JAKARTA, REPORTER.ID – Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) harus segera dihapus dari program legislasi nasional (Prolegnas) DPR RI. Pasalnya, keberadaan RUU tersebut telah nyata-nya menimbulkan kontroversi yang sangat besar di tengah masyarakat, juga memiliki masalah fundamental di dalamnya yang bukan saja bersifat politis, tapi juga bersifat dekonstruktif dan men-downgrade kedudukan Pancasila sebagai landasan ideologi Bangsa Indonesia.
Desakan ini disampaikan Ketua Satuan Tugas Peradaban Bangsa (SPB), DR.Hj.Aan Rohana, Lc., MAg melalui siaran pers tertulisnya yang diterima reporter.id, Kamis (2/7/2020).
Aan Rohana melihat kalau persoalan utama RUU HIP, bukan saja terletak di dalam pasal-pasalnya, tetapi dengan menjadikan judul ideologi Pancasila sebagai judul Undang-Undang (UU) merupakan pintu gerbang perdebatan ideologis yang kontraproduktif di tengah masyarakat.
Mestinya, lanjut Aan Rohana, dalam menghadapi tantangan ideologis dan disintegrasi bangsa di era keterbukaan informasi, haruslah disikapi dengan keteladanan para pejabat dan pemimpin negara, melaksanakan aturan-aturan hukum yang berlaku, menegakkan hukum dengan adil, membersihkan tindak pidana korupsi sampai ke akar-akarnya.
“Bukan dengan cara menafsirkan ulang secara luas atau secara sempit ideologi Pancasila dengan UU,” ucapnya lagi.
Karena, menurut dia, UUD 1945 adalah satu-satunya tafsir terhadap Pancasila, dan Mahkamah Konstitusi lah yang berwenang menguji UU di bawah UUD 1945 selaku The Guardian of Constitution. Namun, apabila para legislator di DPR membawa kedudukan Pancasila ke dalam UU yang dapat diuji setiap saat oleh masyarakat, menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang resisten terhadap tantangan zaman, adalah bukan suatu sikap negarawan (statesmanship).
“Eksistensi Pancasila sampai saat ini pun masih sangat kuat dalam menghadapi berbagai tantangan ideologis, mulai dari melarang ajaran komunisme, marxisme-leninisme, sekulerisme, separatisme, terorisme, dan ekstremisme, maka tidak ada sedikitpun alasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang membenarkan ideologi Pancasila ditafsirkan ke dalam UU yang secara hirarki perundang-undangan lebih rendah dari UUD 1945,” tambah Aan Rohana.
Maka, demi kemaslahatan dan masa depan NKRI, serta tegaknya persatuan kesatuan bangsa Indonesia, dan untuk menghormati kedudukan dan rumusan Pancasila saat ini yang telah dirumuskan secara baik dan cermat oleh para Founding Fathers Indonesia, SPB memandang sangat patutlah pembahasan RUU HIP tidak dilanjutkan dan selanjutnya dihapus dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI, demikian Aan Rohana.
Untuk diketahui, Satgas Peradaban Bangsa (SPB) adalah komunitas yang terdiri dari berbagai ormas yang berjuang bersama dalam melindungi ketahanan keluarga dan peradaban bangsa Indonesia.
SPB bertugas mengkritisi produk-produk hukum dan kebijakan yang mengancam Ketahanan Keluarga dan Peradaban Bangsa Indonesia. SPB juga pernah mengkritisi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada tahun 2019.
SBP berdiri di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2019 yang diinisiasi oleh Neng Djubaedah, Aan Rohana, Marfuah Musthofa, Hanifah Husein, dan Mohammad Zen. Ormas yang hadir pada saat pembentukannya adalah PP Muslimat Mathlaul Anwar, Wanita PUI, PP Muslimah Alwashliyah, PB Wanita Al Irsyad, BKMT, Dewan Presidium BMOIWI, PB Persistri, PERAK, FORHATI, PB PII, FKMT DKI, PP Salimah, AILA Indonesia, ALPPIND, PAHAM, PB Mathlaul Anwar, IKADI, PP Wanita Islam, PW Wanita Islam DKI dan SALAM. ***