Pilkada Serentak 9 Desember 2020 = Kulakan Covid-19, Tunda Saja Tahun Depan

oleh
oleh
Prof Amir Santoso, guru besar UI, rektor Universitas Jayabaya.

JAKARTA , REPORTER.ID – Pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso menyarankan, sebaiknya Pilkada Serentak yang digelar 9 Desember 2020 ditunda saja tahun depan. Kalau pemerintah dan KPU tetap menyelenggarakan pada tanggal tersebut, itu sama saja dengan kulakan Covid-19. Karena realitasnya, jumlah pasien positif virus corona naik terus tiap hari, belum ada tanda-tanda melandai atau berkurang.

‘’Kalau Pilkada digelar 9 Desember 2020, berarti pemerintah dan KPU ingin menggagalkan program penanggulangan Covid-19. Berarti pemerintah dan KPU kulakan molo atau penyakit Covid-19. Buat apa pemerintah bentuk Gugus Tugas Penanggulangan Virus Corona yang diketuai Doni Monardo? Buat apa dianggarkan ratusan triliun untuk perangi corona? Semua upaya itu bakal sia-sia kalau pilkada serentak diselenggarakan di tengah berkecamuknya virus corona yang berbahaya ini,’’ kata Guru Besar FISIP UI ini kepada REPORTER.ID di Jakarta, Minggu (12/7/2020).

Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta ini mengingatkan, bukankah Presiden Jokowi sendiri dalam Perppu-nya mengatakan, kalau penyebaran virus corona tidak mereda, maka Pilkada Serentak yang digelar 9 Desember 2020 akan ditunda lagi. Amir Santoso dapat memahami mengapa Komite I DPD RI merekomendasikan agar Pilkada ditunda tahun depan, karena sebagai wakil daerah, mereka tahu persis kondisi lapangan yang memang belum memungkinkan dilaksanakannya Pilkada pada 9 Desember 2020.

Amir yang mantan anggota DPR ini menilai, hanya Komite I DPD RI yang pikirannya masuk akal dan realistis. Usulan dan pandangannya telah disampaikan dalam rapat-rapat resmi dengan KPU, Bawaslu, dan Mendagri sebagai wakil pemerintah, tetapi tidak digubris, tidak dipandang sebelah mata alias dicuekin. Karenanya wajar kalau ada yang mempertanyakan, ada apa ini kok semua ngotot agar Pilkada serentak mesti dilaksanakan tahun ini? Kenapa pikiran mereka (baca : pemerintah, Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, KPPU, red) tidak mengedepankan sama sekali kepentingan orang banyak?

Kalau memang mau laksanakan pilkada bulan Desember 2020, harusnya KPU kerja keras, misalnya menggelar Pilkada lewat e-voting atau kalau mau lebih ekstrim mencegah penuluaran Covid-19, jangan tanggung-tanggung, Presiden keluarkan Perppu agar pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) dipilih lewat DPRD. Jadi, dirubah dulu UU MD3-nya.

‘’Lha KPU nggak mau pemilihan lewat e-voting dengan alasan kalau pemilihannya secara online akan menghilangkan kultur pemungutan suara langsung. Loh kok senengannya hura-hura. Kan kalau e-voting kan bisa mencegah kecurangan, irit beaya, dan cocok dengan kondisi masyarakat yang perlu menjaga jarak untuk mencegah penularan virus corona. Kita jadi bingung lihat cara berfikirnya orang-orang KPU,’’ kata Amir Santoso.

Apalagi, ujar Amir Santoso, Ketua KPK Firli Bahuri sudah menyampaikan peringatan bahwa anggaran untuk menangani Covid-19 rawan dikorupsi dan salah satu bentuk penyelewengan anggaran tersebut adalah untuk kepentingan pemilihan kepala daerah.

‘’Saya mohon peringatan Ketua KPK dipikirkan baik-baik. Sebab, Pak Firli Bahuri sudah menyerukan jangan coba-coba korupsi anggaran penanganan Covid-19, hukuman mati menanti dan hanya persoalan waktu bagi KPK untuk mengungkap semua itu,’’ ujarnya.

Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada Desember mendatang tidak menimbulkan gelombang baru pandemi Covid-19. “Kita harapkan tidak ada gelombang kedua,” kata Ma’ruf, Sabtu (11/7) kemarin.

Ma’ruf tidak menampik bahwa pelaksanaan Pilkada 2020 cukup berisiko terhadap persebaran virus corona. Karena Wapres mengingatkan agar pihak-pihak yang terlibat dalam pilkada bersiap diri mencegah segala kemungkinan terburuk.

“Karena itu, kita harus bersiap diri untuk mengantisipasi jangan sampai Pilkada itu menjadi gelombang baru, akibat adanya kumpul-kumpul,” ujarnya.

Wapres meminta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Pelaksanaan Pilkada 2020 dengan Protokol Kesehatan Covid-19 diterapkan secara konsekuen. Ma’ruf lalu bicara soal pemilihan secara daring atau online.
“Karena itu yang harus dibuat kalau langsung berarti harus aman Covid-19 atau bisa juga mungkin kalau sudah siap, misalkan coblos melalui online. Kan kita sudah punya pengalaman banyak, mungkin kita bisa mengatur lebih ketat lagi saat Pilkada,” ucap Ma’ruf.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPU memastikan Pilkada yang jatuh pada Desember 2020 bakal menggunakan mekanisme pencoblosan langsung. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pencoblosan online saat ini belum dapat dilakukan.

“Ada banyak masukan supaya pakai online, tetapi KPU berdasarkan pengalaman lihat Pemilu di banyak negara, kita jangan menghilangkan kultur pemungutan suara langsung,” kata Arief dalam diskusi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (6/7/2020).

Kendati demikian, Arief mengatakan opsi daring bisa dilakukan saat pelaksanaan rekapitulasi suara. “Sebetulnya itu sudah kita terapkan dengan mempublikasikan Situng kemarin, tetapi kultur kita sudah siap belum menyatakan bahwa e-rekap itu hasil resmi?” tuturnya.

Arief Budiman akan mendorong soal e-rekapitulasi diatur dalam RUU Pemilu sebagai hasil final baik di tingkat pemilu lokal maupun nasional. “KPPS yang biasa bikin salinan untuk diberikan kepada saksi, tidak perlu ada lagi. Parpol juga tak perlu mengirim saksi lagi,” kata Arief. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *