YOGYAKARTA, REPORTER.ID – Agama selalu menjadi pijakan kekuasaan dan itu berlangsung sejak peradaban manusia. Mulai para nabi hingga raja-raja yang mengaku sebagai Tuhan seperti Fir’aun maupun Raja Namrud.
“Sekarang pun masih berlaku. Ratu Elizabeth II, misalnya bukan hanya sebagai Ratu Inggris, tetapi juga pemimpin Anglikan di Britania Raya. Raja Thailand bukan hanya kepala negara, tapi juga pemimpin agama Budha di Thailand. Yang Dipertuan Agong di Malaysia juga demikian, sebagai pemimpin negara sekaligus pemimpin tertinggi Agama Islam di Malaysia,” ujar H. Hilmy Muhammad (Gus Hilmy) saat pembukaan acara Pelatihan Kepemimpinan Lanjut (PKL) Angkatan V Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Sleman di Pondok Pesantren Darussalam, Sumokaton, Sayegan, Sleman, Yogyakarta, pada Jumat (10/12) malam.
Menurut Senator asal D.I. Yogyakarta itu, agama memiliki nilai-nilai kebenaran dan ideal. Yang menjadi masalah kemudian adalah manusianya. “Masalahnya adalah manusia yang memimpin kadang tidak ideal, yang dipimpin juga adalah manusia, yang tentu tidak ideal, yang kadang ngeyel dan menentang. Sehingga hal ini kadang menimbulkan konflik sosial dan politik,” ujarnya.
Di sisi lain, menurut Wakil Rais Syuriah PWNU DIY tersebut, agama membutuhkan kekuasaan agar ajarannya bisa dilaksanakan dengan baik. Seperti ibdah haji. Menurutnya, dengan haji diurus oleh pemerintah, maka pelaksanaannya menjadi mudah, murah, dan lancar.
Untuk itu lanjut dia, mengapa Indonesia memilih menjadi negara yang simbiosis mutualisme dengan agama. Indonesia bukan negara sekuler, tapi juga bukan negara agama. Tapi, Indonesia adalah negara kebangsaan yang berketuhanan. Konsep dasarnya adalah Indonesia tidak akan memberlakukan satu ajaran agama tertentu, tapi melindungi semua pemeluk agama dalam menjalankan seluruh ajaran agamanya.
“Kita mengakui keragaman budaya dan agama. Kita menyadari bahwa perbedaan itu fitrah dan anugerah Allah kepada kita. Kita punya semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Yang hebat adalah bukan perbedaan kita masing-masing, karena itu ada tanpa upaya kita. Yang hebat adalah bagaimana kita menjadikan perbedaan-perbedaan itu menjadi ika, menjadi satu, dan bersama-sama. Dan itu tidak bisa tidak harus diupayakan dan dilakukan bersama-sama,” kata salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta itu.
Dengan dasar pemikiran tersebut, Gus Hilmy menilai PKL ini menjadi penting dan menemukan momentumnya, yaitu agar GP Ansor bisa menyiapkan kader-kader bangsa yang siap membangun Indonesia bersama-sama dengan segenap komponen bangsa lain, yang tidak lain adalah agar Indonesia bisa lebih baik dan lebih sejahtera.
Acara yang berlangsung selama tiga hari (10 hingga 12 Desember 2021), ini dihadiri oleh Wasekjen PP GP Ansor H. Ulil Archam, Rois syuriah PCNU Sleman KH. Syakir Ali, PW GP Ansor H. M. Syaifuddin Al Ghazali, Ketua PC GP Ansor Sleman H. Ariyanto Nugroho, dan KH. Rochmat Asyrofi, Pengasuh PP. Darussalam KH. Tahajuddin, perwakilan beberapa partai seperti PDIP, Golkar, NasDem, PKB, dan PPP, serta dari Polsek Sayegan dan Dukuh setempat.
Jumlah peserta ada 50 orang, selain dari GP Ansor Sleman juga ada perwakilan dari PC Ansor Kota Yogyakarta, PC Ansor Magelang Jawa Tengah, dan beberapa rekomendasi resmi dari IPNU dan PMII.