JAKARTA, REPORTER.ID – Tarik-menarik RUU Pertembakauan di DPR RI selama ini menimbulkan spekulasi antara untuk kepentingan asing dan membela petani tembakau sendiri. Karena itu muncul dua versi RUU Pertembakauan sehingga ditunda pengesahannya pada paripurna DPR RI beberapa waktu lalu.
Nah, menyadari tembakau ini asas manfaatnya sangat besar meliputi nasib petani, tenaga kerja, pedagang kaki lima, konstribusi untuk BPJS Kesehatan, memberi masukan melalui cukai rokok untuk APBN yang mencapai Rp172 triliun/tahun, maka negara harus hadir guna memproteksi petani tembakau tersebut.
Demikian disampaikan Ketua Pansus RUU Pertembakauan Firman Subagyo (F-Golkar), Cucun Ahmad Syamsurrijal (Anggota Pansus dafi F-PKB), dan pengamat ekonomi politik Salamudin Daeng dalam forum legislasi ‘Menakar Urgensi RUU Pertembakauan’ di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Lebih lanjut Firman Subagyo mengakui kalau ditundanya pengesahan RUU Pertembakauan sebelumnya karena ada dua versi RUU. “Yang satu cenderung membela kepentingan asing dan yang satu untuk kepentingan petani dalam negeri. Jokowi pun berani menolak penandatangan ratifikasi rokok di WHO, karena demi petani. Padahal sebelumnya SBY tidak berani,” kata Firman.
Dengan demikiam diperlukan RUU Pertembakauan ini demi menyelamatkan petani dan kesejahteraan rakyat. Terbukti di Malang, Kudus, NTB, Sumatera Utara, dan daerah lain terdapat ribuan karyawannya mayoritas kaum perempuan yang mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. “Semua ingin sehat, tapi nilai positifnya harus dipikirkan. Toh, sudah berkontribusi pada BPJS Kesehatan, yang itu belum tentu kembali ke petani,” jelas Ketua DPP Golkar itu.
Untuk penyelamatan itu kata Firman, ada dua jalan; yaitu kalau RUU Pertembakauan ini ditolak maka bisa digeser ke farmasi dan memakai instrumem lain untuk menyelamatkan petani. “Artinya petani tembakau ini harus diselamatkan, kalau tidak, akan banyak rokok dan tembakau ilegal yang masuk ke Indonesia,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan Cucun Ahmad Syamsurrijal, kalau tembakau ini merupakan tanaman haritage yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Pada prinsipnya negara harus hadir untuk memproteksi kesejahteraan petani, meski diwarning oleh Bank Dunia (World Bank).
“Seharusmya ada semacam empowering, pemberdayaan kepada petani tembakau karena telah memberikan kontribusi besar pada APBN melalui cukai rokok. Saya sendiri di Jawa Barat sering menerima petani tembakau yang nasibnya makin memprihatinkan di tengah banjirnya tembakau impor,” ungkap Ketua DPP PKB itu.