JAKARTA, REPORTER.ID – Kalangan DPR RI menolak PT Garuda Indonesia Tbk pailit dan tetap mendukung eksistensi Garuda sebagai national flight bagi Indonesia. Untuk itu, seluruh direksi harus berpikir out of the box untuk mencari jalan keluar permasalahan. Seperti misalnya memaksimalkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) potensial itu yang bisa menunjang operasional maskapai Garuda Indonesia.
“Menurut saya sekarang dicarikan juga usaha-usaha yang bisa menopang, mendukung terhadap eksistensi Garuda, bukan kemudian hanya sebatas dalam lingkup penerbangan,” tegas Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI dengan direksi PT. Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, Dony Oskaria dan jajarannya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/6/2021).
Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Haekal dan Martin Manurung itu, Herman menilai banyak dari bisnis di BUMN yang bisa disinergikan dengan Garuda, seperti kargo. Misalnya PT Pos Indonesia saat ini sedang kebanjiran order penyaluran Bansos, atau perusahaan infrastruktur yang memang sedang membutuhkan banyak pengangkutan.
“Dalam situasi seperti ini, semestinya Kementerian BUMN membukak jalan pada bidang-bidang usaha yang bisa menentukan terhadap pendapatan, sehingga core business yang rugi ini juga masih bisa di-back up oleh usaha lain yang menguntungkan. Mesti mungkin tidak ada korelasinya dengan usaha saat ini, tapi gak apa-apa, bahkan harus didukung bersama,” jelas Waketum Demokrat itu.
Karena itu, Herman meminta Garuda segera melakukan aksi korporasi dengan melakukan diversifikasi usaha, agar perusahaan pelat merah ini tetap bisa hidup. “Saya mendukung eksistensi Garuda untuk tetap terus beroperasi, apapun aksi korporasi yang tentu ini bisa menjadikan tetap dipertahankannya Garuda. Saya tidak ingin menyalahkan situasi masa lalu dan masa kni. Yang pasti Garuda sedang bermasalah, dan rasanya secara politik kami harus mendukung,” kata politisi dapil Jawa Barat VII ini.
Hal yang sama disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Nyat Kadir, bahwa opsi pailit ataupun likuidasi bukanlah pilihan yang tepat bagi PT Garuda Indonesia Tbk (Persero). Oleh sebab itu, fraksi NasDem menolak adanya pilihan pailit tersebut.
Kadir pun menyoroti agar Garuda tidak hanya memikirkan sector bisnis perusahaan saja. “Tidak hanya untung-rugi saja, Garuda juga menjadi penghubung nusantara sejak awal kemerdekaan. Mereka (serikat) tidak sudi dibangkrutkan, sebab rakyat Indonesia mempunyai rasa bangga terhadap maskapai ini,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, sebanyak 1.099 karyawan Garuda telah mengajukan pensiun dini. Pengajuan ini merupakan tindak lanjut dari program pensiun dini yang ditawarkan perseroan pada tanggal 19 Mei hingga 19 Juni 2021.
“Memang ada 1.099 dan memang yang dari jumlah masuk ini, jumlah pilot yang mendaftar masih belum terlalu banyak. Adapun, pensiun dini ini dilakukan sebagai bentuk efisiensi dan menyehatkan kembali keuangan perseroan. Selama masa pandemi Covid-19, Garuda Indonesia juga tercatat mengoperasikan pesawat dalam jumlah kecil,” kata Irfan.
Menurutnya, program pensiun dini tersebut sudah mengikuti undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku dan sudah didiskusikan dengan serikat pekerja Garuda Indonesia.
Ke depan, pihaknya akan melakukan penawaran-penawaran lain bagi karyawan selain program ini. “Yang jelas kita tidak punya keinginan sama sekali untuk mendzalimi karyawan, dan ini bukan waktu yang tepat orang dipaksa keluar,” ungkapnya.
Menurut Irfan, salah satu biang utang tersebut berasal dari biaya sewa pesawat. Sementara pesawat tidak terbang, utamanya selama COVID-19. “Memang sudah lama kita tidak bayar, dari tahun lalu juga sudah tidak kita bayar para lessor itu,” kata Irfan lagi.
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Garuda Indonesia Tbk mencatat total liabilitas USD 10,36 miliar hingga kuartal III 2020 dari periode 31 Desember 2020 sebesar USD 3,25 miliar. Rincian liabilitas itu antara lain liabilitas jangka pendek senilai USD 4,69 miliar dan liabilitas jangka panjang USD 5,66 miliar hingga kuartal I 2021.
Dari total 31 lessor (penyewa pesawat), saat ini hanya ada 15 lessor yang menangani 41 pesawat yang digunakan oleh maskapai nasional tersebut. “Kita punya 31 lessor dari 41 pesawat yang kita tangani, ada 15 lessor, sisanya kita diamkan saja sudah, pesawatnya diam di Jakarta, beberapa minta dikembalikan,” tambah Irfan.
Ifran mengaku Perseroan berhasil menekan biaya sewa hingga USD 11 juta. Dari semula USD 76 juta per bulan, menjadi USD 55 juta per bulan. Dimana biaya sewa pesawat Garuda Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan harga sewa di pasaran, alih-alih memiliki fasilitas yang sedikit berbeda.
“Semua kemahalan. Itulah yang kita negosiasi tahun lalu. Sudah turun 30 persen. Ini kita mau renegosiasi lagi,” pungkas Irfan.
.