JAKARTA, REPORTER.ID – Penyair yang tergabung dalam antologi bersama 93 Penyair Membaca Ibu meramu suatu harmoni suara dalam memperbincangkan sosok Ibu dari berbagai teropong lensa kehidupan yang mereka alami. Karya penyair dari 34 Provinsi ini, bukan hanya mendapat topik bahasan di beberapa daerah di Tanah Air, tapi juga dibahas oleh pakar kesusasteraan yang ternama.
“Rasa hormat dan kagum kepada Ibu sebagai sosok yang melahirkan seseorang, sungguh mewarnai sajak-sajak di dalam himpunan ini. Tiap individu memiliki pengalaman masing-masing dalam kaitan dengan ibu yang melahirkannya,” kata pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Dr. Sunu Wasono di Gedung Perpustakaan dan Arsip DKI Jakarta, Sabtu (11/12/2021).
Sedangkan Dr. Sastri Sunarti dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, dalam ulasannya memaparkan, puisi dalam antologi ini menawarkan suatu daya ungkap puitik yang indah, khas, dan otentik. Baik dalam retorika maupun visual atau tipografi.
“Ibu dalam makna sebagai Tanah Air dan alam semesta, adalah dua konsep yang tidak jauh berbeda. Ibu juga dapat diasosiasikan sebagai pemberi kehidupan seperti bumi atau konsep the Goddes mother sebagai konsep yang sudah tua dalam peradaban manusia. Sifat seorang ibu sebagai sosok darah daging memiliki sifat-sifat agung seperti mengayomi, rela berkorban, dan kemudian diasosiasikan dengan Tanah Air atau alam semesta,” sebut Sastri.
Sementara itu, aktivis perempuan yang juga mantan Anggota DPR RI, Rahayu Sasaswati D. Joyohadikusumo memaparkan, hal yang sering membedakan perempuan dari laki-laki di dunia profesional atau ranah publik, bukan soal kemampuannya. Tetapi the intangible factors, hal-hal seperti dukungan keluarga dan komunitas, kemapanan keuangan pribadi.
“Budaya patriarki menjadi masalah jika para lelaki tidak mendukung perempuan dalam pembangunan komunitas, keluarga, atau di luar ranah domestik,” kata Rahayu Saraswati selain menjadi pembicara diskusi, juga ikut terlibat dalam Antologi 93 Penyair Membaca Ibu itu.
Politikus dari Partai Gerindra ini mengaku bangga dapat hadir dalam acara pagelaran sastra yang begitu istimewa baginya. Meski dirinya sibuk dengan jadwal yang padat, mamun ia menyediakan waktu khusus demi memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember nanti.
Perempuan kelahiran Jakarta, 27 Januari 1986 bernama lengkap Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo ini, memang suka dengan bacaan kesusastraan, terutama puisi. Untuk hal yang istimewa itu, ia tampil mempesona dalam bedah buku 93 Penyair Membaca Ibu, meski tengah hamil anak ketiga.
Acara bedah buku ini diselenggarakan Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI). Menurut Ketua TISI Octavianus Masheka, apa sesungguhnya permasalahan perempuan masa kini dari sudut hukum, sosial, budaya, politik, agama, juga dibahas para penyair dalam antologi ini. “Ibu dan alam semesta menjadi permasalahan atau bahan ekspresi, serta renungan kita semua, dikemas dengan kreatif sekali,” kata Octavianus Masheka.
Selain Rahayu Saraswati yang hadir sebagai Tokoh Perempuan Indonesia, hadir juga Wahyu Haryadi (Kepala Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta), Margareth Robin K, (Asdep Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak).
Acara ini juga dihadiri 12 Penyair Membaca Puisi di antaranya Octavianus Masheka, Eki Thadan, Jose Rizal Manua, Wardjito Soeharso, Sigit Hardadi, Remmy Novaris DM, Fanny J Poyk, Ritawati Jassin, Halimah Munawir Anwar, Mulia Nasution, Sukardi Wahyudi.
Antologi bersama 93 Penyair Membaca Ibu dari 34 provinsi adalah Seri Penyair Membaca Indonesia ke–2 dan merupakan penerbitan ketiga dari komunitas Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), setelah penerbitan Persetujuan dengan Chairil dan 76 Penyair Membaca Indonesia (Seri Penyair Membaca Indonesia ke–1). Antologi kali ini hadir untuk merespon perayaan Hari Ibu Ke-93 pada 22 Desember 2021.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Menteri PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyambut baik inisiasi dari Komunitas TISI membuat buku antologi puisi, dengan mengangkat tema khusus perempuan. Mempersembahkan buku sebagai wujud penghormatan dan penghargaan kepada kaum perempuan.
“Harapan saya buku ini dapat menginspirasi dalam pemberdayaan perempuan, sehingga akan lahir lebih banyak lagi Ibu Bangsa yang berkiprah untuk dirinya dan bangsa,” demikian Menteri PPPA Gusti Ayu Bintang. ***