PENANTIAN PANJANG HAKIM INDONESIA.

oleh
oleh

Bambang Kustopo, SH, MH

 

Oleh :  Bambang Kustopo, SH, MH

(Pengamat Huukum)

 

Pada waktu kampanye Pilpres 2024 yang lalu, dengan suara menggelegar Prabowo Subianto –yang saat itu menjadi capres berjanji akan memberikan gaji yang layak kepada para Hakim Indonesia bila terpilih menjadi presiden.

Tujuannya, agar hakim bisa hidup layak, penghasilan yang memadai sehingga tidak dapat dibeli (baca disogok) oleh para pencari keadilan. Sehingga para hakim bisa hidup mandiri, berkecukupan, akan dibangunkan rumah dinas, kendaraan,  dan kantor yang nyaman untuk bekerja.

Setelah Prabowo dilantik menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia, hakim-hakim muda dari berbagai penjuru Tanah Air datang ke Jakarta untuk menuntut kenaikan gaji yang sudah lama tidak mengalami kenaikan. Mereka diterima Komisi III DPR dan sempat berdialog lewat telepon dengan Presiden Prabowo Subianto atas inisiatif anggota Komisi III DPR. Karena pada waktu itu Presiden Prabowo Subianto masih berada di luar negeri dalam rangka perjalanan dinas.

Prsiden Prabowo Subianto ketika itu menjajikan akan langsung bertemu dengan para hakim muda sekembalinya dari luar negeri. Janji tersebut memang ditepati. Ketika pulang dari luar negeri, Presiden Prabowo Subianto langsung menemui para hakim muda tersebut.

Pada kesempatan lain, Presiden Prabowo Subianto kembali menyampaikan akan meningkatkan kehidupan para Hakim Indonesia, menaikan kesejahteraan mereka yang berupa gaji, rumah dinas yang layak, kendaraan,menyediakan kantor yang nyaman. Bahkan gaji para Hakim Indonesia akan dinaikkan hingga 282 persen. Waktu itu para pengadil Indonesia langsung tersenyum mendengar janji yang disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo.

Nah, waktupun bergulir terus. Dalam pidato pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10), bertepatan satu tahun usia pemerintahannya, Prabowo mengatakan, ingin hakim-hakim di Indonesia tidak mudah disogok. Oleh karenanya, ia memutuskan untuk menaikkan gaji hakim hingga 280 persen agar hidup mereka lebih berkualitas dan tidak bisa dibeli oleh siapapun.

Mendengar statemen itu, masyarakat Indonesia tentu percaya, dalam hati mereka bertanya, dibelikan apa saja ya dengan kenaikan gaji sebesar itu. Bahkan, dengan adanya kenaikan gaji sebesar itu, tidak sedikit orang tua yang mendambakan anaknya menjadi hakim di Indonesia.

Sebab, selama ini profesi hakim kurang diminati mereka, apalagi banyak masyarakat awam belum bisa membedakan antara profesi hakim dan jaksa. Karena berita kenaikan gaji hakim yang signifikan tadi, banyak mahasiswa khususnya dari fakultas hukum yang berkeinginan jadi Hakim.

Kalau kita simak berita yang cukup viral baru-baru ini, yakni tentang penyerahan barang bukti oleh Kejagung kepada pemerintah berupa uang Rp 13,2 triliun, maka sadar atau tidak, itu merupakan buah kerja Hakim Indonesia melalui keputusannya yang telah berkekuatan hukum tetap.

Setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, barulah Kejagung menyerahkan uang trilinan itu kepada pemerintah. Itu memang tugas jaksa (menurut KUHAP) mengeksekusi putusan pengadilan yang sudah inkracht. Bukan hakim atau pengadilan yang menyerahkan.

Demikian pula ketika Kapolri memusnahkan barang bukti berupa narkotika dengan jumlah sangat signifikan, tentu hal ini juga dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau penetapan Ketua Pengadilan Negeri jika Narkotika tersebut belum diputus dalam persidangan. Semua ini juga merupakan buah karya dari para Hakim Indonesia.

Kita tidak dapat membayangkan jika sang Hakim disogok, kemudian barang bukti berupa uang yang berjumlah triliunan dan ratusan ton narkotika dikembalikan kepada terdakwa, mungkin saja sang hakim yang bersangkutan sudah kaya raya, namun hal itu sama sekali tidak pernah terjadi.

Lalu bagaimana tentang kenaikan gaji para Hakim yang menurut Presiden Prabowo Subianto telah dinaikan 282 persen sebagaimana yang disampaikan dalam pidato refleksi 1 tahun usia pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming Raka tersebut?

Ternyata, sampai detik ini kenaikan gaji hakim sebesar 282persen yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto tersebut belum dapat dinikmati para hakim Indonesia. Kongkritnya belum ada kenaikan. Bahkan ada beberapa Hakim Indonesia yang sangat berharap ikut menikmati kenaikan gaji sebesar 282 persen tersebut, SK pensiunnya malah sudah turun.

Jelek nian nasib para Hakim Indonesia, belum menikmati kenaikan gaji yang mereka harapkan, sudah keburu pensiun. Keadaannya memang tampak slow-slow saja. Namun yang sangat dikhawatirkan, hakim-hakim muda yang dijanjikan Presiden Prabowo, utamanya yang bertugas di daerah terpencil dan terluar, merasa kecewa dan berbondong-bondong lagi ke Jakarta menagih janji presiden.

Itu yang kita khawatirkan, ini yang perlu dipikirkan pemerintah. Ada istilah ‘Sabdo Pandito Ratu’. Janji ata sabda pemimpin itu harus ditepati. Apalagi presiden menginginkan hakim tak bisa disogok, maka janjinya mesti dipenuhi. Kalaupun belum terpenuhinya janji presiden tersebut akibat pergantian Menkeu, maka Menkeu yang baru, yakni Purbaya Yudhi Sadewa harus memproses janji presiden tersebut. Purbaya harus tahu juga makna dari istilah Sabdo Pandito Ratu tadi. Sebagai pemimpin dia harus pegang komitmen, bahwa janji itu utang dan utang harus dibayar.

Pertanyaanya, apakah penantian panjang peningkatan gaji Hakim Indonesia yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto dan diulang-ulang dalam berbagai kesempatan, terakhir dalam pidato pada satu tahun usia pemerintahan Prabowi-Gibran, bisa terwujud? Kalau tidak, kasian sekali nasibmu, hai para Hakim Indonesia.

Semoga kerjamu selama ini bernilai ibadah. Mungkin hanya itulah yang bisa dirasakan para hakim yang keburu pensiun dalam penantian panjang perbaikan peningkatan gaji sebagaimana dijanjikan Presiden Prabowo Subianto. Semoga Presiden Prabowo Subianto segera melaksanakan janjinya, sebelum para penanti kenaikan gaji 282 persen memasuki masa pensiun. Semoga. (Penulis adalah pengamat hukum yang tinggal di Mojokerto, Jawa Timur)