JAKARTA, REPORTER.ID– Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menandaskan penyelamatan potensi budaya terkait dengan motif wastra Nusantara memang mengandung risiko, yaitu harus menghadapi larangan adat istiadat. Namun hal itu akan dapat diatasi oleh para perajin dengan daya kreativitasnya.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Riset dan Teknologi RI Hilmar Farid menyatakan itu dalam sambutannya yang disampaikan Direktur Pelindungan Budaya Direktorat Jendral Kebudayaan, Irini Dewi Wanti pada pembukaan pameran temporer “Ragam Hias Fauna dalam Wastra Indonesia” di Museum Tekstil, Jl KS Tubun No.4, Jakarta Barat, Senin (6/9/2021).
Lebih lanjut Irini Dewi Wanti yang mewakili Dirjen Hilmar Farid mengatakan, kain dalam sejarah budaya Nusantara bukan sekadar pakaian, melainkan menunjukkan status sosial maupun acara apa yang sedang dihadiri.
Diberikan contoh kain songket dari Palembang, merupakan lambang kejayaan Kerajaan Sriwijaya yang memiliki kekayaan emas.
Sedangkan kain tenun gringsing di Bali dipercaya dapat menghilangkan penyakit. Lain lagi dengan kain besurek dari Bengkulu yang bertuliskan ayat ayat suci atau kaligrafi huruf Arab.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana dalam kesempatan itu mengakui alam sekitarnya menginpirasi motif hiasan kain dari daerah setempat. Dengan pameran ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih luas bagi pecinta wastra nusantara.
“Kami ucapkan terimakasih kepada Direktorat Jendral Kebudayaan yang telah membantu biaya operasional pameran ini. Juga terimakasih kepada semua pihak atas terselenggaranya acara ini,” ujarnya.
Pembukaan pameran diawali pergelaran tari Srigunting, nama burung lambang fauna Jakarta Timur oleh sanggar Triyadi Purnomo.
Dalam penjelasannya Sri Sintasari Iskandar salah seorang pimpinan Himpunan Wastraprema mengatakan motif garuda dimaksudkan kendaraan Dewa Wisnu yang memiliki pandangan jauh ke depan.
Sedang kain lao dari NTT bermotif ular dan cicak yang melambangkan kehidupan setelah mati.
Ada lagi kain berwarna sogan (coklat kemerahan) bermotif gajah. Binatang ini sebagai simbol gagah berani.
“Itu namanya Gajah Birowo. Kain tersebut milik Ibu Sumo yang diwariskan kepada Ibu Tien Suharto dan diberikan untuk koleksi pertama Museum Tekstil ini tahun 1976,” kata Sintasari.
Yang dimaksud dengan Ibu Tien Suharto adalah Ibu Negara yang berkenan meresmikan bangunan antik dan bersejarah tersebut menjadi Museum Tekstil pada 28 Juni 1976.
Sementara dalam laporannya Kepala Unit Pengelola Museum Seni Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Sri Kusumawati menuturkan pameran wastra bertajuk Ragam Hias Fauna dalam Wastra Indonesia di Museum Tekstil di Jl KS Tubun No 4 Jakarta Barat ini berlangsung sejak 6 September kemarin sampai dengan 25 September 2021.
Acara itu dalam rangka HUT ke-45 Museum Tekstil dan Himpunan Wastraprema.
Pameran tersebut menampilkan 45 koleksi wastra dengan ragam hias fauna, terdiri dari 20 lembar koleksi Museum Tekstil dan 25 lembar koleksi Rumah Wastra Jo Seda dengan kurator Benny Gratha.
Menurut Sri Kusumawati berbagai acara melengkapi pameran tersebut.
Di antaranya Lomba Aplikasi Ragam Hias Fauna Wastra Indonesia dalam Desain Mode Kasual yang dilaksanakan sejak 18 Agustus sampai dengan 15 September 2021.
Juga ada Workshop Sulam Ragam Hias Fauna yang diikuti siswa siswi SMK di DKI Jakarta selama 3 hari yaitu tanggal 6, 14 dan 17 September 2021.
Ada pula Webinar terkait dengan Ragam Hias Fauna dalam Wastra Indonesia yang akan dilaksanakan tanggal 10, 11, 17, 18, 24 dan 25 September 2021.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi email :upmuseumseni.disbuddki@gmail.com dan Instagram: @museum_senijkt.
“Pameran ini dapat diikuti masyarakat melalui youtube,” kata Dewie yang ditugasi sebagai penghubung dari pameran tersebut. (PRI).