Ahmad Syaikhu: Naskah Akademik Omnibus Law Ciptaker Tidak Berkualitas

oleh
oleh
Anggota Komisi V DPR RI dari F-PKS, Ahmad Syaikhu.

JAKARTA, REPORTER.ID – Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu mengatakan kalau Naskah Akademik (NA) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) perlu direvisi, karena banyak tumpang tindih aturan. Contohnya tentang aturan Bangunan Gedung.

“UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung jadi salah satu yang akan direvisi dalam RUU Ciptaker. Ada sekitar 80% substansi yang akan diperbaiki dengan 60% diantaranya penghapusan materi muatan UU,” ujar Syaikhu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/7/2020).

Anehnya, kata Syaikhu, Pemerintah tidak dapat membuktikan satu ayat pun dari UU No. 28 Tahun 2002 ini yang tumpang tindih dengan UU lainnya. Selain itu Pemerintah tidak memberikan argumentasi yang cukup dalam Naskah Akademik (NA) karena hanya menyediakan penjelasan sebanyak 1,5 halaman.

“Ini aneh. Padahal dapat dibayangkan, sebuah UU yang separuh isinya dihapuskan sudah pasti kehilangan ruh pengaturannya,” kata Syaikhu.

Politisi PKS melanjutkan, memang Pemerintah menjanjikan bahwa aturan yang dihapus ini akan dipindahkan ke dalam PP. Akan tetapi, akibat pelemahan ini justru dapat berakibat pada ketidakpastian berusaha bagi pengusaha. Sebab, aturan-aturan ini dapat saja sewaktu-waktu diubah kembali karena tidak memiliki kekuatan seperti dalam UU.

“Kondisinya jadi semacam ada ketidakpastian bagi pengusaha. Bagaimana menarik investor?” tanya Syaikhu.

Mantan Wakil Walikota Bekasi itu juga mengkritisi dihapuskannya peran Pemerintah Daerah dalam membina wilayahnya melalui penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam revisi ini. Dalam RUU Ciptaker ini, IMB akan diganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

“Mengapa dihapuskan kewenangan Pemda? Belum tentu pemerintah pusat mengerti kondisi wilayah yang ada di berbagai daerah, mengingat betapa luasnya wilayah Indonesia dan betapa khasnya permasalahan di setiap daerah,” ujar Syaikhu.

Di sisi lain, ini mengurangi semangat otonomi daerah yang tercantum dalam Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 Amandemen ke-2. “Jadinya paradoks. Kita ingin ada otonomi daerah, tapi kewenangan Pemda menerbitkan IMB dihapus,” jelas Syaikhu.

Syaikhu juga menyoroti dihapuskannya materi muatan terkait persyaratan Bangunan Gedung. Dalam UU sebelumnya, terdapat berbagai aturan terkait keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Tapi di RUU Ciptaker dihapus yang dapat membahayakan pengguna gedung. Selain itu membuat Bangunan Gedung tidak lagi ramah bagi Penyandang Disabilitas dan lansia, apabila persyaratan-persyaratan tersebut tidak wajib dipenuhi.

“Aturan keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan ini sudah standar. Dan wajib dipenuhi,” tegas Syaikhu.

Karena itu, Syaikhu mendorong agar pembahasan ini dikembalikan ke komisi V yang secara khusus membidangi persoalan Bangunan Gedung. Tujuannya agar dapat membahas lebih dalam revisi UU tersebut dengan mengundang pakar khusus terkait UU yang direvisi.

Selain itu juga meminta Pemerintah menghadirkan argumentasi yang memadai terkait indikasi tumpang tindihnya peraturan dalam UU No. 28 tahun 2002 ini dengan UU lainnya.

“Pemerintah harus memberikan kajian empirik dan bukan melalui hipotesa yang subjektif tanpa data yang valid terkait revisi ini. Agar rakyat tak dirugikan,” pungkas Syaikhu. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *