HOT ISU PAGI INI, KEJAGUNG UNGKAP PENGOPLOSAN RON 92 DENGAN RON LEBIH RENDAH DIDUGA DILAKUKAN DI TERMINAL PERUSAHAAN MILIK ANAK PENGUSAHA MINYAK, MUHAMMAD RIZA

oleh
oleh

Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar (tengah) dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, kemarin. (net)

 

Isu menarik pagi ini, Kejagung mengungkapkan, pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak mentah kualitas lebih rendah yang dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang kini jadi tersangka. Penyidik Kejagung menyita uang senilai Rp 833 juta dan 1500 dolar AS serta sejumlah dokumen usai menggeledah rumah pengusaha minyak, Muhammad Riza Chalid.

PT Pertamina Patra Niaga mengeklaim tidak ada praktik pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam proses pengadaan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM). Pelaksana Tugas Harian Dirut Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra memastikan, produk BBM yang dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan untuk masing-masing produk. Berikut isu selengkapnya.

 

1. Kejagung mengungkapkan, pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak mentah kualitas lebih rendah yang dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang kini jadi tersangka. Pengoplosan tersebut dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka GRJ.

Hal ini terungkap saat Kejagung menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

“Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2).

Disebutkan, Kerry Ardianto menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping. Akibat mark up ini, PT Pertamina Patra Niaga harus mengeluarkan biaya atau fee senilai 13-15 persen secara melanggar hukum yang akhirnya memberikan keuntungan kepada MKAR dan DW. Akhirnya menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.

 

2. Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar membantah pernyataan PT Pertamina Patra Niaga yang mengklaim tak ada pengoplosan atau blending Pertamax dengan Pertalite.  Qohar menegaskan, pihaknya bekerja dengan alat bukti.  “Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya 88 di-blending dengan 92 (Pertamax). Jadi RON dengan RON sebagaimana yang saya sampaikan tadi,” tegas Qohar di Kantor Kejagung, Rabu (26/2).

Dia menjelaskan, temuan tersebut berdasarkan keterangan saksi yang diperiksa penyidik. Bahkan, BBM oplosan tersebut dijual dengan harga Pertamax. “Jadi hasil penyidikan, tadi saya sampaikan itu. RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada, dari keterangan saksi RON 88 di-blending dengan 92. Dan dipasarkan seharga 92,” ujarnya. Terkait kepastian hal ini, pihaknya akan meminta ahli untuk meneliti hal tersebut.  “Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu,” tandasnya.

 

3. Penyidik Kejagung menyita uang senilai Rp 833 juta dan dokumen setelah menggeledah rumah pengusaha minyak, Muhammad Riza Chalid. Riza Chalid merupakan ayah dari salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah ini, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang menjabat sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. “Untuk hasil penggeledahan di Jalan Jenggala, penyidik itu menyita 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti karena di dalam ordner. Kemudian, ada 89 bundel dokumen,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2).

Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah uang tunai dalam mata uang rupiah dan dollar Amerika. “Kemudian, ada uang tunai sebanyak Rp 833 juta dan USD 1.500,” lanjut Harli. Penyidik juga menyita dua buah CPU dari rumah Riza di Jalan Jenggala. Penyidik juga menyita empat kardus berisi surat dan dokumen dalam penggeledahan di Plaza Asia lantai 20.

Sebelumnya, Kejagung telah menggeledah rumah dan kantor pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023, kemarin. Penggeledahan dilakukan di dua tempat, yaitu rumah Muhammad Riza Chalid yang berada di Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan kantornya di Plaza Asia Lantai 20, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.

 

4. Penyidik temukan uang tunai dalam pecahan rupiah serta mata uang asing dalam penggeledahan rumah tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. “Semalam penyidik menemukan uang 20 lembar mata uang pecahan 1.000 dollar Singapura. Kemudian, ada 200 lembar mata uang pecahan 100 dollar Amerika. Dan, 4.000 lembar mata uang pecahan Rp 100.000 dengan total Rp 400 juta,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di kantor Kejagung Jakarta, kemarin.

Selain uang, penyidik Kejagung juga temukan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik berupa ponsel dan laptop. Dokumen tersebut masih akan dikaji lebih lanjut oleh tim penyidik Jampidsus. “Tentu dokumen juga ini akan dipelajari karena dokumen terkait dengan berbagai regulasi dan barangkali ada suratan-suratan kebijakan di sana, nah ini juga akan dipelajari secara saksama oleh penyidik,” ujarHarli.

 

5. Kejagung mengungkapkan, rumah pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid digunakan sebagai kantor dari tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. “Jadi, rumah Pak Riza Chalid kan sekarang jadi kantor, di mana para tersangka dari tiga orang kemarin dari pengusaha itu berkantornya di sana, sehingga kita geledah,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2).

Nama Riza Chalid terseret dalam kasus ini karena anaknya menjadi salah satu tersangka, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang menjabat sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. Tim penyidik Kejagung juga telah melakukan penggeledahan di rumah Riza Chalid yang berada di Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ejak Selasa (25/2) hingga Rabu (26/2). “Untuk hasil penggeledahan  di Jalan Jenggala penyidik itu menyita 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti karena di dalam ordner. Kemudian, ada 89 bundel dokumen,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Rabu (26/2).

 

6. Kejagung menetapkan dua tersangka baru kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023. Dua tersangka itu adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan Edward Corner, VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga dan langsung ditahan di Rutan Salemba selama 20 hari ke depan. “Jadi pada malam hari ini penyidik telah menetapkan dua tersangka lagi,” kata Abdul Qohar, Rabu (26/2).

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan keduanya dipanggil sebagai saksi dalam kasus tersebut pada pukul 10.00 hari ini. Namun, Maya dan Edward tidak hadir tanpa alasan yang jelas.  Terkait hal itu, penyidik lakukan pencarian dan berhasil menemukan kedua saksi.  Keduanya dijemput paksa dan dibawa ke kantor Kejagung.

Dijelaskan, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap kedua. Setelah dilakukan gelar perkara dan dikaitkan dengan peran tersangka lain dalam kasus ini, penyidik akhirnya menetapkan keduanya sebagai tersangka. Selain itu, Kejagung memastikan keduanya telah diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka. Dengan penetapan itu, total jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah menjadi sembilan orang.

 

7. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dengan modus mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax terjadi pada 2018-2023. Ia memastikan, BBM yang beredar di masyarakat saat ini bukanlah hasil oplosan dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang sedang diusut. “Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Harli Siregar di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2).

Harli menjelaskan, berdasarkan hasil temuan sementara, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan membeli dan membayar minyak RON 92. Namun, minyak yang datang justru jenis RON 90 dan 88. “Fakta hukum yang sudah selesai (peristiwanya) bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92, berdasarkan price list-nya. Tetapi, yang datang itu adalah RON 88 atau 90,” lanjut Harli.

Saat ini, penyidik juga masih mendalami apakah pengoplosan minyak RON 88 dan RON 90 ini, pada tahun 2018-2023, langsung didistribusikan kepada masyarakat atau tidak. “Kami kan harus mengkaji berdasarkan bantuan ahli. Misalnya, kalau yang datang RON 90, RON 90 itu kan Pertalite. Nah, apakah Pertalite ini juga sewaktu diimpor langsung didistribusi?” kata Harli.

 

8. Kejagung mengungkapkan, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne, terlibat dalam proses perencanaan dan pengoplosan Pertamax alias RON 92 dengan minyak mentah yang lebih rendah kualitasnya. “Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2).

Pengoplosan ini dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak yang merupakan milik tersangka MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan tersangka GRJ yang merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. Atas persetujuan dari tersangka, Riva Siahaan (RS), Maya, dan Edward melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 92. Minyak yang dibeli ini kemudian dioplos oleh kedua tersangka menjadi RON 92 alias Pertamax.

“Tersangka MK dan EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang,” jelas Qohar. Selanjutnya, Maya dan Edward melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode pemilihan penunjukan langsung. Padahal, pembayaraannya bisa dilakukan dengan term atau dalam jangka panjang yang harganya dibilang wajar.

 

9. PT Pertamina Patra Niaga mengeklaim tidak ada praktik pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam proses pengadaan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM). Pelaksana Tugas Harian Dirut Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra memastikan, produk BBM yang dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan untuk masing-masing produk.

“Dengan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan, izin kami memberikan penjelasan terkait isu yang berkembang di masyarakat, khususnya soal kualitas BBM RON 90 dan RON 92,” kata Ega dalam RDPU debgab Komisi XII DPR di Gedung DPR, Rabu (26/2). “Kami berkomitmen dan kami berusaha memastikan bahwa yang dijual di SPBU untuk RON 92 adalah sesuai dengan RON 92, yang RON 90 sesuai dengan RON 90,” ujarnya membela diri.

Ega menjelaskan, Pertamina Patra Niaga memperoleh pasokan bensin dari dua sumber, yakni kilang dalam negeri dan pengadaan dari luar negeri. Menurut dia, baik Pertalite (RON 90) maupun Pertamax (RON 92) sudah diterima dalam bentuk akhir sesuai dengan standar masing-masing. “Kami menerima itu sudah dalam bentuk RON 90 dan RON 92, tidak dalam bentuk RON lainnya. Jadi untuk Pertalite kita sudah menerima produk, baik dari kilang maupun dari luar negeri, itu adalah bentuk RON 90. Untuk 92 juga sudah dalam bentuk RON 92, baik dari kilang Pertamina maupun pengadaan dari luar negeri,” lanjutnya.

 

10. Presiden Prabowo Subianto memastikan, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina yang sedang ditangani Kejaksaan Agung sedang diurus. Ia akan membersihkan setiap tindakan korupsi yang ada di Indonesia dan Prabowo akan membela kepentingan rakyat. “Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua. Oke, kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” kata Prabowo di The Gade Tower, Jakarta, Rabu (26/2).

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tersebut. Terdiri dari empat petinggi anak usaha atau subholding PT Pertamina (Persero), tiga broker, ditambah lagi dua orang yakni Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Ketujuh tersangka terdahulu adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP). Sementara tiga broker yang menjadi tersangka adalah MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

 

11. PT Pertamina Patra Niaga, sebagai Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), mengakui adanya penurunan penjualan terkait isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax. “Penurunan itu hanya satu hari, yakni 25 Februari,” ujar Pth Dirut Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo di Jakarta, Rabu (26/2).

Dia mengatakan, penurunan penjualan pada BBM jenis Pertamax kurang lebih sebanyak 5 persen. “Tapi kita melihat rata-rata hariannya masih sama,” ucapnya. Ega menegaskan, Pertamina Patra Niaga tidak pernah melakukan pengoplosan terhadap produk Pertamax. Menurut dia, penambahan zat aditif pada BBM tidak mengubah spesifikasi yang ditetapkan  pemerintah dalam hal ini Lemigas, yakni lembaga yang berada di bawah Dirjen Migas Kementerian ESDM.

 

12. Ega Legowo menjelaskan, penambahan zat aditif bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengguna, seperti mesin yang bersih, antikarat serta mesin ringan saat berkendara. Selain itu, penambahan zat yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat. Terminal-terminal penyimpanan di Pertamina Patra Niga tidak memiliki fasilitas blending untuk produk gasoline.

“Tidak ada perubahan spek (spesifikasi). Jadi kami menjual atau memasarkan produk Pertamax ini sesuai spek Dirjen Migas. Walaupun penambahan aditif itu juga merupakan benefit tambahan yang kita berikan kepada masyarakat, hal ini tentunya menjadi bagian dari strategi pemasaran sebetulnya,” kata Ega. (Harjono PS)