Memimpin Zaman Keraguan

oleh
oleh

Yudi Latif (net)

 

Oleh : Yudi Latif

Seorang pemimpin berdiri bimbang di ambang lorong gelap pemerintahan yg sarat tekanan dan ketidakpastian. Berharap seorang guru bangsa menuntunnya ke jalan cahaya.

Sang guru berkata. Atasilah kebimbangan dengan merawat kepercayaan seperti saat  Lee Kuan Yew mulai memimpin Singapura. ”Modal kami cuma kepercayaan dan keyakinan rakyat, kerja keras, hemat, haus belajar, serta kesadaran bahwa tindakan korup akan menghancurkan segala harapan. Jangan sia-siakan kepercayaan rakyat. Sebab, modal terbesar untuk perubahan adalah kepercayaan dan keyakinan rakyat. Tugasku adalah untuk memberikan harapan kepada rakyat, bukan untuk membuatnya mengalami demoralisasi.”

Tantangan harus diatasi dengan tenang kesadaran. Tak semua kepentingan harus diakomodasi yang membuat gemuk pemerintahan terjerumus salah urus. Sebaik-baik sekutu adalah setia pada kebajikan publik. Kenanglah gugatan Mencius pada raja, “Adakah perbedaan antara membunuh manusia dengan belati dan membunuhnya dengan salah urus?” Tidak, jawab sang raja.

Jika demikian, ujar Mencius, pastikan rumah tangga kerajaan tak menggelar pesta mewah dan mengoleksi kuda gemuk-gemuk, sementara rakyat sekarat dengan beban pajak dan kelaparan. Manakala pemimpin negara lebih memperhatikan rakyatnya daripada diri mereka sendiri, rakyat akan mengetahuinya dan setia pada pemimpinnya yang menjadikan negara kuat.”

Adakalanya pemimpin juga harus bisa memanas tanpa meledak, agar keras kepala orang-orang sekitarmu bisa ditempa menjadi perkakas. Agar bisa menempa besi jadi perkakas, seseorang butuh kecakapan pandai besi. Pandai besi harus kuat utk memanaskan dan membentuk logam jadi perkakas yg kokoh.

Dalam Buku 13 The Analects, Konfusius mengatakan: “Jika penguasa sendiri kukuh dan tegas, semua akan berjalan baik meskipun dia tidak memberi perintah. Tapi jika dia sendiri tidak kukuh, meskipun dia memberi perintah, maka perintah itu tidak akan dipatuhi.” Penguasa hrs terlebih dahulu memperbaiki perilakunya sendiri. Jika seorang penguasa tak memiliki integritas, ia tak dapat memperbaiki perilaku orang lain. Jika tidak kuat, tidak dapat menghasilkan peralatan besi yang berkualitas. (Penulis adalah mantan Kepala Pelaksana Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila, mantan peneliti senior pada Center for Presidential and Parliamentary Studies (CPPS), pengamat sosial politik)