saja kini sudah terjadi transaksional kapital politik. Wawasan kebangsaan sudah mengalami transisi yang fundamemtal dan akan berdampak besar pada bangsa ini. Baik dari perpspektif ideologi, demokrasi, penegakan hukum (law enforcement), ekonomi, dan sebagainya. Jadi, apakah wawasan kebangsaan ini akan mampu menyelamatkan indonesia ke depan?” kata Yanuar mempertanyakan.

Sementara itu, Cak Nanto menilai bahwa yang dibutuhkan bukan saja pengetahuan wawasan kebangsaan, melainkan perilaku bagi ASN. Apalagi di setiap instansi pemerintah ada sekitar 40 an ASN yang terpapar radikalisme, maka perlu disadarkan dalam berbangsa dan bernegara. “Kan lucu sebagai ASN yang dibiayai negara, tapi ideologinya berbeda bahkan merongrong negara. Sedangkan rakyat susah nyari uang hanya untuk makan saja. “Kita ini masih terus berdebat di tempat soal ideologi negara, dan terus diulang-ulang, dengan narasi itu berarti kita tak mau maju-maju sebagai bangsa,” kata Nanto kecewa.

Menurut Cak Nanto, selama ini tak ada keberlanjutan gagasan. Misalnya diskusi agama akan selesai pada tataran diskusi tersebut. Seharusnya ada keberlanjutan dalam praktek dan perilakunya dalan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tapi, faktanya ditambah bumbu-bumbu narasi politik, maka setiap ganti kepemimpinan akan berganti pula gagasannya. “Soal wawasan kebangsaan ini sudah selesai. Kalau masih ribut berarti kita tak mau maju sebagai bangsa,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *