MPR Ingatkan Pemerintah Proyek KA Cepat Jakarta – Bandung Tak Pakai APBN

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mempertanyakan langkah Pemerintah yang menggunakan APBN dalam pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, Pemerintah telah berjanji untuk tidak menggunakan APBN dan menyerahkan kepada BUMN untuk menggunakan skema B to B.

Sebelumnya, Presiden Jokowi melalui laman Sekretaris Kabinet pada 15 September 2015 pernah berjanji bahwa kereta cepat yang bekerjasama dengan Cina tersebut tidak akan menggunakan APBN. Presiden Jokowi berjanji akan menyerahkan kepada BUMN agar dapat menggunakan skema Business to Business.

Namun, janji tersebut seperti dibantah sendiri oleh Pemerintah karena Presiden Jokowi telah mengeluarkan Perpres No. 93 Tahun 2021 yang di dalamnya mengizinkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung untuk didanai APBN.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan ini menyebut, Pemerintah seharusnya menepati janjinya untuk tidak menggunakan APBN. “Dalam beberapa waktu terakhir, APBN sangat berat dengan adanya Pandemi Covid-19. Harusnya, APBN tidak semakin diberatkan dengan proyek kereta cepat yang dulunya dijanjikan tidak menggunakan APBN,” ujarnya.

Menurut Syarief Hasan, APBN seharusnya difokuskan pada program-program kritikal dan esensial. “APBN harusnya difokuskan pada program-program yang dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya di masa Pandemi Covid-19. APBN harusnya difokuskan pada penanganan Pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, pembukaan lapangan kerja baru, dan program esensial lainnya,” ungkapnya.

Dikatakan Syarief Hasan, sejak awal dirinya mengingatkan proyek kereta cepat kerjasama dengan China ini tidak terencana dengan baik. Kereta cepat ini juga belum menjawab masalah di masyarakat kecil. Pemerintah pun berdalih tidak akan menggunakan APBN, tapi nyatanya menggunakan APBN.

Karena itu, ia minta perlunya audit anggaran proyek kereta cepat oleh BPK. “Pemerintah seharusnya melakukan audit terlebih dahulu dengan melibatkan lembaga BPK karena kalau akan menggunakan APBN, perlu dilakukan audit agar semuanya transparan, mulai dari proses awal, perencanaan penganggaran dan proses penentuan harga, dan effisiensi anggaran, dan sebagainya.

Syarief mengingatkan agar Pemerintah melihat prioritas kebijakan. “APBN kita akan semakin sulit dengan adanya proyek kereta cepat ditambah lagi proyek ibukota baru yang menyedot APBN. Pemerintah harus melihat prioritas yang dibutuhkan masyarakat yakni pemulihan ekonomi nasional, bukan proyek besar yang tidak dinikmati masyarakat kecil dan menyedot APBN,” kata Syarief lagi.

Ia terus mengingatkan Pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara. “Pengelolaan keuangan negara dalam beberapa tahun terakhir sangat memprihatinkan. Rasio utang Indonesia kini mencapai 41,64% dan berpotensi gagal bayar berdasarkan laporan BPK. Kondisi keuangan dan ekonomi ini harusnya menjadi prioritas untuk dibenahi yang menggunakan APBN, bukan malah menyedot APBN ke sektor yang kurang prioritas,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *