Terkait Statemen Jin Buang Anak,Teras Narang Minta Masyarakat Bersikap Arif

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Gelombang protes masyarakat Kalimantan, khususnya Masyarakat Adat Dayak, terhadap pernyataan Eddy Mulyadi yang dinilai merendahkan hutan Kalimantan serta masyarakatnya, hingga kini belum mereda, bahkan kian meluas.

Namun Ketua Majelis Pertimbangan Masyarakat Adat Dayak Nasional (MADN), Agustin Teras Narang menyampaikan harapan agar masyarakat bisa menyikapi hal itu dengan tenang dan arif. Dengan tutur kata yang santun dan penuh kebapakan, Senator asal Kalteng itu mengatakan, sebagai warga negara Indonesia yang taat hukum, masyarakat perlu menjaga situasi kondusif dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

‘’Begitu pun kita berharap agar penegak hukum menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai prosedur yang berlaku, menuntaskan penyelidikan dan penyidikan, hingga proses selanjutnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku,’’ ujar Teras Narang dalam pernyataan tertulis yang dikirim ke redaksi reporter.id, Selasa (25/1) petang.

Seperti diberitakan sebelumnya, hingga Selasa (25/1), pihak Polri telah menerima tiga laporan polisi, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap terkait kasus dugaan penghinaan ‘Kalimantan Tempat Jin Buang Anak‘ yang diduga dilontarkan oleh Edy Mulyadi. Seluruh laporan tersebut kini diambil alih oleh Bareskrim Polri.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebut laporan hingga pengaduan tersebut tersebar di beberapa Polda.

“Total terkait dengan dugaan kasus ujaran kebencian yang dilakukan oleh saudara EM ada tiga laporan polisi,16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap. Semua laporan polisi, pengaduan dan pernyataan sikap dari berbagai elemen masyarakat akan dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Bareskrim Polri,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).

Lebih lanjut, Teras Narang  menuturkan, dalam konteks adat, proses peradilan adat akan ditentukan lebih lanjut nantinya oleh MADN. Proses ini adalah bagian dari kearifan lokal masyarakat adat dayak yang terpisah dari proses hukum positif.  ‘’Saya berharap, seluruh pihak bersikap arif dalam menyampaikan pernyataan sentimentil, meski memiliki perbedaan kepentingan politik,’’ tandasnya.

Menurut Teras Narang, momen ini harus jadi pembelajaran bagi semua pihak, untuk tidak menganggap sepele kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam. Terlebih bagi masyarakat adat Dayak yang sudah dari dulu banyak tinggal, membangun peradaban, serta memelihara kehidupan harmonis dengan alam di hutan.

Teras yang mantan Gubernur Kalteng ini mengingatkan, hutan bukan melulu tempat tinggal bagi flora dan fauna. Hutan adalah jantung kehidupan manusia sejak dari dulu, hingga detik ini. Kekayaan sumber daya alam hutan Kalimantan, tak hanya menghidupi masyarakat adat Dayak, tapi juga menggerakkan pembangunan negara ini bahkan dunia.

Kekayaan alam batubara hingga migas dari hutan Kalimantan telah menggerakkan perekonomian, sekaligus berkontribusi pada tersedianya oksigen bagi kehidupan planet bumi. Maka tak heran Kalimantan juga disebut sebagai paru-paru dunia.

Untuk itu, tuturnya dengan lembut, jangan ada yang memandang remeh hutan. Terlebih di Indonesia, banyak masyarakat adat lainnya yang bergantung hidup dan kebudayaannya dari hutan. ‘’Semoga perdebatan terkait Ibu Kota Nusantara, tidak menghilangkan nalar serta adab dalam berdialektika. Mari kita rawat demokrasi tanpa memicu friksi, terlebih dalam situasi bangsa yang masih memiliki banyak tantangan karena pandemi,’’ kata mantan anggota Pansus RUU Ibu Kota Negara ini. (HPS)

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *