Sulitnya Redam Isu Komunis, Fahri Hamzah Ungkap Kesalahan Jokowi Sejak Awal

oleh
oleh
Waketum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah.

JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah mengatakan isu tentang Partai Komunis Indonesia di era kepemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa direda, berbeda ketika era Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kesalahan kabinet Jokowi sejak awal adalah karena terseret pada dendam yang tidak jelas.

“Lalu orang membuat definisi, “Ooo ini dendam PKI toh, pantas Islam ditekan”. Maka runyam semuanya. Dua periode pak SBY jadi presiden, kita tidak dengar situasi semacam ini,” kata Fahri Hamzah menggunakan akun @Fahrihamzah, Rabu (9/9/2020).

Fahri mengatakan, SBY duduk di kursi tertinggi RI selama dua periode. Selama itu, rakyat alami ketenganan dan menikmati pertumbuhan.

“Pak SBY itu tentara, menantu Jenderal Sarwo yang terkenal memimpin penumpasan PKI. Tapi, tidak kita dengar beliau terusik atau terganggu lalu memakai negara untuk mencipta dikotomi di akar rumput masa. 10 tahun kita menikmati ketenangan dan pertumbuhan,” sebutnya.

Menurut mantan Wakil Ketua DPR RI ini, pemimpin bisa menentukan arah dan tujuan suatu negara. Bahkan, masih menurut dia, pemimpin bisa menghancurkan atau mendinginkan suasana.

“Semuanya kembali kepada pemimpin, bisakah ia mencipta musim perdamaian dan persahabatan? Atau apakah ia akan menciptakan musim perang? Kalau perang dengan negara lain mendingan. Ini perang dengan saudara sendiri. Dalam krisis pula. Mau dapat apa kita?” imbuhnya.

Fahri juga menyoroti pernyataan Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi tentang cara masuk paham radikalisme lewat anak good looking. Lantas dirinya mencari tahu mengapa kecewa sekali dengan komentar Menteri Agama tentang good looking dan rencana kementerian meneruskan kebijakan sertifikasi Muballigh seperti yang dulu dilakukan rezim Orde Baru.

“Saya masih cari tau. Lalu, saya menemukan alasan yang agak rumit. Ternyata karena saya sangat berharap bahwa kementrian agama adalah salah satu juru bicara penting dalam krisis pandemi global ini. Sebagian orang percaya betul bahwa virus ini kiriman Tuhan maka agama adalah medium komunikasinya,” imbuhnya.

Fahri mengatakan, seharusnya pemerintah menjadi penenang rakyat saat krisis pandemi global. Dia berharap pemerintah bisa mengajak dan menguatkan rakyat untuk bersama menghadapi pandemi global.

“Saya merasa, ini waktu kita untuk saling membesarkan hati dan saling menguatkan, sebab tidak pernah seluruh umat manusia bahkan menghadapi ancaman krisis yang sama. Pandemi global ini dalam waktu panjang akan mengoyak pondasi dasar kehidupan kita. Ini perlu kebersamaan,” tuturnya.

“Bisakah kita menggunakan momen ini untuk saling mendekati dan tidak saling menjauh? Apa sulitnya? Mengapa pemerintah menjadi polisi pikiran? Mengapa negara melakukan standarisasi pikiran? Sejak kapan kita kembali percaya bahwa negara harus melarang perbedaan pikiran?,” tambah dia lagi.

Fahri menuturkan, masih ada waktu bagi Presiden Jokowi untuk membuat mempersatukan rakyat di tengah pandemi global yang tengah melana Tanah Air ini. Meski ketololan berbicara para elit bikin rusuh rakyat yang sedang menyelamatkan diri dari serangan pandemi, para elite tetap harus mengatur agar kita bisa melihat agenda bersama sebagai bangsa, agenda yang mempersatukan.

“Nasi belum menjadi bubur pak Jokowi. Tapi nasib pemerintah ini bukan nasib rakyat. Pemerintah silih berganti rakyat akan tetap ada. Jadi kalau pemerintah tidak relevan maka rakyat akan selalu relevan. Silahkan mau pilih yang mana,” tutupnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *